Puisi "Tugu Tani" karya Gus Nas ini menceritakan tentang perdebatan sengit antara tiga penyair Indonesia, yaitu Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM, dan Gus Nas sendiri. Perdebatan ini terjadi di dalam mobil Landover tua warna hijau saat mereka sedang dalam perjalanan dari Taman Ismail Marzuki menuju Toko Buku Gunung Agung di Kwitang, Jakarta.
Perdebatan ini terjadi pada akhir tahun 80-an, bermula dari perbedaan pendapat mereka tentang sastra sejati. Sutardji berpendapat bahwa sastra sejati adalah sastra yang tidak terikat oleh aturan-aturan konvensional. Abdul Hadi berpendapat bahwa sastra sejati adalah sastra yang mampu mengekspresikan realitas dengan jujur. Sementara itu, Gus Nas berpendapat bahwa sastra sejati adalah sastra yang mampu memberikan pencerahan dan perubahan.
Bertengkar itu perlu mengenal kasta
Sajak ini dibuka dengan pernyataan yang cukup unik, bahwa bertengkar itu perlu mengenal kasta. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pertengkaran yang terjadi di antara tiga penyair besar Indonesia, yaitu Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM, dan Gus Nas, bukanlah pertengkaran biasa. Ini adalah pertengkaran yang terjadi antara para penyair yang memiliki kedudukan yang tinggi di dunia sastra Indonesia.
Baca Juga: Syair Urat Leher : Ode untuk Abdul Hadi WM
Sesudah debat panjang di Taman Ismail Marzuki
Pertengkaran ini dimulai setelah ketiga penyair tersebut berdebat panjang di Taman Ismail Marzuki. Debat tersebut membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan sastra, seperti apa itu sastra sejati, siapa yang berhak menjadi presiden penyair Indonesia, dan lain-lain.
Sastra sejati harus ada pemenangnya
Ketiga penyair tersebut berdebat dengan sangat sengit. Mereka masing-masing memiliki pendapatnya sendiri tentang apa yang mereka yakini. Mereka juga saling ingin membuktikan bahwa pendapat merekalah yang paling benar.
Dalam Landover tua warna hijau itu berlanjut perang terbuka