Dalam tempayan keindahan kita bertemu, Balairung namanya, titik-temu Sumbu Filosofi antara Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo, untuk mengheningkan cipta, menajamkan rasa, menetaskan karsa
Sesudah melintasi waktu panjang dari tanggal 16 Desember 1949, kita akan kembali mengetuk pintu kalbu ibu Pertiwi
Ibu, aku sudah belajar filsafat, politik, hukum, matematika, ekonomi, agama, manajemen, lengkap dengan segala paradigma dan algoritmanya
Baca Juga: Puisi Gus Nas : Tuhan Tak Pernah Cuci Tangan
Lebih dari segalanya, aku juga sudah belajar menjadi makelar, calo, agar dekat dengan harta dan tahta, bisa flexing dan tebar pesona
Ibu, masih kujumpai simpul amarah pada sampul dunia, saat korupsi, kolusi dan nepotisme masih menari di pelupuk mata, dengan pedang apa akan kupancung ia?
Hari ini aku mengaji kejujuran, mengeja kehidupan, sembari bercermin pada watak leluhur yang welas-asih dan _sepi ing pamrih,_ berguru pada para Begawan di Kampus Biru ini
Aku merindukan birunya biru, ekosistem kebudayaan dan kesalehan sosial berpeluk mesra, agama dan sains teknologi menafasi cakrawala, filsafat dan makrifat melahirkan peradaban, ekonomi dan ekologi menumbuhkan pohon-pohon peradaban dan merawat semesta, sastra dan seni menjadi cetak-biru dalam memarwahkan kemuliaan manusia.
Hari ini kuucapkan terima kasihku pada Prof. Dr. Soetopo, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H yang menata batu-batu pendidikan dan kebudayaan hingga berdiri Balairung Agung di Kampus Merdeka ini
Baca Juga: Puisi Gus Nas : Bayi-Bayi Palestina