Puisi Gus Nas : Kerikil di Kaos Kaki

- 4 Januari 2024, 14:31 WIB
Poster-poster jumawa itu kini telah mengepung desa.
Poster-poster jumawa itu kini telah mengepung desa. /Ilustrasi : Pixabay

DESK DIY - Poster-poster jumawa itu kini telah mengepung desa, sedangkan wajah-wajah pengemis suara pada ribuan baliho di kota-kota besar itu seakan sudah kehabisan kata

Merapatlah erat-erat dalam keringat rakyat, resapi segala rasa dan derita di kaki kekuasaan

Menjauhlah dari angka-angka dalam amplop meja judi kekuasaan di manapun kalian berada, wahai anak-anak bangsa

Rasakan kerikil dalam sepatu selama lima tahun lamanya


Gus Nas Jogja, 4 Januari 2024
----------

Kritik Sosial-Profetik

Dalam puisi "Kerikil di Kaos Kaki" karya Gus Nas, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan kembali kondisi bangsa Indonesia saat ini. Poster-poster jumawa para politisi yang telah mengepung desa dan baliho-baliho wajah pengemis suara di kota-kota besar seakan menjadi simbol dari ketidakadilan dan kesenjangan yang terjadi di masyarakat.

Penyair kemudian mengajak pembaca untuk merapat erat-erat dalam keringat rakyat dan meresapi segala rasa dan derita yang dialami oleh rakyat. Hal ini merupakan bentuk solidaritas dan empati kepada rakyat yang selama ini telah menderita akibat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka.

Baca Juga: Pedagang Pasar Sentul Siap Dikembalikan ke Tempat Asal

Penyair juga mengajak pembaca untuk menjauh dari angka-angka dalam amplop meja judi kekuasaan. Hal ini merupakan sindiran kepada para politisi yang telah mengorbankan kepentingan rakyat demi meraih kekuasaan.

Terakhir, penyair mengajak pembaca untuk merasakan kerikil dalam sepatu selama lima tahun lamanya. Hal ini merupakan simbol dari penderitaan yang dialami oleh rakyat selama lima tahun pemerintahan yang telah lalu.

Pada konteks pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang akan diselenggarakan pada tahun 2024, puisi ini dapat menjadi pengingat bagi para pemilih untuk memilih pemimpin yang benar-benar berpihak kepada rakyat dan tidak hanya mengejar kekuasaan.

Berikut adalah beberapa interpretasi lain dari puisi "Kerikil di Kaos Kaki":

Poster-poster jumawa dan wajah-wajah pengemis suara dapat diartikan sebagai simbol dari propaganda dan penipuan yang dilakukan oleh para politisi untuk meraih kekuasaan.

Baca Juga: Ndhank Surahman Somasi Andre Taulany. Ada Apa dengan Stinky?

Merapatlah erat-erat dalam keringat rakyat dapat diartikan sebagai bentuk persatuan dan kesatuan rakyat untuk melawan ketidakadilan dan kesenjangan.

Menjauhlah dari angka-angka dalam amplop meja judi kekuasaan dapat diartikan sebagai bentuk penolakan terhadap praktik korupsi dan kolusi yang terjadi di pemerintahan.

Rasakan kerikil dalam sepatu selama lima tahun lamanya dapat diartikan sebagai bentuk komitmen untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Puisi ini merupakan sebuah karya sastra yang kaya akan makna.

Puisi ini dapat menjadi renungan bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kondisi bangsa Indonesia dan memilih pemimpin yang benar-benar berpihak kepada rakyat.

Sastra Kontekstual dan Berpihak!

Tema:

Bertema tentang kritik sosial terhadap politik Indonesia, puisi ini menggambarkan kondisi politik Indonesia yang didominasi oleh para elit yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Para elit ini tidak peduli dengan penderitaan rakyat yang harus menanggung beban akibat kebijakan-kebijakan mereka.

Baca Juga: Empat Pejabat Pembuat Komitmen Kemenhub Diperiksa KPK

Analisis:

Puisi ini terdiri dari empat bait. Bait pertama menggambarkan kondisi politik Indonesia yang semakin represif. Para elit politik menggunakan poster dan baliho untuk mengepung desa dan kota-kota besar. Mereka menyebarkan propaganda yang jumawa dan menghina rakyat.

Bait kedua mengajak rakyat untuk mendekatkan diri pada rakyat. Rakyat harus merasakan segala rasa dan derita yang dialami oleh rakyat. Rakyat harus menjauhi para elit politik yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri.

Bait ketiga mengajak rakyat untuk menjauhi politik uang. Rakyat harus menolak politik yang hanya mempermainkan angka-angka dalam amplop.

Bait keempat mengajak rakyat untuk merasakan penderitaan rakyat selama lima tahun terakhir. Rakyat harus berjuang untuk mengubah kondisi politik Indonesia yang menyengsarakan rakyat.

Baca Juga: Hujan Deras Disertai Angin Kencang Melanda Yogyakarta, Solo dan Klaten. Banyak Pohon Tumbang dan Rumah Roboh

Makna:

Puisi ini memiliki makna yang mendalam, dan mengajak rakyat untuk sadar akan kondisi politik Indonesia yang menyengsarakan rakyat. Rakyat harus berjuang untuk mengubah kondisi politik Indonesia agar lebih adil dan sejahtera.

Refleksi:

Puisi ini relevan dengan kondisi politik Indonesia saat ini. Para elit politik masih berkuasa dan hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Rakyat masih harus menanggung beban akibat kebijakan-kebijakan para elit politik.

Puisi ini dapat menjadi inspirasi bagi rakyat untuk berjuang untuk mengubah kondisi politik Indonesia. Rakyat harus bersatu dan berjuang untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih adil dan sejahtera.

Baca Juga: Stasiun Tugu dan Lempuyangan Yogyakarta Akan Direvitalisasi

Berdiri di Garis Rakyat!

Dalam puisi ini, Gus Nas menyampaikan kritiknya terhadap para politisi yang sedang berkampanye menjelang pemilihan umum. Ia menyindir para politisi yang memasang poster-poster jumawa di desa-desa dan baliho-baliho di kota-kota besar.

Gus Nas juga menyindir para politisi yang hanya mementingkan perolehan suara, tanpa memikirkan nasib rakyat.

Gus Nas mengajak rakyat untuk tidak terpengaruh oleh kampanye para politisi. Ia mengingatkan rakyat untuk merasakan kerikil dalam sepatu selama lima tahun lamanya.

Kerikil dalam sepatu merupakan metafora untuk penderitaan rakyat yang diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan buruk para politisi.

Baca Juga: LPS Canangkan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Nusa Bantarloji

Puisi ini memiliki makna yang mendalam. Gus Nas tidak hanya sekadar mengkritik para politisi, tetapi juga mengajak rakyat untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin.

Rakyat harus memilih pemimpin yang benar-benar peduli dengan nasib mereka.

Berikut adalah analisis lebih lanjut dari puisi "Kerikil di Kaos Kaki":

Pertama, puisi ini menggunakan metafora yang kuat untuk menggambarkan penderitaan rakyat.

Kerikil dalam sepatu merupakan metafora yang sangat efektif untuk menggambarkan rasa sakit dan ketidaknyamanan.

Kedua, puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Hal ini membuat puisi ini dapat dinikmati oleh semua kalangan, termasuk rakyat jelata.

Ketiga, puisi ini memiliki pesan yang jelas dan tegas.

Gus Nas mengajak rakyat untuk tidak terpengaruh oleh kampanye para politisi dan untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli dengan nasib mereka. (AI) ***

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x