DESK DIY, Yogya -- Raja ketiga Mataram Islam, Sultan Agung Anyakrawati yang memerintah tahun 1613-1646 memindahkan Ibukota karajaan dari Kotagede ke Kerto karena mendapat dhawuh atau perintah dari Sunan Kalijaga.
Demikian penjelasan Ki Herman Sinung Janutama, seorang ahli sejarah Jawa, ahli pembaca naskah kuno dan pelaku spiritual Jawa tentang penyebab Sultan Agung memindahkan ibukota kerajaan Mataram Islam dari Kotagede ke Kerto.
Mengapa memilih Kerto? Karena Sultan Agung mendapat penjelasan bahwa di selatan Kotagede ada lokasi yang sudah dihuni penduduk sejak zaman Sunan Ampel. Pada zaman Majapahit, waktu itu Sunan Ampel setelah membangun Wonokromo Surabaya, memerintahkan santrinya yang sebelumnya adalah seorang panglima perang yang telah memeluk Islam agar mencari tanah berada di antara dua arus air, Tempuran. Tempat ini dijadikan pemukiman dan pesantren awal di lokasi yang di kemudian hari disebut Wanokromo.
Baca Juga: Guru Perlu Memotivasi Diri Agar Bisa Hebat
Informasi adanya lokasi bernama Wonokromo di desa yang sekarang terletak di Kecamatan Pleret ini disampaikan oleh Abuya Dimyati.
Abuya Dimyati adalah tokoh spiritual dari Banten yang menjadi menantu seorang kiai dari Wonokromo Pleret ini. Abuya Dimyati menyampaikan hal ini kepada para tokoh masyarakat Wonokromo.
Sultan Agung kemudian memilih Kerto sebagai lokasi Ibukota kerajaannya. Lokasi ini cukup dekat dengan Tempuran.
Baca Juga: Kebaya Lebaran Cantik Anak-Anak yang Laris Manis
Perpindahan ibukota secara berangsur-angsur, tidak dramatis dan penuh suasana meriah seperti saat terjadinya perpindahan ibukota Mataram Islam di zaman Sunan Paku Buwono | dari Kartosuro menuju Surakarta. Sultan Agung menginginkan perpindahan ibukota ini secara diam-diam agar tidak menimbulkan gejolak di daerah-daerah. Maklum, waktu itu Sultan Agung masih sangat muda dan banyak bupati dan tokoh masyarakat di timur jauh sana yang meragukan kemampuan Sultan Agung memerintah sebuah negeri.