Ternyata Stasiun Lempuyangan Lebih Tua Daripada Stasiun Tugu

22 Maret 2023, 07:11 WIB
Stasiun Tugu (atas) dan suasana di Stasiun Lempuyangan. /Foto : Istimewa

DESK DIY, Yogya -- Tempat yang cukup ramai di bulan Ramadan adalah stasiun kereta api. Lebih-lebih pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.

Sebagian dari mereka yang mudik ke kota asal sudah ada yang menggunakan kereta api sebagai sarana transportasi mudik. Mereka sudah jauh-jauh hari memesan tiket kereta api. Menjelang Hari Raya Idul Fitri menjadi puncak hadirnya penumpang kereta api mudik ini.

Pada saat mudik, di Yogyakarta terjadi dua macam pergerakan penumpang. Pertama, mereka yang mudik alias datang dari luar menuju Kota Yogyakarta. Kedua, mereka yang selama ini belajar atau bekerja atau berdiam di kota Yogyakarta dan memiliki keluarga atau leluhur di tempat lain, mereka bergerak meninggalkan Yogyakarta. Pada saat itu, jalan raya yang meghubungkan kota Yogyakarta dengan kota lain menjadi padat. Demikian juga di terminal bis terjadi lonjakan penumpang.

Baca Juga: Menag Yaqut Qoumas : Jangan Jadikan Agama sebagai Politik Identitas

Di stasiun kereta api di Yogyakarta pun terjadi lonjakan penumpamg. Baik mereka yang datang memasuki Yogyakarta, maupun mereka yang pergi sama-sama meramaikan stasiun kereta api. Untuk ini kita mengenal di Yogyakarta ada dua stasiun kereta api, Stasiun Tugu yang terletak di barat dan Lempuyangan yang terletak di bagian tengah kota Yogyakarta. Ternyata Stasiun Lempuyangan lebih tua umurnya dibanding Stasiun Tugu.

Sebagaimana dituturkan dalam Buku Stasiun Kereta Api Tapak Bisnis dan Militer Belanda Terbitan BPCB Jateng, Stasiun Tugu merupakan stasiun kedua yang dibangun oleh pemerintah kolonial di Yogyakarta. Stasiun pertama yang dibangun di Kota Gudeg ini adalah Lempuyangan pada 2 Maret 1872. Baru lima belas tahun kemudian, Stasiun Tugu dipergunakan pada 2 Mei 1887.

Stasiun Tugu dibangun oleh perusahaan kereta api milik negara Staatsspoorwegen (SS) pada 1887 di sebelah barat Sungai Code yang membelah kota Yogyakarta. Sedang perusahaan Nederlandsch-indische Spoorweg-Maatschappij (NIS) mempunyai stasiun sendiri di Lempuyangan, di sisi timur Sungai Code. Meski demikian Stasiun Tugu digunakan bersama-sama oleh SS maupun NIS.

Baca Juga: Agus Hartono : Penggerak, Inspirator dan Pendiri Lebih 200 Bank Sampah

Stasiun Tugu adalah stasiun pulau dengan emplasemen di kedua sisinya, di utara dan selatan. Emplasemen utara digunakan untuk jalur rel 1067 mm Westerlien SS ke jurusan Bandung dan Batavia melalui Cilacap, serta jalur NIS ke Magelang, Secang, Parakan dan Ambarawa yang juga mempunyai lebar sepur 1067 mm.

Emplasemen selatan digunakan untuk rel 1435 mm NIS jurusan ke Surakarta, Kotagededan Brosot. Pada 1929 di emplasemen selatan di samping rel 1435 mm ditambahkan jarul rel 1067 mm untuk kereta api SS jurusan ke Surabaya lewat Surakarta.

Stasiun Tugu semula berarsitektur klasik. Beberapa waktu setelah pembukaannya surat kabar Bataviaasch Handelsblad 11 Oktober 1887 melaporkan bahwa Stauon Toegue adalah stasiun paling anggun di Hindia Belanda. Di stasiun ini terdapat ruang tunggu yang dulu digunakan oleh Sultan Yogyakarta dan tamu-tamu penting seperu Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ruang tunggu itu sekarang menjadi ruang VIP.

Baca Juga: Baju Koko Habaib Model Ammu Banyak Diminati

Pada 1927 hall stasiun diperluas dan fagade direnovasi menjadi bergaya Art Deco, di bawah pengawasan F. Cousin, kepala Biro Bangunan (Bouwkunding Bureau) Stoatsspoorwegen.

Counsin juga menangani modernisasi Stasiun Bandung yang antara lain merubah wajah depannya menjadi bergaya Art Deco. Arsitektur Art Deco yang popular di seluruh dunia antara 1925 dan 1940 ditandai dengan bentuk-bentuk geometris dan garis-garis lurus yang memberikan kesan modern dan mewah.

Jalan bawah tanah atau terowongan di Stasiun Tugu. Foto : Chaidir

Pada 26 Desember 1959 diresmikan penggunaan terowongan di bawah emplasemen selatan untuk masuk dan keluar penumpang dari dan ke Jalan Pasar Kembang tanpa harus menyeberang rel. Terowongan ini sempat tidak digunakan selama bertahun-tahun tapi sejak November 2011 sudah direnovasi dan difungsikan kembali. Di dekat ujung selatan terowongan pada bangunan terpisah terdapat pusat reservasi tiket.

Baca Juga: Masjid Bisa Tumbuh Menjadi Pusat Pengembangan Ekonomi

Bagian tengah stasiun dinaungi atap besar dengan bentangan berbentuk busur selebar 21 meter dari konstruksi, sedangkan peron di emplasemen utara dan selatan masing-masing dinaungi overkapping yang lebih kecil berbentuk pelana. Konstruksi atab dibuat oleh perusahaan IJ. Einthoven di Den Haag para 1888. Overkapping asli im telah mengalami beberapa kali perluasan. Selain itu sebagian lantai peron telah diunggikan dan penutupnya diganti ubin keramik. Di sisi barat bangunan stasiun telah dibangun pendopo limasan yang difungsikan sebagai ruang tunggu penumpang

Suasana di dua stasiun kerera api itu sekarang tidak segaduh tempo dulu karenaa para pengantar penumpang diperbolehkan masuk peron asal membeli karcis peron. Sekarang para pengantar tidak diperbolehkan masuk peron, Peron hanya untuk penumpang kereta api. Baik yang sedang menunggu kedatangan kereta api dan jurusan timur atau barat yang setelah menurunkan penumpang langsung memberi kabar agar penumpang yang akan berangkat ke kota tujuan segera masuk ke dalam gerbong. Bagi penumpang yang baru datang dari luar kota Yogyakarta pun diberi petunjuk menuju pintu keluar. (Eko Suryo Maharso).

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler