Senator Hafidh Asrom : Pengelolaan Pariwisata Harus Libatkan Masyarakat

- 6 Februari 2024, 11:28 WIB
GKR Hayu (kanan) didampingi senator Hafidh Asrom berbicara ke hadapan para pengelola desa wisata.
GKR Hayu (kanan) didampingi senator Hafidh Asrom berbicara ke hadapan para pengelola desa wisata. /Foto : Chaidir

DESK DIY - Desa-desa wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diakui banyak menggunakan tanah kas desa (TKD). Dalam perjalanannya, selain memberikan dampak positif juga ada persoalan yang dihadapi.

Sejumlah persoalan yang dihadapi desa wisata mendapat sorotan dalam Diskusi Publik dan Jaring Aspirasi di Asram Edupark bertema “Mengembankan Desa Wisata Berkelanjutan”, Senin 5 Februari 2024.

Diskusi dihadiri oleh Senator Drs HA Hafidh Asrom MM, GKR Hayu yang mewakili pihak Kraton Yogyakarta, dan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman Ishadi Zayid, serta para pengelola desa wisata di Kabupaten Sleman.

Baca Juga: Bedanya Laksa Bogor dan Laksa Betawi. Begini Cara Memasaknya

Dalam diskusi terungkap, dalam pengembangan desa wisata saat ini terjadi persoalan seperti kehadiran BUMKal Desa Wisata yang pada kenyataannya "mengambil alih" peran pengelola atau penggerak desa wisata sebelumnya. Selain itu adanya investor besar yang "menggusur" peran masyarakat dalam mengelola desa wisata di daerahnya.

Di sisi lain pemanfaatan tanah kas desa, terutama terkait tanah Sultan Ground, disinyalir banyak yang tidak sesuai dengan tata ruang penggunaannya, termasuk untuk pariwisata.

Menanggapi persoalan itu Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Ishadi Zayid mengatakan, pihaknya akan segera mengadakan pertemuan dan duduk semeja dengan para pemangku kepentingan, terkait dengan banyaknya desa wisata yang memanfaatkan tanah kas desa. Ia berharap, dengan duduk bersama ini, akan ada solusi terbaik atas kasus tersebut.

Baca Juga: Keraton Yogyakarta dan PLN EPI Libatkan 5.000 Petani Terapkan Green Deflation

Ishadi mengakui, sebagian besar desa wisata yang berkembang di Sleman telah memanfaatkan tanah kas desa.

Ada desa wisata yang memang dibangun dan dikembangkan di atas tanah kas desa, tapi tidak sedikit juga yang memanfaatkan tanah kas desa sebagai area pengembangan dari destinasi wisata. Misalnya untuk area outbond, camping ground dan lain sebagainya.

“Harus diakui, sebagian juga belum mengantongi izin dari gubernur. Maka perlu ada solusi terbaik. Karena tidak mungkin juga kan kalau desa wisatanya lantas tidak beroperasi. Karena bagaimanapun aktivitas di desa wisata telah membantu perekonomian warga. Mungkin kami harus memohon adanya diskresi atas kasus seperti ini. Sebab di lapangan, nyata pemanfaatan tanah kas desa itu bukan untuk kepentingan perorangan, tapi untuk warga,” katanya.

Baca Juga: Sosok Arnanto Nurprabowo yang Peduli Santri di DIY. Sedekah Mushaf Alquran Hingga Bibit Tanaman

Ishadi menyampaikan hal ini, lantaran banyak pengelola desa wisata yang hadir dalam diskusi tersebut, mengungkapkan permasalahan terkait pemanfaatan tanah kas desa. Tidak sedikit pengelola desa wisata yang harus gigit jari tidak bisa menerima bantuan sarana prasarana, karena mereka belum mengantongi izin pemanfaatan tanah kas desa dari gubernur.

“Kami harus bertindak adil. Pengelola desa wisata yang memanfaatkan tanah kas desa dan belum mengantongi izin dari gubernur, tidak bisa mendapatkan bantuan sarana prasarana,” lanjut Ishadi.

Sementara itu GKR Hayu mengakui pihak kraton kini terus melakukan pendataan atau inventarisasi tanah Sultan Ground (SG). Hal ini terkait dengan banyaknya tanah yang "hilang" setelah diadakan pengecekan.

Baca Juga: Kampus-Kampus Muhammadiyah Angkat Bicara Soal Kondisi Politik Nasional, Abdul Mu'ti : Bentuk Kehirauan

KGR Hayu juga menyebut bahwa tanah kas desa/tanah SG juga banyak digunakan yang tak sesuai dengan ketentuan tata ruang dan pemanfaatan.

Terkait dengan pengembangan desa wisata, GKR Hayu menyarankan agar melibatkan Karang Taruna daerah setempat, termasuk dalam pemanfaatan sistem informasi digital seperti media sosial.

Ia menginformasikan bahwa ada Karang Taruna di DIY yang sukses mengelola media sosial dengan jumlah pengikutnya yang fantastis 5 juta orang.

Sekretaris Forum Komunikasi Desa Wisata Kabupaten Sleman, Esti mengungkapkan, problem terkait desa wisata sangat beragam. Menurut pengelola Desa Wisata Grogol di Sleman barat ini, meski sudah menjadi bagian dari sumber peningkatan kesejahteraan, masih banyak warga yang belum maksimal dan serius dalam mengelola desa wisata.

Baca Juga: Kampus-Kampus Muhammadiyah Angkat Bicara Soal Kondisi Politik Nasional, Abdul Mu'ti : Bentuk Kehirauan

Ia menyebut, SDM yang serius mengelola desa wisata kebanyakan adalah orang-orang yang sudah berkeluarga dan bahkan kalangan orangtua. Sedangkan anak-anak muda yang semestinya lebih potensial karena akrab dengan dunia digital, masih terlihat enggan untuk ikut mengelola.

“Yang pemuda, belum semua bisa merangkul mereka akan ikut aktif mengelola,” kata Esti.

Senator atau anggota DPD/MPR RI Hafidh Asrom mengatakan, SDM masih menjadi persoalan serius, termasuk dalam mengelola desa wisata. Bahkan, dirinya melihat daerah lain lebih serius menyiapkan SDM di bidang kepariwisataan dibandingkan Yogyakarta yang menyandang status Kota Pariwisata.

“Saya sependapat, kalau kita harus serius menyiapkan generasi muda. Kalau yang aktif rata-rata orangtua, siapa nanti yang akan meneruskan mengelola desa wisata dan kepariwisataan di DIY ini?,” katanya.

Baca Juga: Gus Ali Sholawat Bareng Warga Gunungkidul Doakan Pasangan Ganjar-Mahfud Menang

Guna membantu menyiapkan SDM yang profesional ini, Hafidh meminta pengelola desa wisata untuk melakukan pendataan terkait potensi SDM di wilayah masing-masing. Dari pendataan tersebut, apabila memang diperlukan dirinya siap untuk membantu mencarikan beasiswa, agar pemuda-pemuda dari kampung desa wisata dapat melanjutkan studinya.

“Bukan hanya pendidikan, bisa jadi perlu pelatihan-pelatihan khusus. Data itu menjadi penting, agar program kita bisa tepat sasaran. Saya siap membawa aspirasi para pengelola desa wisata ke pihak-pihak yang terkait. Termasuk siap mencarikan beasiswa untuk pemuda pemudi, yang memang serius ingin terus belajar mengembangkan diri,” kata Hafidh.

Baca Juga: Dapat Dukungan Keluarga Besar Alumni Gontor, Begini Respons Anies dan Muhaimin

Hafidh mengatakan bahwa pengelolaan desa wisata harus melibatkan masyarakat, termasuk yang dikelola oleh BUMKal maupun investor.

Ia menyontohkan Asram Edukpark yang masuk dalam kampung wisata, dalam berbagai kegiatannya melibatkan warga setempat seperti mengelola parkir. ***

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah