Cerita Aktivis Jamaah Shalahuddin UGM. Kecerdasan Budaya Bisa Untuk Meredakan Kebekuan Sosial Mahasiswa

22 Maret 2023, 19:20 WIB
Gambar : Istimewa /Gambar : Istimewa

DESK DIY -- Kecerdasan budaya ternyata bisa dimanfaatkan untuk meredakan kebekuan atau ketegangan sosial para aktivis mahasiswa di Yogyakarta pasca Orde Lama.

Pada tahun tujuh puluhan pergaulan atau pasrawungan sosial para mahasiswa Yogyakarta masih diwarnai oleh residu politik antara pendukung Orde Lama dengan pendukung Orde Baru.

Ketegangan sosial yang mewarnai relasi politik ini mengimbas ke dalam pergaulan sosial mahasiswa di kampus kampus. Termasuk di kampus UGM.

Baca Juga: Ini Daftar Rekomendasi Bengkel Konversi Kendaraan Listrik

Para penggerak mahasiswa di kampus ini sangat prihatin. Mereka menginginkan agar pergaulan sosial para mahasiswa bisa cair dan akrab sehingga bisa menghasilkan kegiatan yang produktif secara sosial dan kultural.

"Oleh karena itu kami mengadakan acara Maulid Pop yang bisa dihadiri dan dinikmati oleh siapa saja," kata Ahmad Fanani mengisahkan bagaimana teman teman aktivis mahasiswa Islam menggunakan kecerdasan budaya untuk mencairkan suasana pergaulan mahasiswa di kampusnya.

Pada acara Maulid Pop tahun 1975 itu Romo Mangunwijaya, seorang pastur Katolik diminta menjadi pembicara bersama Syu'bah Asa, Amri Yahya dan Taufiq Ismail.

Baca Juga: Catat Jamnya, PLN Berikan Diskon Tarif Pengisian Daya Kendaraan Listrik

Acara ini sukses. Para mahasiswa yang sebelumnya enggan ketemu dan ngobrol dengan mahasiswa lainnya datang ke acara ini. Mereka merasakan adanya suasana baru dan segar dalam pergaulan mahasiswa di kampus UGM.

Pada bulan Ramadhan di tahun 1976 diadakan kegiatan Ramadhan in Campus dengan menempati Gelanggang Mahasiswa sebagai tempat tarawih, diskusi dan pentas seni.
Kelompok mahasiswa cerdas budaya kemudian mengorganisir diri dalam Jamaah Shalahuddin atau JS. Dengan acara yang diperuntukkan untuk segala umur dan semua golongan, kegiatan Ramadhan in Campus pun sukses membawa angin segar kehidupan sosial di kalangan mahasiswa.

Bahkan tahun tahun berikutnya, Ramadhan in Campus UGM menjadi magnet bagi kalangan muda Yogyakarta. Mereka bilang kalau belum tarawih di Gelanggang Mahasiswa UGM yang diselenggarakan oleh JS rasa rasanya belum afdol.

Baca Juga: Sultan Agung Memindah Ibukota Kerajaan karena Perintah Sunan Kalijaga

Apalagi para pengisi acara kultum sebelum shalat tarawih adalah para pemikir muda yang ceramahnya sangat mencerahkan. Demikian juga narasumber pada dialog tiap Ahad pagi.

Kegiatan Ramadhan in Campus yang kemudian berubah brand menjadi Ramadhan di Kampung ini kemudian menjadi model kegiatan Ramadhan di kampus lain di Yogyakarta dan luar Yogyakarta.

Di pendapa Tamansiswa pun ada kegiatan Ramadhan di Tamansiswa. Bahkan di kampung, ada kegiatan Ramadhan ing Gampingan yang kegiatannya sangat menggembirakan anak muda. Penuh dengan lomba dan pentas seni.

Baca Juga: Guru Perlu Memotivasi Diri Agar Bisa Hebat

Mulai tahun 1999 kegiatan JS pindah dari Gelanggang Mahasiswa ke Masjid Kampus UGM tetap dengan semangat mendayagunakan kecerdasan budaya untuk membangun masyarakat mahasiswa yang cinta damai dan produktif dalam amal kebajikan.

Di kegiatan ini Emha Ainun Najib pernah mementaskan drama musikal Lautan Jilbab yang ditonton oleh lima ribu penonton.
Kemudian JS mendirikan penerbitan Shalahudin Press yang menjadi perintis penerbitan yang mencerahkan di kalangan anak muda. Para alumni Shalahudin Press ini kemudian mendirikan penerbit Bentang yang membawa angin segar bagi penerbitan buku alternatif di kalangan anak muda. Cover bukunya hampir dipastikan berbeda, segar dan tidak kaku.

JS sebagai LDK (Lembaga Dakwah Kampus) terus menyelenggarakan kegiatan Ramadhan di Kampus di Maskam atau Masjid Kampus UGM dan terus mewarnai bulan suci Ramadhan dengan mendatangkan penceramah yang boleh disebut siip oleh kalangan muda.

Baca Juga: Ternyata Stasiun Lempuyangan Lebih Tua Daripada Stasiun Tugu


Sekarang perintis Jamaah Shalahuddin seperti Ahmad Fanani, Ahmad Lukman telah meninggal dunia. Teman seangkatan dia kembali ke masyarakat, dan menekuni bidang yang dipilihnya. Para penerusnya sekarang diharapkan masih terus mewarisi kecerdasan budaya pendahulunya sehingga bisa menemukan solusi untuk mencairkan pergaulan para mahasiswa dan masyarakat Yogyakarta sekitarnya. ***

Editor: Mustofa W Hasyim

Tags

Terkini

Terpopuler