Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.
DESK DIY - Belakangan viral lagi perdebatan lama, tentang hukum musik dalam Islam. Triggernya isi ceramah da'i muda Muhammadiyah, Ustad Adi Hidayat (UAH). Kemudian bergulir lebih luas, dengan adanya respons tokoh-tokoh agama dalam rekaman dakwah mereka.
Dalam ceramahnya, UAH menyebut Surat Asy-Syu'ara dalam Alquran bercerita tentang musik. Karena makna lafad Asy-Syu'ara adalah para penyair. Menurut UAH, salah satu kandungan syair adalah nada. Syair tanpa nada dianggap berkualitas buruk, sebagaimana diatur dalam ilmu 'Arudh.
UAH juga menambahkan, ada 2 (dua) golongan penyair: pertama, mereka yang dicela oleh Alquran maupun Rasulullah Saw. Kedua, mereka yang dibiarkan oleh Alquran dan Rasulullah. Hal itu semua dijelaskan dengan terang-benderang dalam surat Asy-Syu'ara dari ayat 224 sampai 227.
Baca Juga: Forum Pemimpin Redaksi PRMN : Kawal PPDB Tanpa Kecurangan dan Diskriminasi
Dalam ayat ke-224 sampai ke-226, Alquran menjelaskan para penyair yang dicela, yaitu mereka yang diikuti orang-orang sesat, mengembara kemana-mana mencari inspirasi, dan mengatakan apa yang tidak mereka lakukan sendiri.
Sementara dalam ayat ke-227, Alquran menerangkan ciri-ciri para penyair dibolehkan, yaitu mereka yang beriman, berbuat amal kebajikan, banyak berdzikir, dan memanfaatkan syair-syair mereka untuk membela kelompok tertindas (muslim) hingga meraih kemenangan buat tegaknya Islam.
Dari banyak video/rekaman ceramah para da'i di media sosial, pembahas mereka hampir sepenuhnya berpusat pada ayat ke-224 hingga ayat ke-227 tersebut. Hampir tidak ditemukan para da'i yang coba membahas ayat ke-221 hingga ke-223 dalam surat Asy-Syu'ara ini. Padahal, inilah pokok persoalan yang sesungguhnya.
Baca Juga: Anugerah Jurnalistik Apkasi 2024: Meningkatkan Daya Saing Daerah Menuju Indonesia Emas 2045