Puisi Gus Nas : Makam Dongkelan

- 4 Desember 2023, 09:54 WIB
Di Makam Dongkelan Kupeluk kesadaran kalbu Yang fana sebelum cinta Adalah rasa malu.
Di Makam Dongkelan Kupeluk kesadaran kalbu Yang fana sebelum cinta Adalah rasa malu. /Foto : istimewa

DESK DIY - Seluruh ayat telah kucatat dalam khazanah rindu

Tapi di Makam Dongkelan ini aku kembali belajar dari Alifbata

Bening telaga Kyai Shihabuddin telah menenggelamkan marwahku
Penghulu segala ilmu
Mengajarkan rahasia mata air syahadat

Di ujung Barat, aku bersimpuh di kaki Kyai Munawwir bin Andurrosyad
Mengaji ilmu semesta dalam tujuh samudera Surat Al Fatihah

Nisan-nisan kusam di makam ini seperti sedang menyembunyikan cahaya
Tawakkal kata-kata

Air mataku jatuh satu per satu
Menggenangi kemarau masa lalu
Menetaskan aroma cinta di lubuh kalbu

Pada nisan Kyai Ali Maksum kutemukan sidik jari puisiku
Bahwa penyair dan syair tak indah jika saling berseteru

Aku mendesah tanda setuju
Kepada Gus Najib kusampaikan rindu yang mengharubiru

Di Makam Dongkelan
Kupeluk kesadaran kalbu
Yang fana sebelum cinta
Adalah rasa malu

Tafsir

Puisi "Makam Dongkelan" karya Gus Nas Jogja ini menggambarkan perjalanan spiritual seorang penyair yang sedang berziarah ke makam para ulama di Dongkelan, Yogyakarta.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Tuhan Tak Pernah Cuci Tangan

Pada bait pertama, penyair menyatakan bahwa dirinya telah mempelajari banyak hal tentang agama dan cinta, namun di Makam Dongkelan ia kembali merasa seperti anak kecil yang baru belajar dari Alifbata.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang telah memiliki pengetahuan yang luas, ia tetap perlu untuk selalu belajar dan memperdalam pemahamannya.

Pada bait kedua, penyair menggambarkan Kyai Shihabuddin sebagai penghulu segala ilmu yang mengajarkan rahasia mata air syahadat. Mata air syahadat adalah simbol dari hakikat kehidupan yang sejati.

Dengan mempelajari ilmu dari Kyai Shihabuddin, penyair merasa seperti telah menemukan kembali makna hidup.

Pada bait ketiga, penyair menyebutkan bahwa ia bersimpuh di kaki Kyai Munawwir bin Andurrosyad untuk belajar ilmu semesta. Kyai Munawwir adalah salah satu ulama besar di Indonesia yang dikenal sebagai sosok yang alim dan tawadhu.

Dengan belajar dari Kyai Munawwir, penyair merasa seperti telah mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang alam semesta dan kehidupan.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Bayi-Bayi Palestina

Pada bait keempat, penyair menggambarkan nisan-nisan di Makam Dongkelan seperti sedang menyembunyikan cahaya.

Hal ini menunjukkan bahwa para ulama yang dimakamkan di sana menyimpan banyak ilmu dan hikmah yang belum terungkap.

Pada bait kelima, penyair menyebutkan bahwa air matanya jatuh satu per satu saat ia berada di Makam Dongkelan.

Air mata ini merupakan simbol dari rasa rindu dan cinta yang mendalam yang ia rasakan kepada para ulama.

Pada bait keenam, penyair menyebutkan bahwa ia menemukan sidik jari puisinya pada nisan Kyai Ali Maksum.

Kyai Ali Maksum adalah seorang ulama dan pujangga besar yang dikenal sebagai sosok yang sederhana dan penuh cinta.

Dengan menemukan sidik jari puisinya pada nisan Kyai Ali Maksum, penyair merasa seperti telah mendapatkan konfirmasi bahwa puisinya adalah bentuk dari cinta dan kasih sayang.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Guru

Pada bait ketujuh, penyair mendesah tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh Kyai Ali Maksum.

Kyai Ali Maksum pernah berkata bahwa penyair dan syair tak indah jika saling berseteru.

Hal ini menunjukkan bahwa penyair harus memiliki cinta dan kasih sayang dalam diri mereka agar puisinya dapat menjadi karya yang indah dan bermakna.

Pada bait kedelapan, penyair menyebutkan bahwa ia menyampaikan rindu yang mengharubiru kepada Gus Najib.

Gus Najib adalah sosok ulama besar rendah hati yang dekat dengan penyair dan telah banyak memberikan inspirasi dan keteladanan kepadanya.

Penyair merasa rindu kepada Gus Najib karena ia tahu bahwa Gus Najib adalah sosok yang bijaksana dan penuh cinta.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Tulang Belulang Guru

Pada bait kesembilan, penyair menyatakan bahwa di Makam Dongkelan ia telah memeluk kesadaran kalbu. Kesadaran kalbu adalah simbol dari kejernihan hati dan pikiran.

Dengan berada di Makam Dongkelan, penyair merasa seperti telah menemukan kembali kesadaran kalbunya.

Pada bait kesepuluh, penyair menyatakan bahwa yang fana sebelum cinta adalah rasa malu.

Rasa malu adalah salah satu sifat yang mulia, namun jika rasa malu menghalangi seseorang untuk mencintai, maka rasa malu tersebut adalah rasa malu yang fana.

Secara keseluruhan, puisi "Makam Dongkelan" karya Gus Nas Jogja merupakan sebuah karya yang indah dan bermakna.

Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual seorang penyair yang sedang berziarah ke makam para ulama.

Melalui puisi ini, penyair mengajak kita untuk selalu belajar dan memperdalam pemahaman kita tentang agama dan cinta.

Ia juga mengajak kita untuk memiliki cinta dan kasih sayang dalam diri kita

Syarah Spiritual

Simaklah uraian bait per bait dalam keseluruhan puisi ini, dengan syarah spiritual yang dalam.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Bola di Kaki Jokowi

Seluruh ayat telah kucatat dalam khazanah rindu
Tapi di Makam Dongkelan ini aku kembali belajar dari Alifbata

Pada bait pertama, penyair mengungkapkan bahwa ia telah mempelajari banyak hal, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi.

Namun, di Makam Dongkelan, ia merasa seperti kembali menjadi seorang pemula yang baru mengenal huruf-huruf Alquran.

Bening telaga Kyai Shihabuddin telah menenggelamkan marwahku

Pada bait kedua, penyair menyebut Kyai Shihabuddin sebagai penghulu segala ilmu.

Di makam Kyai Shihabuddin, penyair merasa seperti tenggelam dalam ilmu yang begitu luas dan mendalam.

Penghulu segala ilmu
Mengajarkan rahasia mata air syahadat

Kiai Shihabuddin mengajarkan kepada penyair tentang rahasia syahadat, yaitu pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.

Syahadat adalah pintu gerbang menuju Islam, dan rahasianya adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Di ujung Barat, aku bersimpuh di kaki Kyai Munawwir bin Andurrosyad

Pada bait ketiga, penyair menyebut Kyai Munawwir bin Andurrosyad sebagai gurunya.

Di makam Kyai Munawwir, penyair belajar tentang ilmu semesta yang terkandung dalam Surat Al Fatihah.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Zikir

Mengaji ilmu semesta dalam tujuh samudera Surat Al Fatihah

Surat Al Fatihah adalah surat pertama dalam Alquran, dan ia mengandung makna yang sangat luas.

Surat ini mengajarkan tentang hakikat Allah, manusia, dan alam semesta.

Nisan-nisan kusam di makam ini seperti sedang menyembunyikan cahaya

Pada bait keempat, penyair menggambarkan makam-makam di Dongkelan sebagai nisan-nisan kusam yang menyembunyikan cahaya.

Cahaya tersebut adalah cahaya ilmu dan hikmah yang dimiliki oleh para ulama yang dimakamkan di sana.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Tabut Sulaiman

Tawakkal kata-kata

Nisan-nisan itu seperti sedang bertawakal kepada kata-kata untuk menyampaikan pesan-pesan mereka kepada dunia.

Air mataku jatuh satu per satu

Pada bait kelima, penyair menangis karena merasa tersentuh oleh pesan-pesan para ulama yang dimakamkan di Dongkelan.

Air matanya bagaikan sungai yang menggenangi kemarau masa lalu dan menumbuhkan aroma cinta di lubuk kalbu penyair.

Menggenangi kemarau masa lalu

Air mata penyair menggenangi kemarau masa lalunya, yaitu masa ketika ia belum mengenal Islam dengan benar.

Menetaskan aroma cinta di lubuh kalbu

Air mata penyair juga menumbuhkan aroma cinta di lubuk kalbu penyair.

Cinta adalah intisari dari Islam, dan ialah yang akan menuntun manusia menuju kebahagiaan sejati.

Pada nisan Kyai Ali Maksum kutemukan sidik jari puisiku

Pada bait keenam, penyair menemukan sidik jari puisinya pada nisan Kyai Ali Maksum.

Kyai Ali Maksum adalah seorang ulama yang juga seorang pujangga.

Buah pikir beliau dikenal karena keindahan dan kedalaman maknanya.

Bahwa penyair dan syair tak indah jika saling berseteru

Penyair menyadari bahwa penyair dan syair tidak akan indah jika saling bertentangan.

Penyair haruslah menjadi penyair yang beriman, dan syair haruslah berisi pesan-pesan kebenaran.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Pengantin Palestina

Aku mendesah tanda setuju

Penyair setuju dengan pesan yang disampaikan oleh Kyai Ali Maksum.

Kepada Gus Najib kusampaikan rindu yang mengharubiru

Pada bait ketujuh, penyair menyampaikan rindunya kepada Gus Najib. Gus Najib adalah seorang ulama yang juga seorang penghafal Al-Qur'an. Ia adalah guru penyair, dan penyair sangat menghormatinya.

Di Makam Dongkelan
Kupeluk kesadaran kalbu

Pada bait terakhir, penyair menyatakan bahwa di Makam Dongkelan, ia telah memeluk kesadaran kalbu.

Kesadaran kalbu adalah kesadaran yang datang dari hati, dan ialah yang akan membimbing manusia menuju kebenaran.

Yang fana sebelum cinta

Penyair menyadari bahwa segala sesuatu yang fana akan lenyap sebelum cinta.

Cinta adalah yang abadi, dan ialah yang akan membawa manusia menuju kebahagiaan sejati.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Negeri Para Nabi

Makna

Puisi "Makam Dongkelan" memiliki makna yang mendalam tentang perjalanan spiritual manusia.

Puisi ini mengajarkan kita untuk selalu belajar dan berrendah hati, serta untuk selalu mengingat kematian.

Puisi ini juga mengingatkan kita bahwa cinta adalah hal yang paling utama dalam hidup.

Cinta adalah kekuatan yang dapat menggerakkan dunia dan membawa kita pada kebahagiaan sejati.

Kesimpulan

Puisi "Makam Dongkelan" adalah puisi yang indah dan penuh makna.

Puisi ini merupakan karya yang patut dibaca dan direnungkan oleh setiap orang. (AI)

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x