Ketika Ting dan Obor Menyala di Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

- 9 April 2023, 04:28 WIB
Tradisi malam Selikuran yang digelar Kraton Surakarta.
Tradisi malam Selikuran yang digelar Kraton Surakarta. /Foto : Dokumen

DESK DIY -- Kalau tradisi malam Selikuran di Kraton Kasunanan Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta berlangsung semalam, masyarakat Yogyakarta tempo dulu memasang ting dan obor di jalan jalan kampung selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

 

Waktu itu aliran listrik belum merata dan masih banyak lorong kampung gelap atau remang remang. Di Kotagede misalnya anak anak biasa berangkat dan pulang sholat tarawih dengan membawa obor dari blombong pepaya atau dari carang bambu.

Pada malam sepuluh hari setelah tanggal duapuluh Ramadhan, kampung-kampung kalau malam menjadi mandi cahaya. Anak anak yang berangkat dan pulang sholat tarawih di langgar atau di pendapa penduduk bisa menyimpan obor mereka untuk dipersiapkan nanti dipakai pawai keliling kampung pada malam takbiran.

Baca Juga: Hadapi Arus Mudik, Menteri Perhubungan Periksa Kesiapan Sarana dan Prasarana Transportasi

Tanpa obor malam-malam ini anak anak tidak takut melewati lorong kampung, meski lorongnya dekat makam kuno.

Kalau malam-malam di bulan Ramadhan obor dan ting sudah dipasang ini pertanda manusia dianjurkan meningkatkan ibadahnya, bertadarus dan beriktikaf. Sudah muncul suasana gembira di hati anak-anak karena Idul Fitri atau Lebaran segera tiba.

Mereka sudah membayangkan baju baru dan makanan enak. Juga yang remaja laki laki sudah menyiapkan anggaran untuk membeli pomade minyak wangi untuk rambut yang waktu itu terkenal dengan pomade cap Pompa. Yang remaja perempuan menyiapkan anggaran untuk membeli bedak harum merk Japarco.

Halaman:

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x