Puisi Gus Nas : Bangunkan Aku, Ibu

- 9 Januari 2024, 08:21 WIB
Bangunkan aku, Ibu! Sawah membentang tak lagi hijau.
Bangunkan aku, Ibu! Sawah membentang tak lagi hijau. /Ilustrasi Pixabay

Bangunkan Aku, Ibu
Panjang berdebu kaki melangkah, tapi jejak hanya puing-puing mimpi dan nestapa

Gus Nas memulai puisinya dengan menggambarkan kondisi Indonesia yang memprihatinkan. Ia melihat bahwa rakyat Indonesia telah kehilangan harapan dan impiannya. Mereka berjalan tanpa arah, tanpa tujuan, dan tanpa harapan.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Surat Terbuka untuk Capres

Bangunkan aku, Ibu!
Sawah membentang tak lagi hijau, para petani tak berdaya melawan lintah darat, pemanasan global dan carut-marut pupuk pestisida, sedangkan panen raya gagal karena impor beras lebih dahulu merajalela

Penyair kemudian menyoroti kondisi petani di Indonesia. Ia mengatakan bahwa para petani telah kehilangan mata pencahariannya. Sawah-sawah mereka telah rusak karena lintah darat, pemanasan global, dan carut-marut pupuk pestisida. Panen raya mereka gagal karena impor beras lebih dahulu merajalela.

Ini bukan sedu-sedan, Ibu, tapi lukisan kesedihan seekor burung pipit yang diterkam ular raksasa, bukan pula keluh-kesah, tapi potret buram anak-anak petani yang digilas roda traktor para tengkulak

Gus Nas menggunakan metafora untuk menggambarkan kondisi para petani. Ia mengatakan bahwa para petani bagaikan burung pipit yang diterkam ular raksasa. Mereka juga bagaikan anak-anak yang digilas roda traktor para tengkulak.

Bangunkan aku, Ibu, laut membentang tapi nelayan terbanting di batu-batu karang, mau berlayar tak ada solar, tercampak di pantai tersapu pukat harimau, sedangkan kemiskinan terus diperas dan dicurangi, tak ada yang bisa dijual selain kekalahan dan harga diri

Baca Juga: Bawaslu Pamekasan Datangi Gus Miftah di Sleman, Klarifikasi Soal Bagi-Bagi Uang

Penyair juga menyoroti kondisi nelayan di Indonesia. Ia mengatakan bahwa para nelayan telah kehilangan mata pencahariannya. Mereka terbanting di batu-batu karang karena tidak ada solar untuk berlayar. Mereka juga tersapu pukat harimau. Kemiskinan terus diperas dan dicurangi, sehingga para nelayan hanya bisa menjual kekalahan dan harga diri.

Halaman:

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x