Sri Sultan HB X Ungkap Sejarah Berdirinya Daerah Istimewa Yogyakarta

14 Maret 2024, 04:55 WIB
Gubernur DIY Sri Sultan HB X. /Foto : Chaidir

DESK DIY - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) genap berusia 269 tahun pada 13 Maret 2024. Perayaan memperingati berdirinya DIY diselenggarakan upacara Hari Jadi atau Hari Ulang Tahun (HUT) yang berlangsung di Stadion Mandala Krida Yogyakarta dengan inspektur upacara Wakil Gubernur DIY Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam X.

Sementara DPRD DIY juga menggelar Rapat Paripurna Istimewa peringatan Hari Jadi ke-269 DIY. Dalam rapat tersebut Gubernur DIY Sri Sultan HB X memberikan pidato dan mengungkap sejarah Hari Jadi DIY yang diharapkan membawa manfaat dan kesadaran baru bagi pemda dan masyarakat DIY.

Dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD DIY dihadiri pula oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Drs HA Hafidh Asrom MM, Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X dan para pejabati tinggi di DIY.

Baca Juga: PLN Tambah Daya Listrik Industri Nikel di Kalimantan Timur

Sri Sultan mengatakan penetapan Hari Jadi DIY adalah manifestasi dari kesatuan pemikiran dan dukungan masyarakat, mengukuhkan fakta sejarah, dan memperkuat kesepakatan kolektif tentang pentingnya momen ini. Dukungan dari DPRD sebagai representasi lapisan masyarakat DIY, tidak hanya menguatkan fondasi keistimewaan Yogyakarta tetapi juga memperkaya keberagaman dalam bingkai NKRI.

"Dengan merujuk pada rangkaian histori dan nilai budaya, yang menjadi penegas Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta itu, dan dengan berpedoman pada hasil kajian yang disajikan dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka hari lahir Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan pada Tanggal 13 Maret 1755, atau dalam kalender Jawa, Kemis Pon tanggal 29 Jumadil'awal tahun Be 1680," ungkap Sultan.

Secara lebih detail dan mendalam, beberapa fakta sejarah dan nilai budaya berikut, menjadi dasar-dasar, yang pada akhirnya menetapkan tanggal 13 Maret 1755, sebagai hari lahir DIY yakni pada hari tersebut, di Hutan Beringan, Sultan Hamengku Buwono secara resmi mendeklarasikan berdirinya Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat, yang juga menandakan pembentukan negara dan pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, lengkap dengan elemen pemerintahan, wilayah, dan rakyatnya, meskipun istana belum terbangun.

Baca Juga: Senator Hafidh Asrom : Hadirnya Perda DIY Perlu Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat

Dalam momen tersebut, Sultan Hamengku Buwono resmi menyatakan wilayah kekuasaannya sebagai Ngayogyakarta Hadiningrat terletak di Hutan Beringan, yang juga dikenal sebagai Beringin atau Pabringan, di mana terdapat sumber air Pachetokan dan pesanggrahan Garjitawati.

Awalnya, pembangunan pesanggrahan ini digagas oleh Sunan Amangkurat IV yang meninggal sebelum selesainya. Proyek tersebut kemudian diteruskan oleh Sunan Pakubuwana II, yang menghasilkan pesanggrahan yang berganti nama menjadi Ayodhya. Lokasi ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat sementara untuk jenazah bangsawan Mataram dari Surakarta sebelum dikebumikan di Imogiri.

"Tanggal 13 Maret 1755 sekaligus menjadi momentum, dimana untuk pertama kalinya digunakan nama Ayodhya yang kemudian dilafalkan menjadi Ngayodhya dan Ngayogya. Dari kata inilah kemudian dijadikan nama Ngayogyakarta Hadiningrat, yang berarti tempat yang baik dan sejahtera yang menjadi suri tauladan keindahan alam semesta. Dalam tradisi Jawa, Ngayogyakarta merupakan nama negara baru yang terdiri atas separoh bumi Mataram, yang sekaligus juga nama ibukota negara. Kesamaan ini mengandung makna, bahwa ibu kota bukan hanya pusat administratif pemerintahan atau perniagaan, tetapi juga merupakan cerminan dari keseluruhan nagari. Sementara ungkapan Hadiningrat, mengisyaratkan bahwa secara konseptual dicita-citakan agar nagari ini dapat menginspirasi dunia dengan keindahan, kesempurnaan, dan keunggulannya," ujarnya.

Baca Juga: Sambut Ramadan, DAIFIT Bagi-Bagi Hadiah Umrah

Tanggal 13 Maret 1755, sekaligus menandai puncak jiwa kemerdekaan yang digelorakan oleh Pangeran Mangkubumi, untuk melepaskan diri dari hegemoni kolonialisme Belanda untuk membangun sebuah peradaban baru yang bernama Ngayogyakarta Hadiningrat. Waktu ini juga menyimbolkan persatuan kewilayahan Yogyakarta, karena pada masa ini (Sultan Hamengku Buwono I), wilayah Yogyakarta belum terpecah akibat intervensi kolonialisme. ***

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler