Sikapi Pemilu 2024, Sudirman Said: Kita Perlu Kaji Lagi Konsep Kepemimpinan Indonesia

- 16 Maret 2024, 20:59 WIB
Sudirman Said sebagai pembicara dalam acara Panel Forum Nasional
Sudirman Said sebagai pembicara dalam acara Panel Forum Nasional /Foto : istimewa

DESK DIY - Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said mengajak semua pihak untuk mengkaji kembali konsep kepemimpinan nasional pasca-Pemilu 2024. Menurutnya syarat untuk menjadi pemimpin nasional atau Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Pasal 169 UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, terlalu longgar dan tidak mencakup aspek kualitatif.

“Kriteria yang terlalu normatif dan administratif, tidak diperkuat dengan aspek kualitatif menyebabkan saringan begitu longgar. Nyaris setiap orang yang tamat SLTA dapat memasuki arena kontestasi pemilihan pimpinan tertinggi negara,” kata Sudirman dalam acara Panel Forum Nasional: Pemikiran Kepemimpinan Indonesia yang digelar Forum 2045 di Yogyakarta, Sabtu (16/3/2024).

Selain Sudirman Said, pembicara lainnya juga hadir dalam acara tersebut yaitu Prof M Baiquni (Guru Besar Geografi Regional Universitas Gadjah Mada), Prof Armaidy Armawi (Guru Besar Fakultas Filsafat UGM), Prof Heru Kurnianto (Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) dan Prof Ni'matul Huda (Guru Besar Hukum Tata Negara UII).

Baca Juga: Pondok Pesantren Islam Al Azhar Wonosari Akan Jadi Ikon Pesantren Yogyakarta

Sudirman mengatakan, dengan syarat kepemimpinan yang terlalu longgar itu membuat siapa pun seolah diperbolehkan masuk ke arena kontestasi tanpa saringan yang ketat. Menurutnya, hal itu sangat ironis ketika untuk menjadi pemimpin perusahaan yang sifatnya mikro saja butuh berbagai persyaratan ketat.

“Syarat di perusahaan saja, jadi CEO punya syarat ketat dan rumit. Itu sektor mikro satu institusi, sementara memimpin negara syarat masuknya sangat longgar. Kalau standard dan pola rekrutmen pemimpin tertinggi saja sudah begitu, lantas bagaimana dengan yang lain?” kata mantan Menteri ESDM ini.

Selain persyaratan yang terlalu longgar, mekanisme pemilu yang mensyaratkan kemenangan kandidat capres-cawapres hanya berdasarkan angka membuat kualitas demokrasi semakin buruk.

Baca Juga: KUA akan Difungsikan sebagai Unit Pengelola Zakat

“Di samping saringan yang terlalu longgar, cara memilih hanya berdasarkan angka, 50% plus 1, juga membuat siapa pun yang bisa ‘membeli’ pemilih dapat maju dalam kontestasi. İni yang menyebabkan pemilu hari ini disebut pemilu terburuk,” tegas Sudirman.

Halaman:

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x