Mereka harus hidup dalam ketakutan dan keputusasaan.
Puisi ini kemudian mempertanyakan apakah dunia memiliki mata dan telinga untuk melihat dan mendengar penderitaan bayi-bayi Palestina.
Dunia telah melihat begitu banyak kehancuran dan kematian di Palestina, tetapi apakah dunia benar-benar peduli?
Puisi ini juga menggambarkan betapa dekatnya kematian bagi bayi-bayi Palestina.
Mereka hidup dalam ancaman kematian setiap saat. Lapar dan dahaga telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Mereka seperti bayi-bayi yang berpeluk prahara sejak di dalam rahim ibunya.
Duka dan sedih tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Oleh karena itu, penyair menggunakan diksi puisi untuk menggambarkan perasaan tersebut.
Kesedihan bayi-bayi Palestina bagaikan sayap-sayap merpati yang dipatahkan semena-mena.
Di akhir puisi, bayi-bayi Palestina menjerit di sepertiga malam.