Ulama Komunal Yogyakarta Bergerak Dalam Jaringan Luas

- 16 Maret 2023, 16:26 WIB
Bedah buku berjudul Syekh Kasan Tafsir Krapyak Yogyakarta dan Pemikiran Tauhidnya dalam Kitab Bayan Al Alif yang ditulis Dr Ali Muhdi MSi.
Bedah buku berjudul Syekh Kasan Tafsir Krapyak Yogyakarta dan Pemikiran Tauhidnya dalam Kitab Bayan Al Alif yang ditulis Dr Ali Muhdi MSi. /Foto : Tangkapan layar NAHNU TV

DESK DIY, Sleman -- Ulama komunal, ulama yang menyatu dengan masyarakatnya di desa-desa dulu tidak bergerak sendiri sendiri. Akan tetapi bergerak dalam jaringan yang luas.

Inilah yang terjadi di kawasan Yogyakarta utara, di kawasan Krapyak Lor Wedomartani Sleman dan yang juga terjadi di kawasan Yogyakarta selatan, Wonokromo Pleret Bantul.
Di Krapyak hadir Syekh Kasan Tafsir, seorang ulama besar, penulis kitab dan mursyid tharikat Qadiriyah. Anak keturunannya atau dzuriyatnya kemudian meneruskan kegiatan dakwah lewat pesantren.

Ulama komunal yang bertempat tinggal dan mengembangkan pesantren di Wonokromo diperkirakan sudah ada sejak era Sunan Ampel, berkembang pada era Mataram Islam dan mencapai puncak prestasi pada era Sultan Agung Anyakrawati.

Baca Juga: Jatuhnya SVB dan Signature Bank Tidak Berpengaruh Langsung Terhadap Perbankan Nasional

Demikian catatan penting yang dapat disampaikan dari kegiatan bedah buku berjudul Syekh Kasan Tafsir Krapyak Yogyakarta dan Pemikiran Tauhidnya dalam Kitab Bayan Al Alif yang ditulis Dr Ali Muhdi M.Si yang dilakukan bersama dengan bedah buku Poros Ulama Mataram Islam yang ditulis oleh HM Nasruddin Al Anshoriy Ch.

Bedah buku dengan moderator Muhammadun MA dilengkapi dengan hadirnya Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Widya Pirahita MA dan Ketua Panitia Peringatan Satu Abad NU, Kiai Mustafid Mlangi.

Bedah buku yang merupakan puncak Resepsi Satu Abad NU ini diselenggarakan di Pondok Pesantren Ar Robitoh Krapyak Lor Sleman, Rabu (15/3/2023).

Baca Juga: Selamat Jalan Golden Girls Film Indonesia, Nani Wijaya

Para hadirin pun memberikan respons yang produktif secara intelektual pada saat bedah buku. Mereka tidak hanya bertanya, tetapi menyampaikan data yang mereka miliki tentang kiprah ulama komunal ini.

Disatukan oleh Ilmu dan Guru

Para ulama komunal yang berjaringan luas biasanya disatukan oleh yang disebut sebagai ulama tunggal ilmu, ulama satu ilmu karena disatukan oleh sanad atau jalur ilmu yang sama. Mereka bisa merupakan ulama tunggal guru atau beda guru tetapi memiliki sanad ilmu atau jalur keilmuan yang sama.

Di masa mudanya para ulama ini menjadi santri kelana yang mencari ilmu di banyak pesantren yang diasuh oleh ulama terkemuka.
Ada ulama yang bersatu dalam jaringan keluarga atau jaringan nasab. Ketika berkelana itu santri yang berbakat jadi kiai diambil menantu oleh gurunya dan ketika dia menjadi Kiai pengasuh pesantren dia giliran mengambil menantu santrinya. Atau mereka antar Kiai pondok ini saling berbesanan.

Baca Juga: Begini Menurut Pakar Iklim Soal Suhu Panas di Kawasan Yogyakarta

Yang lebih membuat ulama komunal ini bisa makin erat persaudaraan mereka bersama para santri dan masyarakat santri sekitar pondok pesantren ketika ulama ini menjadi pengikut tharikat sufi dan menjadi Mursyid tharikat tersebut.

Syekh Kasan Tafsir menurut penuturan Dr Ali Muhdi, merupakan mursyid tharikat Qadiriyah. Sedang menurut penuturan HM Nasruddin Anshoriy Ch, ulama-ulama komunal Wonokromo banyak yang menjadi Mursyid Tharikat Syattariyah, di antaranya Syekh Abdur Rauf yang suraunya sekarang masih ada Wonokromo.

Pusat Perlawanan Terhadap Belanda

Dalam sejarah tercatat, sebagaimana diungkapkan oleh peneliti gerakan sufi tharikat di Nusantara Martin Van Bruinessen, Belanda yang menjajah Nusantara sering dibuat pusing karena munculnya ulama komunal yang melakukan pemberontakan militer terhadap Belanda. Salah satunya dilakukan oleh dzuriyat Syekh Kasan Tafsir.

Baca Juga: Siap-Siap, Kampung Kauman Kembali Buka Pasar Sore Ramadhan

Sedang di Wonokromo dan sekitarnya pernah didatangi oleh Pangeran Diponegoro yang berguru pada ulama tharikat Syattariyah. Pangeran ini mengumpulkan energi spiritual dan energi sosialnya di pesantren pesantren Wonokromo, juga di pesantren Mlangi dan Plosokuning sebelum menggerakkan perlawanan masyarakat santri dan masyarakat Jawa yang membuat pemerintah penjajahan Belanda bangkrut.

Spirit dari para ulama komunal baik ada di kawasan Yogyakarta utara (Krapyak) maupun yang berada di kawasan selatan Yogyakarta (Wonokromo) yang seperti itulah yang perlu diwarisi oleh para santri, khususnya para santri Nahdlatul Ulama. Tentu spirit keulamaan mereka perlu diolah kembali disesuaikan dengan konteks keperluan perjuangan dan keperluan dakwah mutakhir. ***

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x