Serial Pak Bei: Tanpa Komitmen dan Keberpihakan

- 14 September 2023, 04:32 WIB
Kita dukung setiap upaya untuk kebaikan masyarakat.
Kita dukung setiap upaya untuk kebaikan masyarakat. /Pixabay/Peggy_Marco

DESK DIY -- Kali ini Pak Bei merasa kedatangan tamu istimewa. Tamu agung. Sanusi namanya, seniornya di dunia usaha konveksi. Tiba-tiba saja Sanusi datang tanpa ngabari sebelumnya.

Sudah lama Pak Bei tidak ketemu dengan Sanusi, sekitar satu dasa warsa, sejak temannya ini meninggalkan dunia konveksi dan beralih ke usaha property. Mungkin karena kesibukan masing-masing di dunia usaha yang berbeda, mereka jadi jarang bertemu.

"Tiba-tiba habis 'ashar tadi aku teringat kopi Pak Bei. Sudah lama sekali gak ngopi di sini," kata Sanusi.

Baca Juga: TPST Piyungan Tambah Kuota Sampah

"Alhamdulillah, matur nuwun Mas Sanusi kangen kopiku," jawab Pak Bei. "Tunggu sebentar, ya," Pak Bei pun langsung ke dapur membuatkan kopi spesial untuk suhunya di usaha konveksi itu. Tak berapa lama, Pak Bei sudah kembali ke teras sambil membawa nampan dengan dua gelas kopi Semendo andalannya.

"Gimana, masih jalan konveksimu?," tanya Mas Sanusi sambil menuangkan kopi panas di lepek.

"Alhamdulillah masih, Mas. Harus jalan terus."

"Ada berapa karyawanmu sekarang?"

"Masih ada 25, Mas."

"Masih lumayan itu. Sentra konveksi di kampungku sudah lama bubar. Tidak bisa bertahan. Bangkrut semua."

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Rempang Bertanya Padamu

"Memang berat, Mas. Semakin berat. Tapi karena ini sudah menjadi penghidupan banyak orang, ya harus kami pertahankan, Mas."

"Ya pasti berat. Bagaimana mungkin usaha-usaha kecil dengan modal terbatas harus berhadapan dengan pabrik-pabrik besar bermodal besar dan didudukung Pemerintah?," kata Mas Sanusi lalu menceritakan alasannya dulu beralih usaha.

Dikenangnya dulu sekitar tahun 2011/2012, Pemerintah Provinsi sangat agresif menggaet pabrik-pabrik garment di Jabodetabek dan Bandung Raya agar berinvestasi di Jawa Tengah dengan  merelokasi pabriknya ke Kab. Semarang dan eks-Karesidenan Surakarta.
Berbagai kemudahan dan fasilitas disediakan untuk investor. Dari urusan pengadaan lahan, pembangunan pabrik, tetek-benget perizinan, hingga rekrutmen tenaga kerja pun difasilitasi penuh dengan biaya APBD Provinsi.

Baca Juga: Izin Usaha Dicabut, LPS Minta Nasabah BPR KRI Tenang karena Simpanan Akan Dibayar

"Tentu Pak Bei masih ingat, waktu itu Dinas Perindustrian Provinsi mendirikan Balai Latihan Kerja sangat besar, lalu merekrut puluhan ribu lulusan SMA/SMK se-Jawa Tengah untuk dilatih menjadi calon operator mesin jahit dan ditempatkan di pabrik-pabrik garment relokasi itu."

"Iya, Mas. Saya masih ingat. Bahkan dulu sempat diminta nyarikan lulusan SMK untuk dikirim ke sana."

"Pemerintah seolah lupa peran penting usaha-usaha konveksi yang bertebaran di daerah-daerah. Usaha-usaha kecil itulah yang selama ini berjasa besar menghidupkan perekonomian daerah. Ribuan tenaga kerja terserap di usaha-usaha konveksi rumahan itu. Dulu, hampir semua barang di Pasar Klewer adalah produk konveksi rumahan, lho."

Baca Juga: Pendaftaran CPNS 2023. Link, Cara Daftar, Jadwal dan Syaratnya

"Iya benar, Mas. Sekarang lebih banyak barang dari Tanah Abang dan produk impor dari China."

"Kita ini sebenarnya tidak anti-investor kan, Pak Bei?"

"Iya benar, Mas. Kita dukung setiap upaya untuk kebaikan masyarakat."

"Tapi sejak awal saya sudah melihat memang tidak ada komitmen dan iktikad pemihakan pada usaha kecil, Pak Bei. Investor disubyo-subyo, digelarkan karpet merah. Sebaliknya, usaha kecil justru digilas dan lemahkan. Itulah makanya dulu saya pilih langsung ganti usaha saja."

"Sebenarnya maksud Pemerintah baik lho, Mas. Menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya dan menambah devisa sebesar-besarnya."

"Maksud baik tapi tanpa regulasi yang bagus dan komprehensif, hasilnya cuma ketimpangan seperti sekarang ini, Pak Bei. Keberadaan UMKM tidak dilindungi. Mereka jadi kesulitan meregenerasi tenaga kerjanya. Anak-anak muda lulusan sekolah semua disedot ke pabrik. Yang tersisa di usaha rumahan tinggal yang tua-tua, yang sudah menurun produkstivitasnya."

"Iya benar sekali, Mas."

Baca Juga: Event Wisata Mampu Mendongkrak PAD Bantul

"Kesulitan cari tenaga kerja muda kulihat bukan hanya terjadi pada usaha konveksi, Pak Bei. Di sentra-sentra usaha furniture, pandai besi, apalagi di sektor pertanian, semua juga mengalami krisis tenaga kerja."

"Tapi UMKM yang justru disalahkan oleh Pemerintah lho, Mas. Dianggap kurang responsif pada perkembangan jaman. Tidak memodernisir peralatan dan manajemen usaha."

"Ya memang. Harus diakui, umumnya pelaku usaha terlambat mengantisipasi perubahan jaman. Tapi menurutku, seharusnya itu tugas Pemerintah, Pak Bei. UMKM harusnya didamping, bukannya dilepas agar bertempur head to head terhadap pabrik besar dengan kapital super besar dan peralatan modern. Ya pasti keok. Seharusnya UMKM diproteksi agar tetap hidup. Tapi masalahnya memang tidak ada komitmen ke sana. Ya sudah, jebol kabeh jadinya."

Baca Juga: Yogyakarta Punya Kampung Berkah. Atasi Kemiskinan dengan Kelola Zakat Secara Tepat

"Situasi ini sekarang juga dialami teman-teman pelaku usaha penggilingan padi, Mas. Mereka tergilas pabrik2 beras skala besar yang menguasai pembelian gabah dari petani. Taman-teman rice-mill banyak yang nutup usahanya."

"Iya saya juga mengikuti berita itu. Hancur-hancuran semua. Belum lagi kasus di Pulau Rempang Batam itu. Runyam betul. Ini ujian berat bagi Pemerintah, mau terus nyubyo-nyubyo investor atau mau melindungi segenap rakyat dan tumpah darah. Beraaat..."

Kumandang azan maghrib mulai terdengar bersahutan dari masjid-masjid sekitar kampung Pak Bei. Obrolan dua sahabat pun berakhir. Keduanya segera bergegas ke masjid depan nDalem Pak Bei untuk siap-siap ikut shalat berjamaah. (Wahyudi Nasution)

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah