Raden Ayu Srimulat: Pesona Seni yang Menginspirasi

- 26 September 2023, 14:40 WIB
Raden Ayu Srimulat Tokoh Seni Era 1950an-1960an
Raden Ayu Srimulat Tokoh Seni Era 1950an-1960an /Istimewa/

DESK DIY - Kisah hidup Raden Ayu Srimulat (lahir pada 7 Mei 1905 – meninggal pada 1 Desember 1968) adalah sebuah perjalanan yang penuh warna dalam dunia seni panggung, film, dan musik. Ia menjadi salah satu ikon seni hiburan pada era akhir 1950-an hingga akhir 1960-an. Mari kita mengulik lebih jauh perjalanan menarik sang seniman ini.

Srimulat lahir sebagai anak dari R.M Aryo Rumpoko Tjitrosoma, seorang wedono di Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah, dan R. Ayu Sedah. Kehidupan awalnya dimulai di Desa Botokan, Klaten, pada 7 Mei 1905. Namun, pada usia 6 tahun, ia harus meninggalkan ibu kandungnya yang telah meninggal dunia. Ia kemudian dibawa ke rumah kakak ayahnya, Raden Mas Sunarjo, yang saat itu bekerja sebagai komisaris asisten residen di Klaten.

Baca Juga: Bro Kaesang Ajak Relawan Jokowi Gabung PSI

Mengutip unggahan akun facebook, Bambang Sujarwanto. Gadis kecil ini kemudian mengejar pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di kawasan Klaseman, Gatak, Sukoharjo, yang diselenggarakan oleh kakaknya. Namun, ketika ia memasuki usia remaja, ia kembali ke rumah ayahnya yang saat itu menjadi wedono di Bekonang, Sukoharjo. Sayangnya, cita-cita pendidikan tinggi Srimulat terhenti ketika ia diinstruksikan untuk berhenti sekolah oleh ibu tirinya. Ia diberitahu bahwa sebagai seorang putri ningrat, ia tidak perlu belajar lebih tinggi.

Namun, masa remaja Srimulat tidaklah sia-sia. Ia menghabiskan waktunya dalam dinding kewedanaan dan belajar berbagai macam keterampilan dari para abdinya. Meskipun baru berusia 12 tahun, Srimulat sudah pandai bernyanyi, menari, dan bahkan membatik. Dibandingkan dengan saudara-saudaranya, Srimulat adalah yang paling cepat menangkap ajaran kesenian yang diberikan oleh ayah dan abdinya.

Baca Juga: Tarik Investor, Kulonprogo Siapkan Data Potensi dan Peluang Investasi

Kisah Srimulat dalam dunia seni dimulai ketika ia melamar pekerjaan ke dalang Ki Tjermosugondo yang saat itu sangat terkenal. Setahun kemudian, Srimulat bergabung dengan Ketoprak Candra Ndedari yang dipimpin oleh Ki Retsotruno, yang kebetulan sedang tampil di Alun-alun Utara. R.A. Srimulat memulai perjalanannya sebagai pemain dalam rombongan Ketoprak Mardi Utomo di Magelang dan Rido Carito. Ia pun menjelajahi berbagai kota dan menghibur penonton di pasar malam.

Srimulat juga mendapatkan kontrak untuk merekam lagu-lagu oleh perusahaan piringan hitam seperti Burung Kenari, Columbia, dan His Master's. Suara merdunya mengalunkan lagu-lagu seperti "Kopi Susu," "Padi Bunting," "Janger Bali," dan lainnya. Pada saat itu, hanya mereka yang mampu memiliki gramofon yang bisa mendengarkan rekamannya. Budayawan Arswendo Atmowiloto menggambarkan Srimulat sebagai seorang penampil yang meletakkan dasar bagi seniman modern. "Ia terbuka terhadap berbagai jenis tarian dan tampil live di berbagai tempat, dari pelosok desa hingga pusat keramaian."

Baca Juga: Sindikat Penjualan Pertalite Digulung Polresta Yogyakarta, 7 Tersangka Ditangkap

Selain panggung, Srimulat juga mengejar karier di dunia film. Ia membintangi beberapa film terkenal seperti "Sapu Tangan" (1949), "Bintang Surabaja" (1951), "Putri Sala" (1953), "Sebatang Kara" (1954), dan "Radja Karet dari Singapura" (1956).

Cerita cinta Srimulat yang mengharukan adalah saat ia bertemu dengan Kho Tjien Tiong, seorang gitaris dari Orkes Keroncong Bunga Mawar dari Solo, ketika keduanya tampil bersama di Purwodadi, Grobogan, pada tahun 1947. Mereka saling tertarik, meskipun usia mereka terpaut cukup jauh. Teguh adalah seorang jejaka berusia 21 tahun, sementara Srimulat berusia 39 tahun. Pada tanggal 8 Agustus 1950, R.A. Srimulat resmi menikah dengan Teguh Slamet Rahardjo (Kho Djien Tiong), yang saat itu berusia 24 tahun.

Baca Juga: Atasi Persoalan Sampah Dengan Gerakan Kampung Panca Tertib

Selanjutnya, Srimulat membentuk kelompok seni keliling yang dikenal dengan nama Gema Malam Srimulat. Kelompok ini menghadirkan kombinasi seni lawak dan nyanyian, terutama lagu-lagu langgam Jawa dan keroncong. Anggota kelompok ini meliputi Kusdiarti, Suhartati, Ribut Rawit, Maleha, Rumiyati, dan Srimulat sendiri, sedangkan Teguh menjadi pemain gitar dan biola. Kelompok ini kemudian berganti nama menjadi Srimulat Review sebelum akhirnya menjadi Aneka Ria Srimulat pada tahun 1957, yang menginspirasi banyak grup lawak dan seni lainnya di Indonesia.

Perjalanan hidup Raden Ayu Srimulat adalah contoh inspiratif tentang bagaimana seorang perempuan dengan bakat luar biasa dan semangat pantang menyerah dapat meraih kesuksesan dalam dunia seni. Karyanya dan kisah cintanya yang indah akan selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dalam sejarah seni Indonesia.***

 

 

 

 

 

 

 

Editor: Galuh Candra


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah