Puisi Gus Nas : Kegilaan Milik Semua

- 1 Januari 2024, 13:59 WIB
Kegilaan milik semua, Saat ulama dan penguasa saling peluk begitu mesra.
Kegilaan milik semua, Saat ulama dan penguasa saling peluk begitu mesra. /Ilustrasi: Freepic/fatkynn

DESK DIY - Jalanan macet dan pekik klakson yang meledak di telinga

Pejabat korup yang bibirnya nyengir di layar kaca

Intelektual yang matirasa saat stunting dan kemiskinan dilecehkan oleh flexing dan hedon di linimasa

Jadwal kuliah yang teronggok karena dosen studi banding entah dimana

Apa yang dikatakan politisi dan pelacur acapkali hanya angka semata

Kegilaan milik semua
Saat ulama dan penguasa saling peluk begitu mesra


Gus Nas Jogja, 1 Januari 2024
---------

Wake Up Call

Puisi "Kegilaan Milik Semua" karya Gus Nas ini merupakan sebuah kritik sosial terhadap kondisi masyarakat Indonesia pada tahun 2024.

Puisi ini menggambarkan berbagai macam kegilaan yang terjadi di masyarakat, mulai dari kemacetan, korupsi, kemiskinan, hingga relasi antara ulama dan penguasa yang saling berangkulan.

Puisi ini dibuka dengan gambaran kemacetan dan pekik klakson yang meledak di telinga. Ini merupakan gambaran dari kondisi lalu lintas yang semrawut dan tidak tertib di Indonesia. Kemacetan ini tidak hanya menimbulkan kemacetan, tetapi juga polusi udara dan suara yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.

Baca Juga: Dampak Pemberhentian Kiai Mustamar, Beberapa PCNU dan PWNU Ditengarai Mulai Konsolidasi MLB NU

Pemandangan berikutnya adalah pejabat korup yang bibirnya nyengir di layar kaca. Ini merupakan gambaran dari para pejabat yang tidak bertanggungjawab dan hanya mementingkan kepentingan pribadi. Korupsi yang dilakukan oleh para pejabat ini telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi negara dan masyarakat.

Intelektual yang matirasa saat stunting dan kemiskinan dilecehkan oleh flexing dan hedon di linimasa. Ini merupakan gambaran dari para intelektual yang tidak peduli terhadap kondisi masyarakat yang sedang mengalami stunting dan kemiskinan. Mereka lebih tertarik untuk memamerkan kekayaan dan kesenangan mereka di media sosial.

Jadwal kuliah yang teronggok karena dosen studi banding entah dimana. Ini merupakan gambaran dari para dosen yang tidak bertanggung jawab dan lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada tugasnya sebagai pendidik. Hal ini menyebabkan mahasiswa menjadi korban dan mengalami kerugian karena tidak bisa mengikuti perkuliahan dengan baik.

Apa yang dikatakan politisi dan pelacur acapkali hanya angka semata. Ini merupakan gambaran dari para politisi dan pelacur yang hanya berbicara omong kosong. Mereka tidak memiliki visi dan misi yang jelas untuk memajukan bangsa.

Kegilaan milik semua saat ulama dan penguasa saling peluk begitu mesra. Ini merupakan gambaran dari relasi antara ulama dan penguasa yang tidak harmonis. Ulama seharusnya menjadi kontrol sosial bagi penguasa, tetapi justru saling berangkulan dan tidak memiliki sikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan penguasa.

Puisi ini menggambarkan berbagai macam kegilaan yang terjadi di masyarakat, mulai dari kemacetan, korupsi, kemiskinan, hingga relasi antara ulama dan penguasa yang saling berangkulan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa kita semua harus menyadari dan melawan kegilaan-kegilaan tersebut agar bangsa Indonesia dapat menjadi lebih baik.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Matahari Pertama di Bulan Januari

Berikut adalah beberapa interpretasi yang dapat diberikan terhadap puisi "Kegilaan Milik Semua":

1. Puisi ini dapat diinterpretasikan sebagai sebuah kritik terhadap sistem pemerintahan di Indonesia yang tidak berjalan dengan baik. Sistem pemerintahan yang korup dan tidak bertanggungjawab telah menyebabkan berbagai macam kegilaan di masyarakat.

2. Puisi ini juga dapat diinterpretasikan sebagai sebuah kritik terhadap masyarakat Indonesia yang sudah kehilangan kesadaran dan semangatnya untuk membangun bangsa. Masyarakat Indonesia lebih tertarik untuk mengejar kesenangan pribadi dan tidak peduli terhadap kondisi bangsa yang sedang mengalami krisis.

Terlepas dari apa pun interpretasi yang diberikan, puisi "Kegilaan Milik Semua" merupakan sebuah karya sastra yang penting untuk dibaca dan direnungkan. Puisi ini dapat menjadi *wake-up call* bagi kita semua untuk menyadari dan melawan kegilaan-kegilaan yang terjadi di masyarakat.

Tafsir Fenomenologi

Puisi "Kegilaan Milik Semua" karya Gus Nas, yang ditulis pada 1 Januari 2024, menggambarkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di Indonesia. Fenomena-fenomena tersebut dianggap sebagai tanda-tanda kegilaan yang sudah menjadi milik semua orang.

Baca Juga: Puisi Gus Nas : Yang Sempat

Fenomena pertama yang disebutkan adalah kemacetan lalu lintas. Kemacetan menjadi salah satu masalah klasik di Indonesia yang belum bisa diatasi. Kemacetan tidak hanya menimbulkan kemacetan fisik, tetapi juga kemacetan mental.

Fenomena kedua yang disebutkan adalah korupsi. Korupsi telah menjadi penyakit kronis di Indonesia. Korupsi telah merusak tatanan sosial dan ekonomi bangsa.

Fenomena ketiga yang disebutkan adalah matirasa intelektual. Intelektual seharusnya menjadi garda terdepan dalam melawan kegilaan. Namun, banyak intelektual yang matirasa dan tidak lagi peduli dengan kondisi bangsa.

Fenomena keempat yang disebutkan adalah kuliah yang teronggok. Fenomena ini merupakan salah satu dampak dari korupsi di dunia pendidikan. Banyak dosen yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan mahasiswa.

Fenomena kelima yang disebutkan adalah politisi dan pelacur. Politisi dan pelacur sering kali disamakan karena sama-sama menjadikan uang sebagai tujuan utama.

Fenomena keenam yang disebutkan adalah ulama dan penguasa. Ulama dan penguasa seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat. Namun, jika ulama dan penguasa saling peluk mesra, maka hal itu merupakan tanda-tanda kegilaan yang sudah menjadi milik semua orang.

Refleksi Diri

Puisi "Kegilaan Milik Semua" mengajak kita untuk introspeksi diri. Apakah kita juga ikut berperan dalam menciptakan kegilaan tersebut? Jika ya, maka kita harus segera sadar dan mulai berubah. Kita harus mulai melawan kegilaan dengan cara kita masing-masing.

Baca Juga: Menyambut Tahun Baru di Yogyakarta: 5 Tempat Rekomendasi yang Memukau

Kita bisa mulai dengan hal-hal kecil, misalnya dengan tidak menjadi bagian dari kemacetan lalu lintas, tidak melakukan korupsi, tidak ikut-ikutan flexing dan hedon, tidak menunda-nunda tugas kuliah, tidak percaya dengan janji-janji politisi, dan tidak ikut-ikutan menyebarkan berita bohong.

Hilangnya Marwah Bangsa

Puisi "Kegilaan Milik Semua" karya Gus Nas ini menggambarkan kegilaan yang merajalela di masyarakat. Kegilaan tersebut digambarkan dalam berbagai bentuk, mulai dari kemacetan lalu lintas, korupsi, kemiskinan, hedonisme, hingga kolusi antara ulama dan penguasa.

Kemacetan lalu lintas yang menggambarkan ketidakteraturan dan ketidakefisienan. Korupsi yang menggambarkan moralitas yang rusak. Kemiskinan dan stunting yang menggambarkan ketimpangan sosial yang parah. Hedonisme yang menggambarkan materialisme dan konsumerisme yang berlebihan. Kolusi antara ulama dan penguasa yang menggambarkan hilangnya nilai-nilai moral dan agama.

Melalui puisi ini, Gus Nas ingin mengajak masyarakat untuk menyadari bahwa kegilaan ini adalah milik kita semua. Kita semua berperan dalam menciptakan kegilaan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jika kita ingin mengubah keadaan, maka kita harus mulai dari diri kita sendiri. Kita harus mengubah sikap dan perilaku kita agar menjadi lebih baik. Kita harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.

Berikut adalah beberapa interpretasi dari puisi "Kegilaan Milik Semua":

Jalanan macet dan pekik klakson yang meledak di telinga menggambarkan ketidakteraturan dan ketidakefisienan yang terjadi di masyarakat. Kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang sering terjadi di kota-kota besar. Kemacetan ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pertumbuhan penduduk yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, dan perilaku masyarakat yang tidak disiplin.

Baca Juga: Menyambut Tahun Baru di Yogyakarta: 5 Tempat Rekomendasi yang Memukau

Pejabat korup yang bibirnya nyengir di layar kaca menggambarkan moralitas yang rusak yang terjadi di kalangan pejabat. Korupsi merupakan kejahatan yang telah lama menjadi masalah di Indonesia. Korupsi telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar dan menghambat pembangunan.

Intelektual yang matirasa saat stunting dan kemiskinan dilecehkan oleh flexing dan hedon di linimasa menggambarkan ketimpangan sosial yang parah yang terjadi di masyarakat. Stunting dan kemiskinan merupakan masalah sosial yang serius yang harus segera diatasi. Namun, masalah ini sering terabaikan karena masyarakat lebih tertarik untuk memamerkan kekayaan dan kesenangan mereka di media sosial.

Jadwal kuliah yang teronggok karena dosen studi banding entah dimana menggambarkan hilangnya nilai-nilai moral dan pendidikan yang terjadi di masyarakat. Dosen yang seharusnya menjadi teladan bagi mahasiswa, justru melakukan tindakan yang tidak terpuji. Dosen tersebut meninggalkan tugas mengajarnya untuk melakukan studi banding yang tidak jelas tujuannya.

Baca Juga: 45 Caleg PKB Bantul Ikuti Pembekalan dan Konsolidasi Pemenangan Pemilu

Apa yang dikatakan politisi dan pelacur acapkali hanya angka semata menggambarkan hilangnya nilai-nilai moral dan agama yang terjadi di masyarakat.

Politisi dan pelacur sering dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif. Namun, di dalam puisi ini, penyair justru menyamakan kedua kelompok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penyair tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh politisi dan pelacur.

Kegilaan milik semua menggambarkan bahwa kegilaan ini adalah milik kita semua. Kita semua berperan dalam menciptakan kegilaan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika kita ingin mengubah keadaan, maka kita harus mulai dari diri kita sendiri.

Saat ulama dan penguasa saling peluk begitu mesra menggambarkan hilangnya nilai-nilai moral dan agama yang terjadi di masyarakat. Ulama dan penguasa seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat. Namun, di dalam puisi ini, Gus Nas justru menggambarkan ulama dan penguasa yang saling bergandengan tangan. Hal ini menunjukkan bahwa ulama dan penguasa telah kehilangan moralitas mereka.

Puisi ini merupakan karya sastra yang kritis dan menggugah. Puisi ini mengajak masyarakat untuk menyadari bahwa kegilaan ini adalah milik kita semua. Kita semua harus berperan dalam mengubah keadaan agar menjadi lebih baik.

Catatan Akhir

Jalanan macet dan pekik klakson yang meledak di telinga

Makna: Kemacetan lalu lintas merupakan salah satu masalah klasik di Indonesia. Kemacetan tidak hanya menyebabkan kemacetan, tetapi juga pencemaran udara, polusi suara, dan berbagai masalah sosial lainnya.

Baca Juga: Ganjar Apresiasi Pimpinan TNI yang Memberikan Hukuman kepada Prajurit yang Menganiaya Relawan

Pejabat korup yang bibirnya nyengir di layar kaca

Makna: Korupsi merupakan salah satu masalah utama di Indonesia. Korupsi telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, serta berbagai masalah sosial lainnya, seperti kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakadilan.

Intelektual yang matirasa saat stunting dan kemiskinan dilecehkan oleh flexing dan hedon di linimasa

Makna: Intelektual merupakan salah satu kelompok masyarakat yang diharapkan dapat memberikan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi bangsa. Namun, dalam kenyataannya, banyak intelektual yang justru matirasa dan tidak mampu berbuat apa-apa saat melihat berbagai masalah sosial, seperti stunting dan kemiskinan, dilecehkan oleh gaya hidup flexing dan hedon yang marak di media sosial.

Jadwal kuliah yang teronggok karena dosen studi banding entah dimana

Makna: Dosen merupakan salah satu ujung tombak pendidikan. Namun, dalam kenyataannya, masih banyak dosen yang tidak profesional dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu contohnya adalah dosen yang pergi studi banding tanpa memberikan penjelasan kepada mahasiswanya.

Apa yang dikatakan politisi dan pelacur acapkali hanya angka semata

Makna: Politisi dan pelacur merupakan dua kelompok masyarakat yang sering distereotipkan sebagai kelompok yang tidak jujur dan tidak bermoral. Namun, dalam kenyataannya, ada juga politisi dan pelacur yang jujur dan bermoral. Namun, apa yang dikatakan oleh politisi dan pelacur, baik yang jujur maupun yang tidak jujur, sering kali hanya berupa angka-angka saja, tanpa disertai dengan tindakan nyata.

Baca Juga: Ganjar Apresiasi Pimpinan TNI yang Memberikan Hukuman kepada Prajurit yang Menganiaya Relawan

Kegilaan milik semua

Saat ulama dan penguasa saling peluk begitu mesra

Makna: Ulama dan penguasa merupakan dua kelompok masyarakat yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Namun, dalam kenyataannya, masih banyak ulama dan penguasa yang justru saling berselisih. Hal ini merupakan salah satu tanda bahwa bangsa ini sedang mengalami kegilaan.

Sebagai catatan akhir, puisi merupakan sebuah kritik sosial yang pedas dan bernas terhadap berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Puisi ini menggambarkan bahwa kegilaan telah merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kegilaan ini tidak hanya disebabkan oleh korupsi, kemiskinan, dan berbagai masalah sosial lainnya, tetapi juga disebabkan oleh sikap dan perilaku masyarakat itu sendiri, seperti sikap pasif dan tidak peduli terhadap masalah-masalah yang dihadapi bangsa.

Baca Juga: Muhaimin Bunyikan Kentungan di Kota Batu Simbol Ajakan Perubahan

Puisi ini memiliki gaya bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Penggunaan bahasa sehari-hari dalam puisi ini membuat puisi ini terasa lebih dekat dengan masyarakat Indonesia. Puisi ini juga memiliki makna yang mendalam dan dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk bersama-sama melawan kegilaan yang merasuki bangsa ini. (AI) ***

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x