Puisi Gus Nas : Badak Kekuasaan

- 28 Januari 2024, 15:17 WIB
badak kekuasaan digambarkan sebagai sosok yang kuat dan kejam
badak kekuasaan digambarkan sebagai sosok yang kuat dan kejam /Ilustrasi : Pixabay

Berburu badak kekuasaan
: kubidikkan anak panah duka-lara
Agar kalian semua yang bercula satu
Siap-siap disembelih
dengan tajam sembilu
: Pusaka puisiku!

Tapi ular-ular beludak berkalung kebencian
melilitkan surban demokrasi
Memuncratkan bisa beracun
: melukai kata-kata
Meracuni sisik-sisik nurani

Siapa melawan siapa?
Ah, pertanyaan sampah!
Kebenaran selalu
menyembunyikan tahtanya

Berburu elang di cakrawala
Yang kujumpa bukan garuda atau rajawali
Melainkan taring serigala

: bukankah cakar dan lapar
pernah menculik luka
di tengkorak kepala?

Berburu banteng
di rimba raya
Aku mendengar lenguh sapi perahan
Merumput di dalam kabut

Siapa mengunyah siapa?
Kejujuran ternyata
telah patah tanduknya


Gus Nas Jogja, 27 Januari 2024

----------

Baca Juga: Relawan Ganjar - Mahfud Yogyakarta Senam Sehat dan Konsolidasi Kawal TPS

Tafsir Sosial-Politik

Puisi "Badak Kekuasaan" karya Gus Nas ini merupakan sebuah kritik sosial terhadap penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam puisi ini, badak kekuasaan digambarkan sebagai sosok yang kuat dan kejam, yang tidak segan-segan untuk melukai dan membunuh siapa saja yang menghalangi jalannya.

Pada bait pertama, penyair menyatakan niatnya untuk melawan badak kekuasaan dengan menggunakan kata-katanya yang tajam.

Namun, dalam bait kedua, penyair justru menemukan bahwa badak kekuasaan telah dilindungi oleh ular-ular kebencian.

Ular-ular ini melambangkan para pendukung kekuasaan yang tidak segan-segan untuk menggunakan kekerasan untuk mempertahankan status quo.

Dalam bait ketiga, penyair kembali menyatakan kebingungannya atas situasi yang terjadi.

Penyair tidak tahu siapa yang melawan siapa, karena kebenaran dan keadilan telah disembunyikan oleh kekuasaan.

Pada bait keempat, penyair menemukan bahwa kekuasaan telah menyebar ke berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam dunia politik dan ekonomi.

Penyair melihat bahwa para pemimpin politik dan ekonomi telah kehilangan kejujuran dan integritasnya.

Pada bait terakhir, penyair menyatakan bahwa kekuasaan telah menghancurkan kejujuran dan keadilan.

Kekuasaan telah mengubah banteng yang gagah berani menjadi sapi perahan yang hanya bisa menggemukkan perut para penguasa.

Baca Juga: KH Ma'ruf Amin Ingatkan Ulama Jaga Persatuan Umat dan Cegah Konflik Politik

Puisi ini menggunakan bahasa yang tajam secara penalaran, sederhana dalam pengucapan dan menghadirkan diksi yang mudah dipahami. Karenanya, pesan yang disampaikannya sangat kuat dan menggugah.

Puisi ini mengingatkan kita bahwa kekuasaan harus digunakan dengan hati-hati dan bertanggung jawab. Kekuasaan tidak boleh digunakan untuk menindas dan mengeksploitasi rakyat.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dianalisis dari puisi ini:

Figuratif:

Badak kekuasaan:
melambangkan sosok yang kuat dan kejam, yang tidak segan-segan untuk melukai dan membunuh siapa saja yang menghalangi jalannya.

Ular-ular berkalung kebencian:
melambangkan para pendukung kekuasaan yang tidak segan-segan untuk menggunakan kekerasan untuk mempertahankan status quo.

Elang di cakrawala:
melambangkan sosok yang kuat dan gagah berani.

Taring serigala:
melambangkan kekuatan yang berbahaya.

Banteng:
melambangkan sosok yang gagah berani dan tangguh.

Sapi perahan:
melambangkan sosok yang lemah dan tidak berdaya.

Baca Juga: Waspada Gelombang Tinggi di Laut Selatan DIY, Jateng dan Jabar

Tema:

Kritik sosial terhadap penyalahgunaan kekuasaan.

Amanat:

Kekuasaan harus digunakan dengan hati-hati dan bertanggung jawab.

Kekuasaan tidak boleh digunakan untuk menindas dan mengeksploitasi rakyat.

Tafsir Semiotik

Puisi ini merupakan kritikan yang tajam terhadap kekuasaan yang korup dan otoriter. Puisi tersebut mengingatkan kita bahwa kebenaran harus diperjuangkan, bahkan di saat kebenaran harus melawan kekuasaan.

Berikut adalah beberapa analisis dan tafsir semiotik tentang puisi tersebut:

Metafora badak yang kuat dan menindas

Badak adalah hewan yang kuat dan lincah. Ia juga memiliki cula yang tajam yang dapat digunakan untuk menyerang musuhnya. Dalam konteks puisi tersebut, badak melambangkan kekuasaan yang kuat dan menindas. Kekuasaan tersebut menggunakan kekuatannya untuk menekan dan menindas rakyat.

Anak panah duka-lara sebagai senjata perlawanan

Anak panah adalah senjata yang digunakan untuk menyerang jarak jauh. Dalam konteks puisi tersebut, anak panah duka-lara melambangkan perlawanan terhadap kekuasaan yang korup dan otoriter. Puisi merupakan senjata yang digunakan untuk melawan kekuasaan tersebut.

Ular-ular berkalung kebencian yang melilit surban demokrasi

Ular adalah hewan yang sering dikaitkan dengan kejahatan dan keburukan. Dalam konteks puisi tersebut, ular-ular berkalung kebencian melambangkan para pendukung kekuasaan yang menggunakan kebencian dan propaganda untuk melawan kebenaran. Mereka menggunakan kebencian dan propaganda untuk menutupi kejahatan dan keburukan yang dilakukan oleh kekuasaan.

Baca Juga: SUV Listrik New MG ZS EV Buatan Dalam Negeri yang Unggul

Kebenaran yang disembunyikan oleh kekuasaan

Kebenaran adalah sesuatu yang mutlak dan tidak dapat dipungkiri. Namun, dalam konteks puisi tersebut, kebenaran justru disembunyikan oleh kekuasaan. Kekuasaan menggunakan berbagai cara untuk menutupi kebenaran, termasuk menggunakan kebencian dan propaganda.

Elang yang berubah menjadi serigala

Elang adalah hewan yang sering dikaitkan dengan kekuatan dan kebebasan. Dalam konteks puisi tersebut, elang melambangkan kekuatan dan kebebasan. Namun, elang tersebut berubah menjadi serigala yang buas dan rakus. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan dan kebebasan dapat berubah menjadi sesuatu yang buruk jika digunakan untuk tujuan yang salah.

Banteng yang berubah menjadi sapi perahan

Banteng adalah hewan yang sering dikaitkan dengan kekuatan dan kejujuran. Dalam konteks puisi tersebut, banteng melambangkan kekuatan dan kejujuran. Namun, banteng tersebut berubah menjadi sapi perahan yang lemah dan hina. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan dan kejujuran dapat menjadi sia-sia jika tidak diperjuangkan. (AI) ***

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x