Puisi Gus Nas : Sajak Tentang Desa

16 Desember 2023, 09:07 WIB
Desa-desa itu telah berulangkali melepaskan busananya /Foto : ilustasi

DESK DIY - Desa-desa itu telah berulangkali melepaskan busananya Menanggalkan ketulusan dan meninggalkan marwahnya

Jalan setapak yang dulu bernama pematang itu kini telah beraspal dan sebentar lagi menjelma jalan raya

Keteduhan pohon-pohon munggur, rimbun daun-daun bambu, kini tak kukenali lagi dan lenyap kesejukannya

Merindukan kecipak cangkul petani hanya membuat diriku nelangsa, lenguh kerbau dan celoteh anak-anak gembala telah tiada menjadi dongeng di senjakala

Seperti seonggok artefak, desa yang dulu ramah kini seakan fosil tanpa kartu nama

Menginap semalam di desa tempat kelahiranku, akulah pelancong bertopeng dari kota yang penuh pura-pura

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Tupai

Analisis Sosial

Sajak ini menggambarkan perubahan yang terjadi di desa-desa Indonesia.

Desa-desa yang dulunya sederhana dan damai kini berubah menjadi modern dan ramai.

Jalan setapak yang dulunya terbuat dari tanah kini telah beraspal, pohon-pohon munggur dan bambu yang rindang kini telah ditebang, dan suara cangkul petani, lenguh kerbau, dan celoteh anak-anak gembala kini telah menghilang.

Perubahan ini membuat sang penyair merasa sedih dan nostalgia.

Ia merindukan desa yang dulunya sederhana dan damai.

Ia merasa seperti pelancong yang bertopeng di desa kelahirannya sendiri.

Sajak ini dapat menjadi refleksi bagi kita semua tentang pentingnya menjaga kelestarian desa.

Desa-desa merupakan bagian penting dari budaya Indonesia.

Desa-desa yang indah dan damai dapat menjadi tempat yang nyaman untuk hidup dan berlibur.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Arang dan Abu Menabur Angin

Romantisme pun Sirna

Sajak yang ditulis oleh Gus Nas ini menggambarkan perubahan yang terjadi di desa-desa Indonesia.

Desa yang dulunya sederhana, damai, dan penuh kearifan lokal, kini telah berubah menjadi modern dan kehilangan identitasnya.

Jalan-jalan setapak kini telah beraspal, pohon-pohon munggur dan bambu telah ditebang, dan suara-suara khas desa seperti cangkul petani, kerbau, dan anak-anak gembala telah menghilang.

Perubahan ini membuat penyair merasa sedih dan kehilangan.

Penyair merasa bahwa desa yang dulu ia kenal telah berubah menjadi tempat yang asing baginya.

Penyair merasa seperti pelancong bertopeng dari kota yang penuh pura-pura.

Sajak ini merupakan refleksi dari perubahan yang terjadi di desa-desa Indonesia.

Perubahan ini tentu memiliki dampak positif dan negatif.

Di satu sisi, perubahan ini dapat membawa kemajuan bagi desa-desa, seperti peningkatan infrastruktur dan perekonomian.

Namun, di sisi lain, perubahan ini juga dapat mengancam identitas dan kearifan lokal desa-desa.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Reportase Kaum Garangan. Kepada Gus Iqdam

Desa sudah Berubah

Puisi ini menggambarkan perubahan yang terjadi di desa-desa di Indonesia.

Desa-desa yang dulunya sederhana dan ramah, kini telah berubah menjadi modern dan penuh dengan kepura-puraan.

Jalan-jalan setapak telah beraspal, pohon-pohon munggur dan daun-daun bambu telah ditebang, dan suara-suara khas desa seperti kecipak cangkul petani, lenguh kerbau, dan celoteh anak-anak gembala telah menghilang.

Pada bait pertama, penyair menggambarkan desa-desa yang telah berubah menjadi modern.

Mereka telah menanggalkan busananya, yaitu kesederhanaan dan ketulusan, dan meninggalkan marwahnya, yaitu nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas desa.

Pada bait kedua, penyair menggambarkan perubahan yang terjadi di lingkungan desa.

Jalan-jalan setapak yang dulunya sederhana dan nyaman untuk dilalui, kini telah beraspal dan menjadi ramai.

Pohon-pohon munggur dan daun-daun bambu yang dulunya memberikan kesejukan dan ketenangan, kini telah ditebang dan berganti dengan bangunan-bangunan modern.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Makelar Suara

Pada bait ketiga, penyair mengungkapkan kerinduannya akan desa yang dulu.

Ia merindukan suara-suara khas desa yang kini telah menghilang.

Ia juga merindukan suasana desa yang dulunya damai dan tenang.

Pada bait keempat, penyair menyamakan desa yang telah berubah dengan seonggok artefak.

Desa yang dulunya ramah dan hidup, kini telah menjadi fosil yang tidak lagi memiliki fungsi.

Pada bait kelima, penyair menggambarkan dirinya sebagai pelancong bertopeng yang datang dari kota.

Ia datang ke desa untuk melihat perubahan yang terjadi, tetapi ia tidak dapat merasakan keindahan desa yang dulu.

Puisi ini merupakan refleksi dari perubahan yang terjadi di desa-desa di Indonesia.

Perubahan ini tentu memiliki dampak positif dan negatif.

Di satu sisi, perubahan ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Di sisi lain, perubahan ini juga dapat menghilangkan nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas desa. (Analisis AI) ***

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler