Serial Pak Bei : Jangan Pilih Politisi Busuk

1 Januari 2024, 14:34 WIB
Memilih pemimpin harus mengetahui rekam jejaknya Jangan pilih politisi busuk.. /Ilustrasi Pixabay

DESK DIY - "Pak Bei, jamaah di masjid kami kemarin tanya, Pemilu bulan depan kita mau milih siapa? Aku belum bisa jawab," kata Kang Narjo setelah melemparkan koran di lantai.

"Mereka belum punya pilihan, Kang?"

"Belum, Pak Bei. Kita kan harus mencoblos 5 nama, caleg DPR Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD, dan Capres-Cawapres. Betul-betul repot. Sampai sekarang aku sendiri belum bisa menentukan pilihan. Masih bingung."

Pak Bei maklum bila Kang Narjo masih kesulitan menentukan pilihan, apalagi jamaahnya. Sebagai calon pemilih, sejauh ini rakyat hanya disuguhi foto-foto caleg terpasang bertebaran di pinggir-pinggir jalan dan pojok perkampungan. Ada yang dipaku di pepohonan, ada juga yang dipajang menggunakan tiang bambu.

"Kita belum tahu mana caleg yang benar-benar layak dipilih jadi wakil di lembaga legislatif. Minim informasi, Pak Bei."

"Kalau untuk Capres-Cawapres bagaimana, Kang?"

"Kalau itu lumayan. Kita bisa cari informasi tentang ketiga pasangan itu kapan saja di koran dan internet. Yang repot untuk memilih caleg, Pak Bei."

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Kegilaan Milik Semua

Mendengar kesulitan sahabatnya itu, Pak Bei jadi teringat isi khotbah Jumat yang diikutinya tempo hari di mesjid rest area tol menuju Semarang. Diceritakannya bahwa Pak Bei sampai di masjid rest area ketika azan hampir selesai dikumandangkan. Pak Bei pun tetap melakukan sholat tahiyyatul-masjid meski khotib sudah mulai menyampaikan khotbahnya.

"Jamaah yang dirahmati Allah," khotib menyapa jamaah, "Sebentar lagi kita akan Pemilu, tepatnya besok tanggal 14 Februari 2024. Khotib berwasiat, marilah kita pergunakan hak pilih kita dengan sebaik-baiknya. Pilihan kita akan menentukan masa depan negara ini, apakah akan semakin rusak-rusakan ataukah akan menjadi lebih baik. Maka jangan ada yang golput," kata khotib dengan suaranya yang serak-serak basah namun cukup menggelegar itu.

"Tema yang kontekstual. Up to date," batin Pak Bei.

"Apa inti pesan khotib, Pak Bei?," tanya Kang Narjo.

"Kang Narjo tentu masih ingat kisah Nabi Ibrahim AS yang ditangkap dan dibakar oleh Raja Namrud karena telah menghacurkan patung-patung sesembahannya."

Baca Juga: Dampak Pemberhentian Kiai Mustamar, Beberapa PCNU dan PWNU Ditengarai Mulai Konsolidasi MLB NU

"Ooh iya ingat. Api yang berkobar-kobar itu menjadi terasa dingin sehingga tidak bisa membakar Nabi Ibrahim, atas diperintah oleh Allah SWT."

"Betul, Kang. Tapi bukan itu pesan khotib kemarin."

"Apa pesannya?"

"Khotib mengajak jamaah mencontoh perjuangan burung emprit."

"Maksudnya?"

"Melihat Nabi Ibrahim Khalilullah yang dizalimi dan dibakar, burung-burung emprit beramai-ramai berjuang memadamkan api yang berkobar-kobar. Mereka mengambil air dari sungai dengan paruhnya yang kecil-kecil untuk diteteskan di nyala api yang berkobar."

"Terus, Pak Bei.."

"Di sisi lain, ada gerombolan cicak yang menjulur-julurkan lidahnya, berjuang meniup-niup nyala api agar semakin besar dan menghabisi Nabi Ibrahim. Melihat tingkah burung-burung emprit, cicak-cicak itu tertawa terbahak-bahak mengejeknya.

"Hei, kalian ini ngapain? Bodih sekali. Mana bisa air sak uprit yang kalian teteskan itu mampu memadamkan kobaran api ini," kata para cicak.

"Biarin saja, weeeek," jawab burung emprit sambil terus hilir-mudik mengambil air untuk memadamkan api.

Baca Juga: 45 Caleg PKB Bantul Ikuti Pembekalan dan Konsolidasi Pemenangan Pemilu

"Silahkan saja kalian menganggap usaha kami sia-sia. Tapi kami yakin, Allah SWT pasti melihat betapa kami ini berpihak pada orang baik, pada orang yang jelas amanah dan jujur, hamba yang sangat taat pada perintahNya, hamba yang selalu berbelas-kasih pada sesama dan seluruh alam, hamba yang tidak pernah berbuat kerusakan di muka bumi," jawab burung-burung emprit.

"Maknanya bagaimana itu, Pak Bei? Apa hubungannya dengan Pemilu nanti?"

"Menurut khotib kemarin, Raja Namrud dan hulu-balangnya adalah simbol dari politisi busuk. Yaitu, para politisi yang berani melakukan apapun demi mencapai ambisinya, politisi yang tega mengambil harta rakyatnya dengan cara apapun, politisi yang bermain proyek dengan dana APBN dan APBD lalu dikorupsi ramai-ramai, politisi yang suka kongkalingkong membuat peraturan-peraturan guna melanggengkan kekuasannya, penguasa yang hanya memikirkan kemakmuran keluarga dan kelompoknya, penguasa yang membayar mahal para buzzer dan pendukungnya untuk terus memfitnah, menyerang, menyebarkan permusuhan dan mencelakakan orang-orang yang berbeda pendapat dengannya."

"Kalau Nabi Ibrahim simbol apa, Pak Bei?"

"Dialah simbol politisi dan negarawan sejati, yang selalu berpikir dan berjuang demi kebaikan bangsa dan negaranya, yang selalu berupaya mewujudkan kehidupan yang penuh kasih-sayang, yang selalu menjaga ketertiban, memegakkan hukum demi keadilan, yang selalu menjaga akhlak masyarakatnya, yang tegas terhadap ketimpangan dan segala bentuk kemungkaran."

Baca Juga: Ganjar Apresiasi Pimpinan TNI yang Memberikan Hukuman kepada Prajurit yang Menganiaya Relawan

"Jadi kita disuruh mencontoh burung emprit, Pak Bei?"

"Begitulah, Kang."

"Tapi bagaimana cara agar kita tahu mana politisi busuk dan mana politisi sejati?"

"Kita harus berupaya mengetahui rekam jejak para Caleg dan 3 pasangan Capres-Cawapres, Kang. Dari rekam jejaknya akan kelihatan kejujurannya, akan kelihatan juga apakah selama ini dia berposisi membela kepentingan rakyat atau justru menindas rakyat. Lalu, simak baik-baik pidato-pidatonya, cermati visi-misi dan pandanganya tentang kondisi negara kita, tentang rencana dan janji-janjinya, juga sikap dan tutur bahasanya terhadap orang lain. Bandingkan mereka satu-persatu dengan hati dan pikiran jernih. Dengan cara itu Insya Allah kita akan menemukan mana politisi dan negarawan sejati yang pantas kita dukung dan kita pilih."

"Wah berat juga ya, Pak Bei. Tapi bagaimana kalau pilihan yang kita yakini baik itu nanti ternyata kalah di Pemilu?"

"Ya tidak masalah, Kang. Ingatlah burung emprit. Tetesan air dari paruhnya yang kecil itu memangnya bisa memadamkan api? Tidak, Kang. Tapi atas kehendak Allah SWT, kobaran api yang menyala berkobar itu jadi terasa dingin dan tidak membakar Nabi Ibrahim. Kang, sesungguhnya siapa pemenangnya nanti sudah tertulis di lauhul-mahfudz. Cuma Allah SWT menguji kita, di Pemilu nanti kita berada di pihak para politisi busuk atau politisi yang berbudi luhur."

Baca Juga: Muhaimin Bunyikan Kentungan di Kota Batu Simbol Ajakan Perubahan

"Semestinya kita berpihak pada politisi yang kita yakini baik dan berbudi luhur kan, Pak Bei?"

"Tepat, Kang.

"Baiklah, Pak Bei. Jangan pilih politisi busuk. Terima kasih. Sing penting yakin."

Obrolan pagi pun berakhir. Kang Narjo meneruskan tugasnya mengantar koran ke pelanggan yang tinggal sedikit. Loper koran yang masih setia hingga empat dasawarsa. Zaman sudah mulai berganti, orang-orang beralih membaca berita online, tapi Kang Narjo masih itiqamah dan bersahaja. (Wahyudi Nasition)

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler