Tujuh Makna Idul (Kembali) Fitri

24 April 2023, 11:58 WIB
Idul Fitri adalah Hari Kemenangan memiliki banyak makna. /Ilustrasi : Pixabay

Oleh Aguk Irawan MN

DESK DIY --Menurut pakar bahasa Arab, salah satunya, yaitu Ibnu Mandzur, kata fithri - baca fitri - (fa-tha-ra) setidaknnya mencakup tujuh hal penting, yaitu kesucian, kekuatan, jati diri, asal usul kejadian, memakai pakaian taqwa, dinnul Islam dan berbuka.

Maka bila digabung kata itu menjadi Idul Fitri, artinya kita berharap akan kembali ke sucian diri kita, kembali ke asal usul kita, kembali ke jati diri kita, kembali memakai pakaian taqwa, kembali ke kekuatan kita, kembali ke dinnul Islam, dan kembali telah berbuka. Untuk ketujuh arti ini mari kita bahas satu persatu dan kita renungkan maknanya:

Pertama, kata fitri atau fitrah jika jika diartikan suci atau kesucian, maka ia harus memenuhi tiga unsur inti, yaitu keindahan yang menggetarkan, kebenaran yang bisa diterima dan kebaikan yang bisa dibuktikan.

Baca Juga: Diungkap Dr Aguk Irawan, Ternyata Asal Usul Halal Bihalal Sudah Ada Sejak Jaman Walisongo

Dari konsekwensi ini, maka kembali ke fitri artinya kita harus menciptakan keindahan (seni), menerima kebenaran dengan menambah ilmu (sains) dan berbuat baik atau amal sholeh yang melahirkan akhlaqul karimah. Itulah makna idul fitri buah dari pendidikan Ramadhan untuk mengantarkan kita menjadi seniman, ilmuwan sekaligus budiman.

Kedua, kata fitri disebut sebagai kekuatan, karena sebulan penuh shoimin dan shoimat mempunyai kekuatan untuk mengendalikan hawa nafsu. Dengan kekuatan itulah kaum Muslimin melakukan jihad akbar mengendalikan hawa nafsunya  dan ia akan menjadi kuat, makanya begitu tiba Idul Fitri, diharapkan seorang mukmin dapat kekuatan baru.

Ketiga, pengertian fithri (fitrah) jika bermakna asal kejadian ini dikaitkan dengan manusia bisa diberikan beberapa contoh, antara lain manusia berjalan dengan kakinya, melihat dengan matanya, mendengar dengan telinganya, merasa dengan hatinya dan berpikir dengan akalnya.

Baca Juga: Malioboro Padat Kendaraan, Jangan Berikan Toleransi kepada Juru Parkir dan PKL yang Nuthuk

Konsekwensi dari pengertian ini, maka kita menjadi salah jika ingin berjalan dengan tangan, melihat dengan telinga dan berpikir dengan mulut, atau salah jika kita mengukur kesalahan dan kebenaran atau kesedihan dan kebahagiaan dengan alat timbangan atau alat ukur meteran dan seterusnya, itulah fitrah.

Masih dalam pengertian fitrah sebagai asal kejadian, maka kitapun harus menempatkan hati sebagai tempatnya iman, dan bukan di akal, karena akal selalu menolak hal-hal yang tak bisa dicerna oleh indrawi, dan tugas akal hanya untuk mengukuhkan iman.

Keempat, kata fitri secara maknawi ada juga yang mentakwil dengan arti memakai pakain. Tentu yang dimaksud memakai pakaian disini adalah pakaian taqwa, sebagaimana yang disyaratkan dalam surat al-Baqarah, ayat 183, bahwa tujuan berpuasa adalah supaya kita bertaqwa.

Baca Juga: Idul Fitri Bermakna Hari Keluarga Besar

Selama Ramahdhan kita sudah menenun sepanjang hari, dan saat idul fitri itulah kita memakai pakaian taqwa agar meningkat (Syawal) jati diri kita. Dalam konteks ini kita mengingat pesan Ilahi: Janganlah kita menjadi seperti seorang perempuan dalam cerita lama, ia mengurai kembali hasil tenunanya yang rapi sehelai benang demi sehelai sehingga tercerai berai (an-Nahl, 92). Artinya madrasah puasa selama sebulan itu harus terus kita pakai (fitri) sampai setahun mendatang, bahkan lebih.

Puasa diibaratkan seperti menenun atau menjahit pakaian ini juga seperti yang sudah dicontohkan ulat yang bertapa dalam tenunannya (kepompong), setelah selesai menenun, ia memakai sayapnya yang indah untuk terbang (kupu-kupu), atau bisa juga diibaratkan sang laba-laba yang menenun rumahnya sehelai demi helai, kemudian ia memakai (fitri) agar ia menjadi tenang hidupnya.

Kelima, kata fitri berarti jati diri. Jati diri manusia adalah sebagai khalifah, yaitu makhluk termulia, penghuni surga, tetapi dalam waktu bersamaan juga makhluk yang berlumur dosa. Kenapa? Karena ia dibekali hawa nafsu, juga dibekali hati nurani, yaitu gabungan antara hati yang tajam dan pikiran yang jernih untuk menahan diri dari dorongan nafsu hewani.

Baca Juga: Islam Aboge Lebarannya Minggu 23 April 2023

Seorang mukmin dikatakan “kembali ke fitrah” itu artinya ia kembali ke jati diri, karena ia sanggup menahan hawa nafsu dengan hati-nuraninya atau sebaliknya, seorang mukmin belumlah dikatakan kembali ke fitrah bila hawa nafsunya mendorongnya untuk bersikap liar dan tak terkendali.

Keenam, jika fitri diartikan dinnul al-islam, islam secara bahasa bentuk masdar dari sa-la-ma yaitu perdamaian atau ketertundukkan. Konsekwensi dari kata ‘damai’ atau ‘tunduk’ ini mengandung tiga unsur inti, yaitu kita sebagai hamba harus merasa damai dengan Tuhan, yaitu harus tunduk dengan cara meninggalkan semua larangan-Nya dan menjalankan segala perintah-Nya dengan (dan) tanpa paksaan apapun.

Selanjutnya, kata damai berarti kita harus bisa merangkul kembali yang bercerai berai dari sesama, menghilangkan sekat-sekat dan api permusuhan, serta menepis perbedaan-perbedaan yang mengakibatkan percikan kebencian. Ketiga berdamai dengan alam, dengan tidak terlalu mengekploitasinya, sehingga mengakibatkan kehancuran atau bencana, itulah buah dari Ramadhahan sebulan penuh.

Baca Juga: Riwayat Pawai Takbiran Keliling di Kotagede, Mengesankan

Selain keenam makna diatas, pendapat ketujuh fitri berarti futhur artinya berbuka. Artinya saat nafsu perut terbuka dan kembali merajalela, hati-hatilah dengan jati diri anda. Hati-hatilah dengan rezeki yang tidak halal, hat-hatilah dengan sikap benci yang berlebihan dan permusuhan, yang semua itu mengarah pada kehilangan jati diri kita yang sesungguhnya. Itu berarti Idul Fitri berarti momentum yang baik buat berdamai dan saling memaafkan. Ied Mubarak 1444 H. Mohon maaf lahir dan batin. ***

*Dosen Stipram dan Pengasuh Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Bantul.

Editor: Chaidir

Tags

Terkini

Terpopuler