Hukum Musik dalam Ta'wil Alquran

- 16 Mei 2024, 19:29 WIB
KH Imam Jazuli
KH Imam Jazuli /Foto : istimewa

Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.

DESK DIY - Belakangan viral lagi perdebatan lama, tentang hukum musik dalam Islam. Triggernya isi ceramah da'i muda Muhammadiyah, Ustad Adi Hidayat (UAH). Kemudian bergulir lebih luas, dengan adanya respons tokoh-tokoh agama dalam rekaman dakwah mereka.

Dalam ceramahnya, UAH menyebut Surat Asy-Syu'ara dalam Alquran bercerita tentang musik. Karena makna lafad Asy-Syu'ara adalah para penyair. Menurut UAH, salah satu kandungan syair adalah nada. Syair tanpa nada dianggap berkualitas buruk, sebagaimana diatur dalam ilmu 'Arudh.

UAH juga menambahkan, ada 2 (dua) golongan penyair: pertama, mereka yang dicela oleh Alquran maupun Rasulullah Saw. Kedua, mereka yang dibiarkan oleh Alquran dan Rasulullah. Hal itu semua dijelaskan dengan terang-benderang dalam surat Asy-Syu'ara dari ayat 224 sampai 227.

Baca Juga: Forum Pemimpin Redaksi PRMN : Kawal PPDB Tanpa Kecurangan dan Diskriminasi

Dalam ayat ke-224 sampai ke-226, Alquran menjelaskan para penyair yang dicela, yaitu mereka yang diikuti orang-orang sesat, mengembara kemana-mana mencari inspirasi, dan mengatakan apa yang tidak mereka lakukan sendiri. 

Sementara dalam ayat ke-227, Alquran menerangkan ciri-ciri para penyair dibolehkan, yaitu mereka yang beriman, berbuat amal kebajikan, banyak berdzikir, dan memanfaatkan syair-syair mereka untuk membela kelompok tertindas (muslim) hingga meraih kemenangan buat tegaknya Islam.

Dari banyak video/rekaman ceramah para da'i di media sosial, pembahas mereka hampir sepenuhnya berpusat pada ayat ke-224 hingga ayat ke-227 tersebut. Hampir tidak ditemukan para da'i yang coba membahas ayat ke-221 hingga ke-223 dalam surat Asy-Syu'ara ini. Padahal, inilah pokok persoalan yang sesungguhnya.

Baca Juga: Anugerah Jurnalistik Apkasi 2024: Meningkatkan Daya Saing Daerah Menuju Indonesia Emas 2045

Dalam ayat ke-221, dikatakan bahwa setan-setan akan turun merasuki jiwa orang-orang tertentu, mengajak manusia ke dalam kesesatan. Dalam ayat ke-222, dijelaskan bahwa orang-orang yang terpedaya oleh bujuk rayu setan ini adalah mereka yang suka berdusta dan berbuat dosa. Ayat ke-222 ini berkorelasi dengan ayat ke-226 tentang orang yang ucapannya berbeda dari perbuatannya.

Selanjutnya, dalam ayat ke-223 Allah SWT menjelaskan perilaku para pendusta ini. Mereka menyampaikan segala hal yang bisa didengar oleh orang lain, namun substansi dari kata-kata mereka adalah kebohongan belaka. Di sinilah (dari ayat ke-221 sampai ke-223), telah lengkap ciri-ciri para penyair yang dimurkai oleh Allah SWT.

Lantas, bagaimana UAH bisa memahami ayat-ayat Al-Qur'an tersebut di atas sebagai penjelasan menyangkut musik dan musisi? Sebelum menjawabnya, penting memahami konteks pandangan UAH tersebut dan apa hakikat musik.

Baca Juga: PPIH : Jamaah Asal Garut Meninggal Dunia akan Dibadalhajikan

Dalam kitab Al-Musiqo Al-Kubro, Abu Nashr Al-Farabi menulis teori musik secara lengkap.  Dalam kitab tersebut dijelaskan definisi musik.  Menurut Al-Farabi, musik adalah "al-Lahnu" (plural: Al-Alhan) atau "Al-Naghmu". Baik istilah al-Lahnu maupun Al-Naghmu, arti keduanya sama saja.

Menurut Al-Farabi, musik adalah "naghmun mukhtalifatun ruttibat tartiban mahdudan" (nada suara yang berbeda-beda yang disusun dengan teliti). Terkadang, nada suara tersebut disertai oleh beberapa kata-kata dengan makna-makna tertentu (hlm. 47).

Dengan begitu, musik cukup berupa suara yang memiliki nada teratur rapi, walaupun tanpa lirik lagu. Namun, musik juga bisa berupa gabungan antara nada suara dan lirik lagu. Dalam konteks yang terakhir inilah, penjelasan UAH bisa dibenarkan, di mana syair (kumpulan kata-kata bermakna khusus) diiringi dengan nada suara.

Baca Juga: Respons Jamaah Haji Tentang Layanan Fast Track. Alhamdulillah Cepat

Namun juga perlu dicatat bahwa musik tidak harus berupa gabungan nada suara dan lirik lagu (syair). Tanpa lirik lagu sekalipun, musik sudah cukup dengan adanya bunyi suara yang bernada dan berirama. Karenanya, Al-Farabi mengatakan: "naghmun tusma'u min haitsu kanat wa fi ayyi jismin kanat" (suara yang bisa didengar dari arah manapun dan pada benda apapun).

Artinya, selama suara itu bernada dan berirama, walaupun berupa kicauan burung-burung, deburan ombak di pantai, gesekan ranting-ranting pohon, bisa disebut musik. Musisi tidak harus manusia yang berakal, makhluk apapun selain manusia bisa menciptakan musik. Dari sini lahir istilah "musik kehidupan".

Ayat-ayat Alquran (221-226) dalam Surat Asy-Syu'ara adalah bukti mengenai orang-orang yang memanfaatkan musik dengan cara menyelipkan syair-syair yang mengandung dusta dan kesesatan. Tapi, pada ayat ke-227, ada juga sekumpulan orang yang memanfaatkan musik dengan cara menyelipkan syair-syair yang mengandung kebaikan. 

Baca Juga: Tak Perlu Daftar Lewat Aplikasi Nusuk, Jamaah Bisa Masuk Raudhan dengan Tasrih

Dengan kata lain, ayat-ayat Asy-Syu'ara di atas bukan sepenuhnya membahas musik murni, melainkan membahas para penyair yang memanfaatkan musik dengan cara-cara berbeda. Sedangkan musik murni, yang berarti sepenuhnya nada suara tanpa lirik-lirik lagu atau bait-bait syair, bukan pokok persoalan utama Asy-Syu'ara.

Ayat Alquran yang sepenuhnya membahas musik sebagai nada suara adalah ayat ke-4 surat Al-Muzzammil. Allah SWT berfirman: "wa rattilil qurana tartila" (bacalah Alquran dengan Tartil). Kata "Tartil" bisa diartikan nada suara yang rendah dan perlahan-lahan. Atau, nada suara yang indah.

Berdasarkan ayat ke-4 Al-Muzzammil ini, kita tahu bahwa "bermusik" adalah perintah wajib dari Allah SWT. Mengapa wajib? Karena kata-kata yang disandingkan dengan nada suara sudah tidak bermasalah; bukan kata-kata penyair yang sesat melainkan firman Allah SWT itu. Jadi, jika musik diartikan sebagai gabungan nada suara dan kata-kata bermakna tertentu, maka ayat ke-4 Al-Muzzammil adalah perintah bermusik.

Baca Juga: Peduli Korban Banjir dan Tanah Longsor di Kabupaten Luwu, LPS Serahkan Bantuan

Penulis menyimpulkan, musik bisa datang dari siapa saja, baik manusia atau selain manusia. Jika musik itu ciptaan alam, bukan manusia, maka boleh mendengarnya. Jika musik itu ciptaan manusia, maka harus diperhatikan: apakah disertai kata-kata kebenaran atau kata-kata kebohongan. Jika berisi kata-kata kebenaran seperti ayat-ayat Alquran, maka bermusik adalah wajib (QS. Al-Muzzammil: 4). Jika berisi kata-kata dusta, maka bermusik adalah haram (QS. Asy-Syu'ara: 221-226).

Karena itu menurut Imam Al-Ghazali mengenai permasalahan syair, lagu atau musik secara dzati (otonom) tidak ditemukan satupun nash yang menjelaskan bahwa musik itu haram. Nash yang mengharamkan tersebut apabila suatu musik dan nyanyian itu jika dibarengi dengan amr kharij (sesuatu di luar dari musik) yaitu suatu kemaksiatan. Misalnya perzinaan, melalaikan kewajiban, perjudian, dan minum-minuman keras. 

 (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Mesir, Musthafa Al-Babi Al-Halabi, tahun 1358 H/1939 H, Juz 2, h. 268).

Masih menurut Ghazali, "Abu Thalib al-Makki mengutip tentang kebolehan mendengar (syair, nyanyian) dari sekelompok ulama. Ada di antaranya sahabat 'Abdullah bin Ja'far, 'Abdullah bin Zubair, Mughirah, Muawiyah, dan lainnya. Abu Thalib al-Makki mengatakan bahwa banyak ulama salafus salih, baik sahabat atau tabiin, yang melakukan dengan memandangnya sebagai hal baik. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa mendengarkan nyanyian, lagu atau sebagaimana yang sering orang melakukan secara normal itu hukumnya mubah atau diperbolehkan. Namun, pada kondisi tertentu bisa menjadi haram.

Wallahu a'lam bis shawab. ***

Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Editor: Chaidir


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah