Puisi Gus Nas : Tupai

- 15 Desember 2023, 06:44 WIB
Berandai-andai menjadi tupai, otakku melompat dari dahan ke dahan
Berandai-andai menjadi tupai, otakku melompat dari dahan ke dahan /Ilustrasi Pixabay

DESK DIY - Berandai-andai menjadi tupai, otakku melompat dari dahan ke dahan, bergelayut di reranting zaman, pada pohon sejarah yang kian meranggas

Sepandai-pandai menata kata-kata, apalah artinya akal sehat jikalau mengumbar ucap dengan akhlak yang sakit

Dari ranting ke ranting logika, tupai tak pernah pamer otaknya, tapi akhirnya terpelanting juga sekadar retorika

Mendungu-dungukan kegelapan malam dan malas menyalakan lampu

Bukankah puncak filsafat dan ilmu adalah mawas diri? Puncak seni dan puisi adalah akal-budi?

Setupai-tupai puisi ini, pada Ilahi juga kupindai iman dan ilmu ini


Gus Nas Jogja, 15 Desember 2023
--------

Baca Juga: Inovasi Terbaru: Pilar Bahtera Energi dan Rolls-Royce Solutions Asia Merilis Teknologi Dynamic UPS

Puisi "Tupai" karya Gus Nas ini merupakan sebuah refleksi tentang pentingnya keseimbangan antara akal dan budi, pikiran dan tindakan, narasi dan aksi.

Tupai digambarkan sebagai hewan yang tangkas dan cerdik, tetapi juga sering terpelanting karena hanya mengandalkan akalnya tanpa pertimbangan budi.

Dalam bait pertama, penyair berandai-andai menjadi tupai yang melompat-lompat dari dahan ke dahan.

Hal ini menggambarkan semangat dan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia.

Namun, dalam bait kedua, penyair mengingatkan bahwa kecerdasan yang tidak disertai dengan budi pekerti yang baik tidaklah berarti apa-apa.

Dalam bait ketiga, penyair menggambarkan tupai yang melompat-lompat di ranting logika.

Baca Juga: Ketua KPK Nawawi Bantah Tuduhan Firli Bahuri Soal Ancaman dari Kapolda Metro Jaya

Hal ini menggambarkan usaha manusia untuk mencari kebenaran dan kebijaksanaan.

Namun, dalam bait keempat, penyair mengingatkan bahwa usaha tersebut seringkali sia-sia jika hanya mengandalkan logika tanpa pertimbangan budi.

Dalam bait kelima, penyair menegaskan bahwa puncak filsafat dan ilmu adalah mawas diri.

Hal ini berarti bahwa manusia harus mampu mengendalikan akalnya dengan budi pekerti yang baik.

Dalam bait keenam, penyair menegaskan bahwa puncak seni dan puisi adalah akal-budi.

Hal ini berarti bahwa karya seni dan puisi yang bernilai tinggi adalah karya yang lahir dari akal dan budi yang sehat.

Pada akhirnya, penyair menyimpulkan bahwa manusia haruslah seperti tupai yang pandai melompat, tetapi juga memiliki budi pekerti yang baik.

Baca Juga: Pedagang Teras Malioboro 2 Unjuk Rasa di Kantor Gubernur DIY. Apa Keluhannya?

Hal ini berarti bahwa manusia harus mampu menyeimbangkan antara akal dan budi dalam menjalani kehidupan.

Puisi ini menggunakan gaya bahasa yang sederhana, tetapi sarat makna dan tepat sasaran.

Puisi ini juga memiliki rima yang indah dan melodi yang enak didengar, jenaka dan terpercaya.

Puisi ini cocok untuk dibacakan dalam berbagai kesempatan, seperti acara keagamaan, acara seni, atau acara lainnya. Juga di acara wisuda dan kampanye politik.

Frasa-frasa Istimewa

Puisi "Tupai" karya Gus Nas ini merupakan sebuah refleksi tentang pentingnya keseimbangan antara akal dan budi.

Tupai digambarkan sebagai hewan yang tangkas dan cerdas, namun juga sering kali ceroboh dan sembrono.

Baca Juga: Ini Besaran Gaji Petugas KPPS Pemilu 2024. Pendaftaran Sudah Dibuka

Tupai dapat melompat dari satu dahan ke dahan dengan mudah, namun terkadang ia terjatuh karena terlalu mengandalkan kecerdasannya.

Pada bait pertama, penyair berandai-andai menjadi tupai.

Penyair membayangkan bagaimana otaknya melompat dari satu dahan ke dahan, bergelayut di reranting zaman, pada pohon sejarah yang kian meranggas.

Penyair sadar bahwa akal adalah hal yang penting, namun ia juga menyadari bahwa akal yang tidak diimbangi dengan budi akan menjadi berbahaya.

Pada bait kedua, penyair membandingkan tupai dengan orang-orang yang pandai berkata-kata, namun tidak memiliki akhlak yang baik.

Gus Nas mengatakan bahwa sepandai-pandai menata kata-kata, apalah artinya akal sehat jikalau mengumbar ucap dengan akhlak yang sakit.

Pada bait ketiga, penyair kembali menggambarkan tupai sebagai hewan yang ceroboh dan sembrono.

Baca Juga: Studi Tiru di Jawa Barat, Kemenag DIY Gali Inspirasi Program Tingkatkan Layanan Keagamaan

Gus Nas mengatakan bahwa tupai dapat melompat dari ranting ke ranting logika dengan mudah, namun akhirnya terpelanting juga sekadar retorika.

Penyair menyindir orang-orang yang hanya pandai berdebat, namun tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang apa yang mereka bicarakan.

Pada bait keempat, penyair mengajak pembaca untuk mawas diri.

Penyair mengatakan bahwa puncak filsafat dan ilmu adalah mawas diri. Puncak seni dan puisi adalah cerahnya akal-budi.

Pada bait terakhir, penyair kembali menegaskan bahwa pentingnya keseimbangan antara akal dan budi.

Baca Juga: Studi Tiru di Jawa Barat, Kemenag DIY Gali Inspirasi Program Tingkatkan Layanan Keagamaan

Gus Nas mengatakan bahwa setupai-tupai puisi ini, pada Ilahi juga kupindai iman dan ilmu ini.

Gus Nas berdoa kepada Tuhan agar diberikan kekuatan untuk selalu menyeimbangkan akal dan budi dalam hidupnya.

Secara keseluruhan, puisi "Tupai" ini merupakan sebuah puisi yang indah dan sarat makna.

Puisi ini mengajak pembaca untuk berpikir tentang pentingnya keseimbangan antara akal dan budi.

Akal yang tidak diimbangi dengan budi akan menjadi berbahaya, begitu pula sebaliknya.

Memaknai Keselarasan

Puisi "Tupai" karya Gus Nas ini merupakan sebuah refleksi tentang pentingnya keselarasan antara akal dan budi.

Dalam bait pertama, penyair berandai-andai menjadi tupai yang melompat dari dahan ke dahan.

Baca Juga: Garap Swing Voter, MU Perubahan Yogyakarta Fokus Anak Muda

Hal ini melambangkan kecerdasan dan ketajaman akal.

Namun, penyair kemudian menyadari bahwa akal yang tidak diimbangi dengan budi yang luhur hanyalah retorika yang kosong.

Dalam bait kedua, penyair membandingkan tupai dengan orang-orang yang pandai berbicara, tetapi tidak memiliki akhlak yang baik.

Orang-orang seperti ini hanya akan menimbulkan kegaduhan dan kebingungan.

Dalam bait ketiga, penyair menyatakan bahwa tupai tidak pernah pamer otaknya. Tupai hanya menggunakan akalnya untuk bertahan hidup.

Baca Juga: Keren ! KA Argo Dwipangga Operasikan Kereta Eksekutif dan Luxury New Generation

Hal ini berbeda dengan orang-orang yang suka pamer otaknya, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan nyata.

Dalam bait keempat, penyair menggambarkan kebodohan dan kegelapan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang tidak memiliki mawas diri, suka merendahkan sesama dan jauh dari akhlak terpuji.

Orang-orang seperti ini hanya akan membuat dunia menjadi lebih gelap.

Dalam bait terakhir, penyair menegaskan bahwa puncak filsafat dan ilmu adalah mawas diri. Puncak seni dan puisi adalah akal-budi.

Penyair juga menyatakan bahwa ia pun masih belajar untuk memadukan akal dan budi dalam puisinya. Menunduk bukan menanduk.

Secara keseluruhan, puisi "Tupai" merupakan sebuah puisi yang sarat makna, cerdas dalam imajinasi dan liar dalam eksplorasi majas dan interpretasi.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya keselarasan antara akal dan budi, iman dan ilmu, khayalan dan tindakan. ***

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x