Serial Pak Bei : Sertifikat Halal

- 7 Maret 2024, 09:16 WIB
Yang dibutuhkan justru Sertifikat Haram, bukan Sertifikat Halal.
Yang dibutuhkan justru Sertifikat Haram, bukan Sertifikat Halal. /Ilustrasi : istimewa

"Itu cacat logika namanya."

"Cacat logika bagaimana?"

"Di negeri kita yang mayoritas Muslim ini, sebenarnya yang dibutuhkan justru Sertifikat Haram, Pak Bei. Bukan Sertifikat Halal."

"Kok gitu, Kang?"

Baca Juga: Senator DIY Hafidh Asrom Ingatkan Perkuat Ideologi Pancasila untuk Hadapi Ancaman Komunisme

"Iyalah. Pertama, di negeri kita ini, makanan-minuman halal itu sudah menjadi darah-daging dan irama hidup masyarakat. Sudah otomatis. Orang jualan sate kambing, ayam goreng, soto ayam, mie ayam, dsb tidak akan menggunakan daging busuk atau bangkai. Mereka pasti pakai daging segar yang diyakini baik. Orang jualan makanan haram juga tahu diri, kok. Yang jualan makanan berbahan daging anjing, misalnya, mereka biasa pasang tulisan "Sate dan Rica-Rica Jamu" atau "Sate Guk-Guk" dan dikasih gambar kepala anjing. Orang jualan ciu, minuman keras, pasti juga sembunyi-sembuyi. Hanya orang tertentu yang jadi konsumennya. Itulah yang kumaksud Pemerintah nganeh-anehi. Begitu juga yang jualan berbahan mengandung babi."

"Maksud Pemerintah itu baik lho, Kang, ingin menjadikan Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia."

"Saya setuju, Pak Bei. Bagus itu. Indonesia menjadi Pusat Halal Dunia. Tapi karena cacat logika, jadi cara eksekusinya agak kurang objektif-rasional."

Edan tenan Narjo. Pagi-pagi sudah ngomyang, ngomong di luar kendali. Kerasukan dari mana tadi?

Baca Juga: TPST Piyungan Ditutup, Pembuangan Sampah Dilakukan Secara Desentralisasi

Halaman:

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x