Gus Nas Jogja, 29 Januari 2024
---------
Baca Juga: Kiai Imjaz Ungkap 'Something Different' Pesantren Bina Insan Mulia yang Miliki Ribuan Santri
Telaah Sastra
Puisi ini merupakan sebuah kritik sosial terhadap kondisi politik di Indonesia. Puisi ini dibuka dengan gambaran para politisi yang hanya menemui rakyat saat kampanye pemilu. Setelah itu, rakyat dianggap receh, dilupakan, dan dipunggungi.
Pada bait kedua, penyair menggambarkan demokrasi di Indonesia yang tidak berjalan dengan baik. Demokrasi hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan tanpa ada gagasan dan ide yang berarti. Kekuasaan hanya ditopang oleh uang dan basa-basi.
Pada bait ketiga, penyair menggambarkan bagaimana berita-berita palsu dan ujaran kebencian menyebar di masyarakat. Hal ini semakin memperburuk kondisi demokrasi di Indonesia.
Pada bait keempat, penyair menggambarkan bagaimana rakyat semakin terpecah belah dan suaranya dijarah. Rakyat tidak lagi memiliki kekuatan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Baca Juga: Berijalan Dukung UMKM di Yogyakarta, Adakan Workshop Digital Marketing
Puisi ini ditutup dengan seruan untuk bersatu dan melawan kondisi yang tidak adil ini. Rakyat harus waspada dan siaga untuk memperjuangkan hak-haknya.
Secara umum, puisi ini memiliki gaya bahasa yang cerdas, bernas dan efektif. Penyair menggunakan kata-kata yang tajam, berbobot dan mudah dipahami untuk menyampaikan pesannya. Puisi ini juga memiliki ritme yang teratur dan mudah diingat.