Puisi Gus Nas : Surat Terbuka untuk Capres

- 9 Januari 2024, 07:44 WIB
Bersekutu dengan kalbu, kutulis surat ini setajam sembilu
Bersekutu dengan kalbu, kutulis surat ini setajam sembilu /Ilustrasi Pixabay

Dalam suratnya, Gus Nas mengingatkan para capres untuk kembali membersihkan jiwa, mengaji, meluruskan niat, dan meneguhkan tekad. Menurutnya, cita-cita para pendiri bangsa tidak hanya menghafal Pancasila, tetapi juga mewujudkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kemanusiaan.

Gus Nas juga mengajak para capres untuk mendengarkan suara rakyat jelata. Ia mengingatkan bahwa masih banyak rakyat yang hidup dalam kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakmanusiaan.

Gus Nas juga mengingatkan para capres untuk berhati-hati dalam berbicara. Ia mengingatkan agar para capres tidak mengotori lidah mereka dengan rasa iri dan dendam, serta tidak menggunakan kosakata jumawa yang merendahkan sesama.

Terakhir, Gus Nas mengajak para capres untuk merendahkan hati. Menurutnya, kecerdasan dan gelar yang tinggi harus selalu diuji dengan kejujuran dan tindakan yang pantang melukai dan menyakiti.

Surat terbuka ini merupakan nasihat yang penting untuk para capres. Nasihat ini mengingatkan para capres akan tanggung jawab besar yang akan mereka emban jika terpilih menjadi presiden.

Baca Juga: Pendaftar Pengawas TPS di Bantul Sepi Peminat

Surat terbuka ini juga merupakan cerminan dari kondisi bangsa Indonesia saat ini. Masih banyak rakyat yang hidup dalam kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakmanusiaan. Para capres harus memiliki komitmen untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pesan surat terbuka ini adalah agar para calon presiden dapat kembali ke fitrahnya sebagai pemimpin yang jujur, adil, dan penuh kasih sayang. Surat ini juga mengingatkan para calon presiden untuk tidak asal bicara, merendahkan sesama, dan sombong.

Surat ini menggunakan bahasa yang lugas dan menggugah hati. Penggunaan kata-kata seperti "setajam sembilu", "palung sanubari", "harmoni", "desis angin", dan "kerendahan hati" membuat surat ini terasa lebih mendalam dan menyentuh.

Surat ini juga menggunakan metafora yang menarik, seperti "ribuan rintih rakyat jelata yang terus bertanya-tanya dimanakah kejujuran, keadilan dan kemanusiaan itu berada" dan "celupkan jiwa dan akal-budi dalam tempayan kerendahan hati". Metafor-metafor ini membuat surat ini lebih menarik dan mudah dipahami.

Halaman:

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x