Syuriyah PBNU : Haji dengan Visa Non Haji Sah, Tapi Cacat dan Berdosa

- 30 Mei 2024, 13:16 WIB
Peserta Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah NU.
Peserta Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah NU. /Foto : Istimewa

Kedua, di Indonesia, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji indonesia yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi). Haji dengan visa mujamalah ini populer dengan sebutan haji furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Ketiga, banyak oknum yang memanfaatkan situasi antrean panjang beribadah haji dengan melakukan penawaran haji menggunakan visa non haji (bukan visa haji). Banyak penawaran berhaji tanpa antre dengan visa ziarah multiple (kunjungan berulang), visa ummal (pekerja), visa turis, visa umrah, dan jenis visa lainnya. Praktik haji seperti ini adalah praktik haji non prosedural, karena haji non kuota.

Baca Juga: LAZ Al Azhar Yogyakarta Gelar Pelatihan Menjahit untuk Warga Binaan

Keempat, banyak masyarakat yang tergiur haji menggunakan berbagai jenis visa tersebut. Haji non prosedural dianggap menjadi solusi bagi masyarakat yang tidak sabar menunggu antrean haji yang cukup lama. Namun, banyak masyarakat yang tidak mempertimbangkan berbagai faktor sebagai akibat dari haji non prosedural. Mereka tidak memahami regulasi, tidak mengetahui hak-haknya, dan tidak mengutamakan sisi pelindungan sebagai WNI di luar negeri. Berbagai faktor tersebut yang sering tidak terinformasikan dan tidak dipertimbangkan masyarakat secara matang sebelum memilih haji non prosedural.

Kelima, keberadaan para jemaah haji non prosedural menjadi persoalan dalam penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya. Karena mereka haji tanpa visa haji, maka kehadiran mereka di Tanah Suci menjadi ilegal. Mereka tidak tercatat secara resmi sebagai jamaah, baik menurut negara asal maupun bagi negara tujuan. Saat mereka hadir di Padang Arafah untuk wukuf, mereka tidak memiliki kuota lokasi tempat atau maktab sehingga mereka kadang mencaplok tenda maktab bagi jamaah haji resmi. Pencaplokan tenda merupakan bentuk kezaliman kepada pihak lain dan tidak layak dilakukan hanya untuk egoisme pribadi dalam menunaikan ibadah. Selain itu, jika mereka bermasalah hukum, dampaknya bukan mereka sendiri yang dijatuhi hukuman oleh pemerintah Arab Saudi, akan tetapi juga tentu mereka merepotkan pemerintah Indonesia, karena mereka adalah Warga Negara Indonesia.

Menurut keputusan musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah NU, haji visa non haji (tidak prosedural) sah, karena visa haji bukan bagian dari syarat-syarat haji dan rukun-rukun haji dan larangan agama yang berwujud dalam larangan pemerintah Arab Saudi bersifat eksternal (راجع إلى أمر خارج).

Baca Juga: Teh Kombucha, Rekayasa Teknologi Pangan Karya Siswa SMP IA 26 Yogyakarta

Sedangkan hajinya dianggap cacat dan yang bersangkutan berdosa karena beberapa hal berikut:

1. karena melanggar aturan syari'at yang mewjibkan menaati perintah ulil amri dan mematuhi perjanjian (يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود)

2. Praktik haji dengan visa non haji bertentangan dengan syariat. Orang yang haji dengan menggunakan visa non haji (tidak sesuai prosedur/ilegal) bertentangan dengan substansi syariat Islam karena praktik haji tidak prosedural ini berpotensi membahayakan dirinya sendiri dan juga jamaah haji lainnya.

Halaman:

Editor: Chaidir

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah