Puisi Bidadari Mengajak Wisata ke Perjalanan Hidup

- 17 April 2023, 17:00 WIB
Puisisi Bidadari mengajak wisata
Puisisi Bidadari mengajak wisata /Foto : Pixabay

Aku menyerah dan tidak bertanya lagi.
Ada beberapa kata ajaib harus kuucapkan untuk membuka gerbang tempat wisata yang menggetarkan ini.

Dengan ditemani lima sosok warna warni saya diajak mengunjungi rumah sakit tentara.
"Tempat apa ini?" Tanyaku heran
"Tempat kau dilahirkan di musim mangga."
Kulihat di tempat bayi bayi baru dilahirkan. Ada yang tidur nyenyak ada yang menangis.
"Lihat dirimu waktu masih bayi. Lucu kan? Kau dulu juga gemuk lho."

Kulihat bayi itu. Aneh aku bisa melihat diriku ketika bayi. Kucari lima sosok bercahaya warna warni menghilang.
"Kemana mereka?" Tanyaku kepada pemandu.
"Sst. Mereka menyatu dengan bayi itu, menemani dirimu sepanjang hidupmu."

Sebelum aku melontarkan pertanyaan lagi aku diajak ke sawah luas yang ditanami tebu.
"Mengapa aku harus mengunjungi tempat wisata berupa sawah bertebu?" Tanyaku dengan gaya Nabi Musa bertanya kepada Khidlir.
"Di tempat ini kau dan teman temanmu yang nakal nakal sering mencuri tebu disini."

Tiba tiba muncul sekelompok anak berpesta tebu.
"Itu kamu yang memakai baju merah "
Kulihat diriku sedang menikmati tebu segar dan manis.

Pemandu terus mengajak berkeliling tempat aku dan teman kecilku mencari jangkrik tapi yang dibawa pulang malahan kacang tanah mentah yang manis ketika dikunyah. Lalu mengunjungi sawah ditanami mentimun tempat kami pura pura menjadi kancil menikmati mentimun di sebuah danau.

Lalu aku diajak ke gang sempit di kota kuno. Kulihat ada remaja yang mau mencium tangan calon pacar tapi gagal karena di balik tikungan muncul penjual bakmi.
Pemandu tertawa melihat nasib sial remaja itu.

Tempat wisata ini memang mencengangkan. Pemandu mengajakku ke kota besar tempat anak anak muda berlatih teater dan ada adegan anak muda berbekal satu jurus karate bisa menaklukkan jagoan di Kelompok teater itu.
Pemandu menepuk pundakku, "Kau hebat ternyata."
Sebuah pujian yang sungguh membuatku malu.

Pemandu mengajakku mengunjungi sebuah kantor besar yang ternyata banyak kegiatan korupsi disitu dan kulihat ada anak muda memilih keluar kantor lalu naik kereta api pulang kampung.
"Hei Tuan Pemandu, apakah ada tempat lain selain lokasi masa laluku yang memalukan ini?"
"Ada. Kau akan kuajak mengunjungi bintang bintang, bulan, taman yang selalu disinari matahari."
"Di sana ada bidadari?"
"Tentu ada."
"Cantik?"
"Selalu cantik."
"Nah mari ke sana."

Pemandu memegang tanganku erat erat ketika sampai di taman itu.
"Jangan sentuh bidadari di sini. Kau kan sudah punya bidadari di rumah," bisik Pemandu.

Halaman:

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x