Puisi Gus Nas : Tabut Sulaiman

22 November 2023, 16:35 WIB
Tak perlu lagi kita berdebat tentang tiang salib dan kubah masjid Aqsha di Titik Nol Cinta /Ilustrasi Pixabay

DESK DIY -- Tak perlu lagi kita berdebat tentang tiang salib dan kubah masjid Aqsha di Titik Nol Cinta

Di Tabut Sulaiman telah kusimpan rapat-rapat rahasia kekudusan, nama-nama rindu di cawan suci

Berdebat tentang kebenaran dan keberanian hanya akan menajamkan kebencian
Bahkan Nabi Musa harus dikawal Nabi Harun agar sampai di Sumur Abadi

Bertanya tentang jejak Fir'aun di bumi Yerussalem
Semua sidik jari seketika menjadi anomali

Sesudah Israel mengubah peta Palestina menjadi sengketa
Kubaca kembali Kitab Zabur dan Kitab Taurat dalam sunyi semadi

Akankah kautemukan Sumur Yusuf dalam bait-bait puisiku?


Gus Nas Jogja, 22 November 2023

Gus nasBaca Juga: Puisi Gus Nas : Pengatin Palestina

Titik Nol Cinta

Puisi "Tabut Sulaiman" karya Gus Nas Jogja merupakan sebuah refleksi tentang pentingnya perdamaian dan toleransi di Tanah Suci, khususnya di Yerusalem.

Puisi ini berangkat dari konflik yang terjadi antara umat Islam dan Yahudi di Yerusalem, yang diwakili oleh keberadaan tiang salib dan kubah masjid Aqsha di Titik Nol Cinta.

Pada bait pertama, penyair mengajak pembaca untuk berhenti berdebat tentang dua simbol tersebut.

Menurutnya, perdebatan hanya akan menajamkan kebencian dan tidak akan menghasilkan solusi.

Penyair kemudian menyatakan bahwa ia telah menyimpan rahasia kekudusan dan nama-nama rindu di Tabut Sulaiman.

Tabut Sulaiman merupakan sebuah benda suci yang dipercaya oleh umat Yahudi sebagai tempat menyimpan loh-loh Taurat.

Penyair mengibaratkan Tabut Sulaiman sebagai tempat penyimpanan cinta dan perdamaian.

Pada bait kedua, penyair menegaskan bahwa perdebatan tentang kebenaran dan keberanian hanya akan sia-sia.

Bahkan Nabi Musa, yang merupakan seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk memimpin bangsa Israel, harus dikawal oleh Nabi Harun agar sampai di Sumur Abadi.

Sumur Abadi merupakan sebuah sumber air suci yang dipercaya oleh umat Yahudi sebagai tempat bertemunya Nabi Musa dengan Allah.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Negeri Para Nabi

Penyair mengibaratkan Nabi Musa dan Nabi Harun sebagai simbol dari perdamaian dan toleransi.

Pada bait ketiga, penyair bertanya tentang jejak Firaun di bumi Yerusalem.

Firaun merupakan seorang raja Mesir yang kejam dan selalu menindas bangsa Israel.

Penyair mengibaratkan Firaun sebagai simbol dari kebencian dan kekerasan.

Penyair menyatakan bahwa semua jejak Firaun di bumi Yerusalem telah lenyap.

Hal ini melambangkan bahwa kebencian dan kekerasan tidak akan pernah menang.

Pada bait keempat, penyair menyatakan bahwa ia telah membaca kembali Kitab Zabur dan Kitab Taurat dalam sunyi semadi.

Kitab Zabur dan Kitab Taurat merupakan kitab suci umat Yahudi.

Penyair mengibaratkan Kitab Zabur dan Kitab Taurat sebagai sumber pengetahuan dan hikmah.

Penyair berharap bahwa dengan membaca kembali kitab-kitab tersebut, ia dapat menemukan jalan untuk mewujudkan perdamaian di Tanah Suci.

Pada bait terakhir, penyair bertanya kepada pembaca apakah mereka dapat menemukan Sumur Yusuf dalam bait-bait puisinya.

Sumur Yusuf merupakan sebuah sumber air suci yang dipercaya oleh umat Muslim sebagai tempat bertemunya Nabi Yusuf dengan ayahnya, Nabi Yakub.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Berguru Pada Puisi, Bercanda dengan Pemilu

Penyair mengibaratkan Sumur Yusuf sebagai simbol dari cinta dan kasih sayang.

Penyair berharap bahwa pembaca dapat menemukan cinta dan kasih sayang dalam puisinya.

Secara keseluruhan, puisi "Tabut Sulaiman" merupakan sebuah puisi yang indah dan penuh makna.

Puisi ini mengajak pembaca untuk berpikir tentang pentingnya perdamaian dan toleransi di Tanah Suci.

Puisi ini juga mengingatkan kita bahwa cinta dan kasih sayang adalah kunci untuk mewujudkan perdamaian.

Analisis Sastra

Puisi "Tabut Sulaiman" karya Gus Nas Jogja merupakan sebuah puisi yang mengajak kita untuk berhenti berdebat tentang perbedaan keyakinan.

Puisi ini dimulai dengan penyair yang menyatakan bahwa tidak perlu lagi kita berdebat tentang tiang salib dan kubah masjid Aqsha di Titik Nol Cinta.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Selamat Malam, Netanyahu

Kedua simbol tersebut merupakan simbol dari dua agama yang berbeda, yaitu agama Kristen dan agama Islam.

Penyair kemudian menyatakan bahwa berdebat tentang kebenaran dan keberanian hanya akan menajamkan kebencian.

Penyair memberikan contoh bahwa Nabi Musa harus dikawal oleh Nabi Harun agar sampai di Sumur Abadi.

Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan tidak menghalangi kita untuk saling membantu.

Penyair kemudian bertanya tentang jejak Firaun di bumi Yerussalem.

Firaun adalah sosok yang dibenci oleh umat Islam karena telah menyiksa Nabi Musa dan Bani Israil.

Namun, penyair menyatakan bahwa semua sidik jari Firaun di bumi Yerussalem telah menjadi anomali.

Hal ini menunjukkan bahwa kebencian terhadap suatu kelompok tertentu tidak akan pernah membawa kebaikan.

Di akhir puisi, penyair menyatakan bahwa setelah Israel mengubah peta Palestina menjadi sengketa, ia kembali membaca Kitab Zabur dan Kitab Taurat dalam sunyi semadi.

Penyair berharap bahwa dengan membaca kitab-kitab suci tersebut, ia dapat menemukan solusi untuk menyelesaikan konflik di Palestina.

Puisi ini memiliki makna yang mendalam. Puisi ini mengajak kita untuk saling menghormati perbedaan keyakinan.

Puisi ini juga mengingatkan kita bahwa kebencian tidak akan pernah membawa kebaikan.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Seluruh Mata Tertuju ke Palestina

Interpretasi Spiritual

Berikut adalah beberapa interpretasi lain dari puisi ini:

Puisi ini dapat diinterpretasikan sebagai sebuah ajakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dari berbagai agama.

Penyair menyatakan bahwa Tabut Sulaiman berisi rahasia kekudusan dan nama-nama rindu di cawan suci.

Hal ini menunjukkan bahwa semua agama memiliki nilai-nilai kebaikan yang dapat disatukan.

Puisi ini juga dapat diinterpretasikan sebagai sebuah ajakan untuk mencari perdamaian di Palestina.

Penyair menyatakan bahwa ia berharap dapat menemukan Sumur Yusuf dalam bait-bait puisinya.

Sumur Yusuf adalah simbol dari perdamaian dan harapan.

Refleksi Diri

Puisi "Tabut Sulaiman" karya Gus Nas Jogja ini merupakan sebuah refleksi tentang pentingnya perdamaian dan toleransi di tanah suci Yerusalem.

Puisi ini dimulai dengan pernyataan bahwa tidak perlu lagi berdebat tentang tiang salib dan kubah masjid Aqsha, dua simbol penting bagi agama Kristen dan Islam.

Pembahasan tentang kedua simbol ini seringkali menimbulkan perdebatan dan pertikaian, bahkan hingga memicu konflik.

Padahal, kedua simbol tersebut sebenarnya memiliki makna yang sama, yaitu cinta dan kasih sayang.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Membelah Subuh

Dalam puisi ini, Gus Nas Jogja mengajak kita untuk menyimpan rapat-rapat rahasia kekudusan dan nama-nama rindu di cawan suci.

Cawan suci ini merupakan simbol dari Tabut Sulaiman, yang dipercaya sebagai tempat penyimpanan benda-benda suci.

Berdebat tentang kebenaran dan keberanian hanya akan menajamkan kebencian.

Bahkan Nabi Musa, yang dikenal sebagai sosok yang berani dan teguh pendirian, harus dikawal oleh Nabi Harun untuk sampai di Sumur Abadi.

Pertanyaan tentang jejak Fir'aun di bumi Yerusalem juga tidak akan pernah membuahkan hasil. Semua sidik jari Fir'aun seketika menjadi anomali.

Sesudah Israel mengubah peta Palestina menjadi sengketa, Gus Nas Jogja memilih untuk membaca kembali Kitab Zabur dan Kitab Taurat dalam sunyi semadi.

Dia berharap bahwa perdamaian dan toleransi akan segera tercapai di tanah suci Yerusalem.

Pada bait terakhir, Gus Nas Jogja mengajak kita untuk mencari Sumur Yusuf dalam bait-bait puisinya.

Sumur Yusuf merupakan simbol dari harapan akan perdamaian dan kemakmuran di tanah suci Yerusalem.

Secara keseluruhan, puisi "Tabut Sulaiman" karya Gus Nas Jogja merupakan sebuah puisi yang indah dan penuh makna.

Puisi ini mengajak kita untuk berpikir tentang pentingnya perdamaian dan toleransi, terutama di tanah suci Yerusalem. ***

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler