Hanung menerangkan, kecerdasan artifisial dan teknik biomedis adalah dua bidang yang berkembang pesat dan memiliki potensi revolusioner dalam mentransformasi pelayanan kesehatan. AI kini mampu menganalisis citra medis yang dihasilkan oleh peralatan, seperti sinar-X, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), ultrasonography (USG), dan fundus camera dengan kecepatan dan akurasi yang mengesankan bahkan seringkali mengidentifikasi pola yang mungkin luput dari pandangan manusia.
Integrasi antara AI dan teknik biomedis, menurutnya, membuka jalan bagi inovasi yang bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan. Sinergi ini berpotensi memperbaiki pencegahan, diagnosis, hingga terapi penyakit.
“Misalnya, AI dapat membantu mendeteksi tumor atau kelainan lainnya yang mungkin sulit dilihat oleh mata manusia. Namun, ada tantangan yang harus dihadapi. Meski potensi penggunaan AI dalam teknik biomedis sangat besar, penerapannya dalam praktik klinis masih terbatas,” paparnya.
Baca Juga: Guru Besar UGM Ungkap Peran Kunci Sektor Energi dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia
Hanung menggaris bawahi bahwa teknologi kecerdasan artifisial menawarkan solusi yang sangat menjanjikan karena memiliki kemampuan belajar dan mempelajari data dalam jumlah dan ukuran yang sangat besar (big data), kemudian menerapkan hasil pembelajarannya untuk menyelesaikan kasus nyata.
Namun, Hanung menambahkan, secanggih apapun teknologi yang digunakan terutama dalam rangka menegakkan suatu keputusan atau mengambil kesimpulan, itu semua tetaplah sebuah alat bantu, yang tidak bisa menggantikan intuisi, rasa, dan pengalaman yang dimiliki oleh manusia.
“Tanpa menggunakan teknologi AI, seorang dokter ahli tetap dapat memeriksa dan menegakkan diagnosis suatu penyakit yang diderita seorang pasien dengan akurat. Namun dengan bantuan teknologi AI, seorang dokter ahli dapat melakukan ini dengan lebih cepat, akurat dan efisien,” ujarnya. ***