Sudirman Said: Jangan Sampai Tingkat Kerusakan Demokrasi Begitu Berat dan Tak Bisa Diperbaiki

- 2 Maret 2024, 20:25 WIB
Diskusi Publik "Rethinking Indonesia: Pemilu Terburuk dalam Sejarah Indonesia, Akankah Kita Terpuruk?"
Diskusi Publik "Rethinking Indonesia: Pemilu Terburuk dalam Sejarah Indonesia, Akankah Kita Terpuruk?" /Foto : istimewa

DESK DIY - Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said menilai bahwa hilangnya etika dan moralitas kepemimpinan dengan melemahkan skema kontrol berpotensi menyebabkan tingkat kerusakan demokrasi yang berat dan tidak bisa diperbaiki dalam waktu cepat.

"Sehingga kerusakan [penyelenggaraan negara dan iklim demokrasi] akan terjadi terus-menerus dalam waktu 20 tahun depan. Katanya bisik-bisik di luar sudah ada yang membuat skenario bahwa keadaan ini akan berlangsung selama 20-25 tahun. Bahkan, sudah ada yang bisik-bisik sudah seluruh partai politik dimasukkan saja dalam koalisi besar permanen jangka panjang, tinggal satu atau dua [parpol] ditinggalkan di luar koalisi," kata Sudirman dalam Diskusi Publik "Rethinking Indonesia: Pemilu Terburuk dalam Sejarah Indonesia, Akankah Kita Terpuruk?" yang diselenggarakan Desantara Foundation di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).

Diskusi ini juga dihadiri oleh berbagai tokoh seperti Sandrayati Moniaga (eks Komisioner Komnas HAM), Eros Djarot (Politikus & Budayawan), Jumhur Hidayat, Muhammad Nurkhoiron, Yusuf Martak, dan lainnya. Desantara akan menggelar diskusi Rethinking Indonesia secara rutin untuk mewujudkan langkah konkret dalam mengatasi persoalan demokrasi yang sedang tidak baik-baik saja.

Baca Juga: Tercatat 47 PLTU PLN Grup Gunakan Bahan Bakar Biomassa

Dia menilai, jika skenario itu benar adanya, maka menjadi iktikad buruk yang akan membuat masyarakat terjebak dalam kondisi rusaknya demokrasi, lemahnya pengawasan dalam penyelenggaraan negara, dan kepemimpinan yang melanggar etik dan moralitas.

Sudirman menjelaskan bahwa kepemimpinan menjadi faktor penting dalam menentukan kemajuan atau kemunduran sebuah institusi.

Dia mencontohkan Singapura sebagai little dot [titik kecil] Asia, tetapi di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew mampu menjadikan negara tersebut sangat berwibawa.

Sebaliknya, banyak negara besar dengan penduduk banyak, sumber daya besar, tetapi tidak diperhitungkan karena kepemimpinan yang kurang bagus. "Ini contoh bahwa betapa tingginya faktor etik bila kita memang menghendaki satu kepemimpinan yang paripurna dalam suatu negara."

Baca Juga: PLN Mulai Operasikan PLTS di IKN

Halaman:

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x