Khalwat KH Buya Syakur Yasin Dengan Topo Ngalong, Berharap Doa Cepat Terkabul

24 Mei 2023, 17:17 WIB
Salah satu jamaah Khalwat JH Buya Syakur Yasin. /Foto : Istimewa

DESK DIY -- Puluhan tenda bikinan toko dan bangunan semi permanen yang terbuat dari kayu jati di alas Desa Sukatani, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu Jawa Barat, sudah penuh ditempati peserta khalwat.

Tenda-tenda yang sederhana tampak berdiri berjejal dengan tenda lain berjajar di pinggir sungai yang menghadap ke arus sungai besar itu.

Tidak sedikit yang mendirikan tenda tepat di bawah pohon liar yang masih banyak tumbuh di hutan itu. Tidak hanya pohon jati yang menjadi sandaran berteduh di kala siang hari, tetapi pohon-pohon hutan dari berbagai jenis yang tumbuh rimbun banyak dijadikan perlindungan dalam mendirikan tenda dari sengatan matahari siang yang membakar.

Baca Juga: Menteri Bahlil Ungkap Investasi di IKN

Meskipun kalau di siang hari selepas sholat dhuhur, hampir rata rata peserta khalwat KH Buya Syakur Yasin banyak yang memilih tinggal di aula daripada di tenda.

"Di aula adem. Angin berhembus semilir, dan di sini bisa rebahan bahkan bisa tidur nyenyak." Kata eBoy, salah satu peserta dari Jakarta.

Meskipun pak eBoy sendiri dalam membangun tendanya dan mencari tempat yang cocok untuk mendirikan tenda membutuhkan waktu berjam-jam dalam menentukan tempat. Sebuah yang tidak terpapar langsung matahari kalau di siang hari. Kalau di malam hari pun diharapkan kondisi perkemahannya bisa nyaman dan tidak banyak nyamuk yang ngamuk karena terusik.

Malam itu angin berhembus seperti ogah-ogahan, sang angin lebih banyak diam, tidak mau menggerakkan selembar dedaunan meski hanya selembar daun jati. Suasana malam ini hening, agak mencekam, sesekali suara burung hutan berkoak koak. Bersahut sahutan dengan suara kodok dan jangkrik. Agak gerah memang, meskipun tidak harus melepas baju sebagai pelindung tubuh.

Baca Juga: Kisah Ilmu Hikmah Sunan Kalijaga dan Orong-Orong

Saya pun memilih untuk pindah tempat dari tenda menuju rumah-rumahan yang saya dirikan di atas pohon. Orang-orang menyebutnya 'rumah pohon' meskipun tanpa atap dan dibikin hanya sekedar untuk bisa nangkring layaknya kalong atau burung yang pulang ke rumahnya di malam hari.

Manjat pohon itu tidak lebih dari 3 meter dari atas permukaan tanah. Bangunan itu hanya berupa kayu-kayu yang saya bentangkan di antara dua pohon dan di bawah kayu itu saya dirikan beberapa cagak supaya tidak ambruk jatuh ke bawah.
Meskipun sederhana, ternyata rumah pohon itu bisa muat duduk-duduk bertiga sambil ngopi maupun ngobrol ngalor ngidul mengusir rasa kantuk pada setiap malam.

Malam itu, hampir semua peserta seperti sedang komat kamit mulutnya, ndremimil seperti sedang merapalkan mantra mantranya, padahal yang terbaca dalam bibir yang mendesis dan mendengung, para peserta sedang menyelesaikan wiridnya 'yaa rozzaq' yang berjumlah 94864, sesuai ijasah yang diberikan Tuan Guru KH Buya Syakur Yasin, pada acara pembekalan khalwat pada Sabtu lalu (20 Mei 2023).

Baca Juga: DIY Raih Sertifikat 44 Warisan Budaya Takbenda, Tonggak Penting Lindungi Kekayaan Budaya

Seakan seluruh isi tenda bergetar dengan frekuensi yang sama 'yaa rozzaq'. Frekuensi doa, dan permintaan kehadiran dari yang Maha Pemberi untuk peserta khalwat. Keseragaman bacaan menandakan getaran dan kesamaan tujuan khalwat.

Hampir merata setiap peserta khalwat dipastikan ketika mengikuti khalwat mempunyai persoalan keduniawian yang berbeda. Bermacam persoalan tumpah di lokasi khalwat ini. Mereka para peserta khalwat memendam perasaannya agar dalam berkhalwat persoalan-persoalan yang dibawanya dari rumah bisa terurai dengan sendirinya atas kasih sayangNya kepada makhluknya.

Makanya, berbagai cara untuk bisa berdialog langsung dengam kesendirian dan kesunyian itulah titik terang dalam menjalani hidupnya akan tergali dengan sendirinya.

Banyak para peserta khalwat yang memilih mendirikan tenda jauh dari hiruk pikuk peserta lainnya. Mereka lebih memilih sepi sebagai temannya daripada bercakap cakap di aula dengan teman teman sesama peserta Khalwat dari daerah lain.

Baca Juga: Sri Sultan Minta Walikota Yogyakarta dan Bupati Kulonprogo Jaga Kondusivitas Pemilu

Untuk mempercepat doa-doa terkabulkan, saya memilih "khalwat ngalong" atau kalau dalam tradisi jawa di kenal dengan 'topo ngalong'.

Kenapa 'topo ngalong'? Bisa dipastikan bahwa ketika peserta memilih khalwat dengan caranya masing masing dan keyakinannya masing-masing. Maka, otomatis doa-doa itu akan terkabul dengan sendirinya, janji Allah, bahwa seluruh doa doa hambanya akan dikabulkan kalau mereka mau bersungguh-sungguh dan yakin.

Salah satu kenyamanan dalam berdoa adalah dengan kenyamanan di saat berdoa. Sama seperti khalwat ngalong yang saya lakukan. Menurut orang-orang tua zaman dulu, khalwat (bertapa) ngalong menjadi salah satu cara untuk melatih kepekaan resonansi yang ada dalam panca indera kita.

"Bisa dipastikan kalau sudah mampu menguasai resonansi, getaran atau frekuensi yang ada di sekitar kita dan bisa menyelaraskan keinginan atas doa-doanya dengan menghadirkan Tuhannya lewat alam sekitarnya, kemungkinan dapat berhasil dalam menjalankan ibadah khalwat ini semakin besar," kata kakek buyut saya yg konon juga seorang pertapa.

Baca Juga: Gibran Tetap Tegak Lurus dengan Kebijakan Ketua Umum PDIP Berkaitan Pilpres 2024

Kenapa peluangnya bisa lebih besar dengan laku "Topo Ngalong" karena alam mampu di koordinasi oleh tubuh kita dengan intens atas keyakinannya bahwa doa doanya dikabulkan.
Begitulah kronik di hari ketiga khalwat KH. Buya Syakur Yasin. (Mbah Roso)

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler