Lokasi Wisata yang Menggetarkan

- 4 Mei 2023, 06:30 WIB
Aku nekad berlari dan Gedubrak! Aku membentur tembok musholla. Bidadari dan Pemandu menghilang.
Aku nekad berlari dan Gedubrak! Aku membentur tembok musholla. Bidadari dan Pemandu menghilang. /Ilustrasi : Pixabay

DESK DIY - Setelah berhari-hari mengunjungi tempat tempat wisata yang katanya baru dan banyak pengunjung saya kelelahan.

Terlalu banyak makanan lezat, terlalu banyak minuman manis, terlalu banyak gadis dan wanita cantik mempesona dan terlalu banyak pemandangan yang indah membuatku mengagumi tanah air dan udara negeri.

Setelah kagum dan kekenyangan? Aku jadi ingin istirahat dan bersembunyi dari itu semua. Sebab aku seperti mendengar syair lagu Leo Kristi tentang salam dari desa, "Tetapi bukan kami punya."
"Siapa yang punya semua yang indah indah ini?"
"Orang kota," bisik lelaki tua di tempat parkir.

Baca Juga: Prabowo Tak Akan Mundur sebagai Calon Presiden 2024

Aku tertidur di musholla kecil yang lantainya dingin mengingatkan aku surau di pojok kampungku dulu.

Ada Pemandu wisata misterius mengajakku mengunjungi tempat wisata yang sebelumnya tak pernah kubayangkan adanya.

"Kemana?"
"Berwisata ke dalam dirimu sendiri."
"Hah, gila! Kau bukan Dewaruci kan?"
"Bukan. Hanya temannya."
"Nabi Khidlir?"
Dia tertawa.
"Bukan. Temannya."
"Orang saleh di zaman Nabi Sulaiman yang bisa memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap?"
"Bukan. Saya temannya."

Baca Juga: Polri Siapkan Satgas Anti Teror Pengamanan KTT ASEAN di Labuan Bajo NTT

"Jadi Njenengan siapa kok teman Dewaruci, temannya Nabi Khidlir dan teman orang saleh di zaman Nabi Sulaiman?"
Dia terbahak bahak, " Sampeyan memang berbakat jadi wartawan ya. Pertanyaan tentang who begitu penting sampai melupakan masalah what dan wherenya tempat wisata yang asyik. Kalau kau mau mengunjungi."

Aku menyerah dan tidak bertanya lagi.
Ada beberapa kata ajaib harus kuucapkan untuk membuka gerbang tempat wisata yang menggetarkan ini.

Dengan ditemani lima sosok warna warni saya diajak mengunjungi rumah sakit tentara.
"Tempat apa ini?" Tanyaku heran
"Tempat kau dilahirkan di musim mangga."
Kulihat di tempat bayi bayi baru dilahirkan. Ada yang tidur nyenyak ada yang menangis.
"Lihat dirimu waktu masih bayi. Lucu kan? Kau dulu juga gemuk lho."

Baca Juga: Indonesia Dorong Isu HAM dibahas Transparan di ASEAN Human Rights Dialogue 2023

Kulihat bayi itu. Aneh aku bisa melihat diriku ketika bayi. Kucari lima sosok bercahaya warna warni menghilang.
"Kemana mereka?" Tanyaku kepada pemandu.

"Sst. Mereka menyatu dengan bayi itu, menemani dirimu sepanjang hidupmu."
Sebelum aku melontarkan pertanyaan lagi aku diajak ke sawah luas yang ditanami tebu.

"Mengapa aku harus mengunjungi tempat wisata berupa sawah bertebu?" Tanyaku dengan gaya Nabi Musa bertanya kepada Khidlir.

Baca Juga: Slank Tur Album Tujuh di 7 Kota, JNE Siapkan Tiket Diskon Khusus

"Di tempat ini kau dan teman temanmu yang nakal nakal sering mencuri tebu disini."
Tiba tiba muncul sekelompok anak berpesta tebu.
"Itu kamu yang memakai baju merah "
Kulihat diriku sedang menikmati tebu segar dan manis.

Pemandu terus mengajak berkeliling tempat aku dan teman kecilku mencari jangkrik tapi yang dibawa pulang malahan kacang tanah mentah yang manis ketika dikunyah. Lalu mengunjungi sawah ditanami mentimun tempat kami pura pura menjadi kancil menikmati mentimun di sebuah dangau.
Lalu aku diajak ke gang sempit di kota kuno. Kulihat ada remaja yang mau mencium tangan calon pacar tapi gagal karena di balik tikungan muncul penjual bakmi.
Pemandu tertawa melihat nasib sial remaja itu.

Baca Juga: Jalin Komunikasi Politik, Muhaimin Safari Temui Airlangga Hartarto dan SBY

Tempat wisata ini memang mencengangkan. Pemandu mengajakku ke kota besar tempat anak anak muda berlatih teater dan ada adegan anak muda berbekal satu jurus karate bisa menaklukkan jagoan di Kelompok teater itu.

Pemandu menepuk pundakku, "Kau hebat ternyata."
Sebuah pujian yang sungguh membuatku malu.
Pemandu mengajakku mengunjungi sebuah kantor besar yang ternyata banyak kegiatan korupsi disitu dan kulihat ada anak muda memilih keluar kantor lalu naik kereta api pulang kampung.

"Hei Tuan Pemandu, apakah ada tempat lain selain lokasi masa laluku yang memalukan ini?"
"Ada. Kau akan kuajak mengunjungi bintang bintang, bulan, taman yang selalu disinari matahari."
"Di sana ada bidadari?"
"Tentu ada."
"Cantik?"
"Selalu cantik."
"Nah mari ke sana."

Baca Juga: Begini Hukuman Koruptor di Singapura

Pemandu memegang tanganku erat erat ketika sampai di taman itu.
" Jangan sentuh bidadari di sini. Kau kan sudah punya bidadari di rumah," bisik Pemandu.
Aku meronta. Pegangan Pemandu kulepas. Aku berlari kencang mengejar bidadari paling cantik.
"Jangan! jangan!"

Aku nekad berlari dan Gedubrak!
Aku membentur tembok musholla.
Bidadari dan Pemandu menghilang.
2023.***

(Mustofa W Hasyim, sastrawan Yogyakarta)

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x