Pendidikan Fungsional yang Memunculkan Bonus Pemimpin Masyarakat

15 Mei 2023, 11:54 WIB
Buya SyaifinMaarif (atas) dan A. Malik Fajar. /Foto : dokumen

DESK DIY -- Pada kesempatan reuni lintas angkatan dan syawalan sebuah sekolah guru agama muncul fenomena unik. Sekolah guru itu melahirkan guru yang kemudian mengajar di almamaternya.

Waktu masih menjadi pelajar dia mempelajari sastra dan jurnalistik. Dia dikenal sebagai guru yang baik dan disukai muridnya. Selain mengajar di sekolah tempat dia mengajar dia juga aktif mengembangkan masyarakat sekitar rumahnya.

Suatu hari ketika ada Pilkades atau pemilihan kepala desa dia diminta warga masyarakat untuk tampil sebagai Cakades dan akhirnya terpilih menjadi kepala desa sampai dua periode. Karena pernah kuliah di fakultas filsafat dan pernah belajar pencak silat, belajar sastra dan jurnalistik maka gabungan ilmu guru, ilmu filsafat dan ilmu beladiri, ilmu sastra dan jurnalistik ini dia efektifkan ketika memimpin masyarakat desanya.

Baca Juga: KPU Bantul Periksa Dokumen Para Bacaleg Secara Teliti

Dia tampil dengan sederhana tetapi jelas pikiran dan tindakannya. Juga kadang unik ketika mengambil keputusan. Misalnya, saat ada gempa bumi yang membuat rumah warga rusak, dia memutuskan tidak akan membangun rumahnya sendiri sebelum rumah semua warga desanya dibangun kembali.

Dia juga membangun balai desa atau kantor kepala desa menjadi bagus. Membangun embung dan sebagainya. Dia merasa cukup menjadi kepala desa dua periode kemudian kembali ke masyarakat.

O ya, waktu menjadi guru, dia juga mengajari ketrampilan sablon agar muridnya bisa mandiri secara ekonomi. Dia juga pernah menjadi wartawan sebentar mempraktikkan ilmu jurnalistiknya.

Baca Juga: Mata Air Reformasi Mengering, Air Mata Reformasi Menetes Kembali

Nah ini uniknya lagi, waktu reuni lintas angkatan dan syawalan alumni sekolah guru yang kemudian menjadi madrasah, dia ketemu atau berjumpa dengan mantan muridnya yang sekarang menjadi kepala desa di sebuah desa.

"Piye kabare Pak Lurah," sapa mantan guru dan mantan lurah dua periode ini kepada mantan muridnya yang jadi Lurah.

Yang mendengar sapaan itu tertawa. Ini ada mantan guru yang mantan lurah punya murid yang juga menjadi lurah.

Baca Juga: PSI Setor Nama-Nama Anak Muda Daftar Anggota DPRD Sleman

Apa makna semua ini?
Ternyata di masyarakat kita atau di tubuh bangsa kita pernah memiliki lembaga pendidikan fungsional, misalnya pendidikan guru yang memunculkan guru yang baik dan memunculkan bonus yang juga fungsional, para pemimpin masyarakat. Termasuk sekolah guru yang melahirkan guru dan guru ini pernah menjadi lurah kemudian muridnya juga ada yang kompeten menjadi lurah.

Dalam kenyataan, ketika reuni lintas angkatan ini terjadi tampak bahwa alumni sekolah guru ini selain menghasilkan para guru yang baik dan pengabdi pendidikan juga melahirkan bonus, banyak yang kemudian aktif memimpin dan menggerakkan organisasi perempuan dan organisasi kemasyarakatan, paling tidak menjadi ketua takmir masjid di kampung, di desa atau di kotanya.

Bahkan alumni lain yang tidak sempat datang ke reuni karena merantau ke Sumatera, ada yang menjadi penggerak petani secara intensif sampai para petani disana bisa menemukan bibit padi organik yang disertifikasi.

Baca Juga: Maju Caleg Lewat PDIP, Mbah Rono Tak Mau Beli Suara

Kalau dirunut ke belakang dan dilihat dalam skala yang lebih besar, pendidikan fungsional seperti pendidikan guru agama banyak yang menghasilkan bonus pemimpin masyarakat bahkan pemimpin bangsa.

Misalnya pak A Malik Fajar yang lulusan sekolah guru agama kemudian bisa mengembangkan diri, dengan terus belajar bisa menjadi rektor dua kampus dan menteri dua kementerian.

Buya Ahmad Syafii Maarif lulusan sekolah guru bernama Madrasah Muallimin kemudian menjadi guru besar kampus guru (IKIP), memimpin ormas dan menjadi guru bangsa sampai akhir hayatnya.

Baca Juga: JNE Raih Penghargaan Gold Champion Indonesia WOW Brand 2023

Bahkan Jenderal Sudirman dimasa mudanya pernah menjadi guru dan berkat pendidikan disiplin di kepanduan dan disiplin pendidikan militer Jepang bisa menjadi pemimpin tentara nasional Indonesia serta memimpin perang gerilya sehingga Belanda gagal menjajah kembali Indonesia.

Memang dalam sejarah awal pendidikan dan kelembagaan pendidikan bangsa kita pernah memilih untuk memperbanyak lembaga pendidikan fungsional. Untuk sekolah guru dulu ada SGA, SGB, PGAP, PGAA, PGSLP, PGSLA, IKIP.

Untuk bidang fungsional lainnya ada SPMA, SPBMA, STMA, Sekolah Menengah Farmasi, Sekolah Menengah Koperasi, ST, STM, SGO sekolah fungsional seperti ini selain melahirkan tenaga yang kompeten di bidangnya juga memunculkan bonus pemimpin masyarakat di tingkat menengah dan bawah.

Baca Juga: LPS Soroti Ada Warga yang Masih Simpan Uang di Bawah Kasur

Waktu itu orientasi pendidikan masih jelas yaitu berorientasi menjadikan anak didiknya memiliki fungsi dan peran di masyarakat dan bangsa. Kompeten di bidangnya dan mahir memimpin masyarakatnya. Menjadi manusia luhur yang mrantasi ing gawe menjadi ukuran keberhasilan pendidikan di masa itu. ***

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler