Toleransi Gaya Yogya Toleransi yang Produktif

- 9 Maret 2023, 07:46 WIB
Toleransi tak membedakan agama, suku, ras atau kelompok.
Toleransi tak membedakan agama, suku, ras atau kelompok. /Foto : Pixabay

"Kalau embernya jebol bagaimana?" Tanya seorang murid was was.
"Nggak papa. Terus pukuli ember sekerasnya sampai jebol!"

Baca Juga: Ingin Pasang PLTS Atap, Jangan Asal Pilih Inverternya

Anak-anak bersemangat. Naluri purba suku suku pedalaman seperti tercurah dan terlampiaskan. Ketika ember mulai retak dan jebol mereka berteriak sekeras-kerasnya.

"Saya hitung sampai sembilan, harus berhenti. Oke?" Teriak relawan.
"Oke, Pak!"

Betul. Setelah hitungan ke sembilan anak anak berhenti memukul. Mereka berteriak sekali lagi, melempar stik ke udara lalu tertawa tawa.
"Sekarang kita minum air teh hangat. Kalian haus kan?"

Baca Juga: Membangun Citra Sarkem yang Bermartabat Melalui Festival Budaya

Setelah minum air teh hangat dari tubuh anak anak mengalir keringat segar. Wajah anak anak tampak segar dan siap tersenyum

Trauma bencana alam telah hilang lenyap. Mereka siap berlatih musik dengan irama drumband. Mereka menggunakan benda seadanya untuk pengganti drum, tambur.

Tongkat mayoret dibuat dari gagang sapu. Untuk mengkompakkan nada dan irama, pak kepala sekolah memainkan pianika.
Dua minggu kemudian mereka berpawai keliling desa. Ditonton para penghuni rumah darurat dan pedagang di pasar darurat.

Baca Juga: Malioboro : Simbol Kekompakan Seniman, Sastrawan dan Budayawan

Halaman:

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x