Kisah dari Kotagede. Ketika Tarawehan Keliling Rumah, Jamaah Berdatangan dari Lintas Kampung

- 30 Maret 2023, 11:21 WIB
Suasana sholat Idul Fitri warga Kotagede di Lapangan Giwangan tempo dulu.
Suasana sholat Idul Fitri warga Kotagede di Lapangan Giwangan tempo dulu. /Foto : dok. Ismail

DESK DIY -- Kalau sekarang, di abad ke dua puluh satu ini jumlah masjid, musholla dan surau sudah sangat banyak. Bangunan bagus, tempatnya bersih, ada tempat wudlu pakai kran dan ada toilet.

Jamaah terdekat atau musafir yang mampu shalat, termasuk shalat tarawih mendapat asupan ruhani dari ustadz atau kiai kampung yang cukup ilmu agamanya. Warga masyarakat menjadi nyaman dan bersemangat dalam beribadah.

Keadaan ini tentu berbeda dengan limapuluh tahun lalu yang masih berada di abad dua puluh. Waktu itu jumlah masjid sedikit, apalagi jumlah langgar atau surau. Musholla pun masih satu dua untuk setiap kota kecamatan.

Baca Juga: Pemain Timnas Kecewa Indonesia Dibatalkan sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U 20

Pada zaman itu biasa kalau tarawih untuk orang tua, warga kampung, masih menempati rumah penduduk. Dan jamaah orang tua berasal dari lintas kampung. Ukhuwah dan silaturahmi antarkampung terjaga dengan baik.

Rumah warga kampung yang dijadikan tempat tarawih biasa berpindah setiap tahunnya. Semua bergantung kesepakatan warga yang ditunjuk sebagai panitia tarawihan.

Sebagai contoh, kampung bernama Cokroyudan Kotagede. Kampung toponim lama karena di zaman kerajaan Mataram Islam masih beribukota di Kotagede pernah tinggal dan hidup seorang Demang Cokroyudo yang bertugas membawa songsong atau payung jika raja bepergian.

Baca Juga: Harus Ada Regulasi Lindungi Pelaku Ekonomi Kreatif dari Hadirnya Artificial Intelligence

Halaman:

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x