Sastra Mataraman, Sumber Kearifaan Jawa Masih Bisa Diakses tapi Pembaca dan Pengkaji Terbatas

- 13 April 2023, 11:27 WIB
Sarasehan Sastra bertajuk Sarisastra Mataraman.
Sarasehan Sastra bertajuk Sarisastra Mataraman. /Foto : Imamuzzaman Siddiqi

DESK DIY, Yogya -- Karya sastra Mataraman, yaitu karya sastra yang dihasilkan oleh Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran dan Puro Pakualaman masih bisa diakses oleh siapa pun. Termasuk oleh generasi muda yang ingin menimba kearifan Jawa yang berkualitas adiluhung.

Sebagian karya sastra tersebut malahan sudah dialihaksara dan diterjemahkan. Pesan-pesan moral dalam karya piwulang, pesan pesan historis dalam karya babad dan karya dokumentasi kegiatan seni budaya kerajaan dan Kadipaten di kawasan Mataraman pun bisa diserap dan dipelajari kembali.

Hanya masalahnya, yang melakukan pembacaan dan kajian baru terbatas karena merupakan kegiatan personal. Dilakukan oleh ahli membaca teks lama atau para filolog. Kajian tentang ini pun diminati oleh kalangan terbatas pula.

Baca Juga: Menikmati Suasana Budaya Tempo Dulu Bersama Sastra Emha di Kadipiro

Meski demikian, para sarjana sastra Jawa generasi muda sudah mulai banyak yang mengungkapkan hasil penelitian mereka. Seperti yang dilakukan oleh Rendra Agusta MSos atas karya sastra Jawa Mataraman koleksi Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran, yang dilakukan oleh Muhammad Bagus Febriyanto MHum terhadap karya sastra Kadipaten Pakualaman dan yang dikaji dengan serius oleh Dr Arsanti Wulandari MHum terhadap karya sastra Kasultanan Yogyakarta.

Ketiga narasumber ini ketika berbicara pada Sarasehan Sastra bertajuk Sarisastra Mataraman dengan moderator seorang filolog Arum Ngesti Palupi, yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta di ruang seminar Rabu (12/4/2023).

Mereka mengemukakan hal-hal yang menarik dan khas dari karya sastra yang dihasilkan oleh masing masing kerajaan dan Kadipaten pewaris kerajaan Mataram Islam itu.

Baca Juga: Sastra Mampu Mencerdaskan dan Membangun Peradaban

Karya sastra Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran yang disimpan di beberapa tempat dan perpustakaan misalnya menurut Rendra, selain berupa karya berisi petuah atau karya pitutur, juga ada karya tentang gending dan tarian, primbon, bahkan laporan kegiatan desa-desa di wilayah kerajaan ini.

Sedangkan karya sastra di Kadipaten Puro Pakualaman sebagai dikemukakan oleh Bagus Febriyanto, selain berupa sastra pitutur atau piwulang juga ada karya dokumentasi seni pertunjukan sebagaimana karya Paku Alam IV.

Sedang Dr Arsanti lebih membuka wawasan tentang adanya tim penulisan karya sastra Kasultanan Yogyakarta yang menerima perintah Raja untuk menuliskan ide-idenya yang cemerlang. Dari prosesnya juga menunjukkan adanya kesesuaian dengan perkembangan zaman.

Baca Juga: Komunitas Sastra Kampung Yogya Menggeliat Lagi

Ini bisa dilihat dan diperbandingkan antara Babad Yogyakarta yang dihasilkan pada zaman Sultan Hamengku Buwono V yang masih menggunakan dluwang dan Sultan Hamengku Buwono VII yang sudah menggunakan kertas buatan pabrik.
Dan apa pun yang menjadi pesan penting di dalam karya sastra Mataraman maka yang lebih penting adalah perlunya sosialisasi hasil penelitian yang membongkar apa yang selama ini tersembunyi di balik aksara Jawa yang tidak banyak orang mampu membacanya.

Agar sesuatu yang dihasilkan oleh dua kerajaan dan dua kadipaten pewaris Kerajaan Mataram Islam itu bisa juga diwarisi oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Sesuatu itu adalah kearifan dalam memandang hidup dan dalam menjalani kehidupan.***

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah