Nuzulul Quran dan Pesan Pentingya Berjibaku dengan Literasi.

- 7 April 2023, 06:40 WIB
Aguk Irawan MN
Aguk Irawan MN /Foto : Dokumen

Salah satu pembuktiannya, sudah ditulis oleh Ibnu Al-Nadim dalam kitabnya Al-Fihrist, menurutnya, ketika Islam pernah menggapai abad kejayaan pada abad 7 M, penggeraknya tidak lain adalah literasi. Khalifah Al-Ma’mun (813-833) saat itu menerapkan kebijakan agar tiap marhalah (desa) dibangun perpustakaan, lengkap dengan ribuan literasi.

Baca Juga: Konsumen Produk Tembakau Diperlakukan Tidak Adil, Pemerintah Abaikan Asas Perlindungan

Penjual literasi disubsudi dari uang negara, agar harganya tak lebih mahal dari sepotong roti. Berkat kebijakan ini, tradisi literasi begitu hebat, masyarakat setelah sibuk bekerja di pasar misalnya masih sempat berdiskusi, sementara sebagian yang lain sibuk menulis dan menerjemah karya Yunani Kuno. Dampak dari ini menjamurnya Akademi- Akademi, seperti Bait Al-Hikmah, Dar Al-Imi, dan lain sebagainya.

Tak sampai satu tahun berjalan dari kebijakan itu, lahirlah sarjana brilian seperti Al-Kindi (801-873), filsuf Arab pertama yang juga banyak menerjemahkan karya-karya Aristoteles; kemudian Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (775-835), matematikawan terkemuka, penemu Al-Jabar. Al-khawarizmi menulis karya monumental kitab Al-Jabr wa Al-Muqabillah. Kebijakan ini juga diterapkan di Kairo.

Menurut catatan Sardar, di hampir marhalah (kampung) di Kairo, juga terdapat perpustakaan, yang terbesar adalah perpustakaan Khazain Al-Qusu, sebuah perpustakaan megah yang didirikan di Aleksandariyah oleh salah seorang pejabat Fatimiyah, al-Aziz ibn al-Muizz. Perpustakaan itu terdiri dari 40 ruangan yang diisi lebih dari 1,6 juta literasi, dan sudah tersusun dengan sistem klasifikasi canggih.

Baca Juga: Menikmati Suasana Budaya Tempo Dulu Bersama Sastra Emha di Kadipiro

Masih di Bagdad, pada 1227 M, khalifah Muntasir Billah, dikisahkan lebih dari itu, ia justru mencetak literasi dan dibagi-bagikan sendiri secara percuma, disetiap kunjungan kenegaraannya. Bahkan ia mendirikan jumlah perpustakaan lebih banyak ketimbang pendirian tempat ibadah.

Dari situ, perpustakaan tidak saja sebagai tempat untuk membaca literasi, tapi juga ajang penyelenggaraan riset secara intensif, juga ajang berpolemik para ilmuwan dari berbagai spesifikasi disiplin ilmu.

Para penguasa pada kurun itu dinilai sebagai pribadi-pribadi yang memiliki perhatian penuh terhadap pertumbuhan ilmu pengetahuan, dibuktikan dengan keterlibatan mereka secara langsung dalam membangun perpustakaan. Ini diakui oleh J. Pedersen dalam The Arabic Book (1984) bahwa, dunia ilmu pengetahuan telah menduduki posisi yang sedemikian tinggi, sehingga wajarlah jika para penguasa dan orang-orang yang mampu ikut ambil bagian dan mengusahakan kemajuannya.

Baca Juga: Soal Brigjen Endar Priantoro, Kapolri Nyatakan Urusan Internal KPK

Halaman:

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x