Terpeliharanya Nalar Kritis Di Yogyakarta

- 4 April 2023, 09:08 WIB
KH Ahmad Dahlan dan Pangeran Diponegoro.
KH Ahmad Dahlan dan Pangeran Diponegoro. /Gambar : Istimewa

Catatan Kritis Mustofa W Hasyim

DESK DIY -- Kalau kaum romantis bilang bahwa Yogyakarta terbuat dari rindu, maka kaum realis mengatakan Yogyakarta terbuat dari nalar kritis. Dan kaum idealis berujar, Yogyakarta terbuat dari cinta.

 

Dalam sejarah disebutkan, karena memelihara nalar kritis maka Pangeran Mangkubumi melawan Belanda yang terlalu jauh ikut campur dalam politik pemerintahan di kerajaan pewaris Kerajaan Mataram Islam. Apalagi setelah merasa kuat para pejabat publik Belanda melakukan penghinaan yang luar biasa kepada bangsawan Mataram.

Perilaku van Imhoff misalnya yang menginginkan duduk sama tinggi dengan raja bukan dengan kesadaran kesetaraan, tetapi dimaksudkan bahwa mereka bisa menaklukkan raja dan bangsawan Mataram dan berhak berbuat semaunya tanpa perasaan dan mengabaikan sopan santun yang sangat dijaga oleh masyarakat Mataram.

Baca Juga: Pemudik Punya Peran Kontribusi Ekonomi, Jangan Lupa Wisata dan Nikmati Kuliner Lokal

Pangeran Mangkubumi juga kritis ketika hadiah berupa bumi Sukowati diminta kembali oleh PB II atas bisikan pejabat publik Belanda yang beritikad buruk, menghina Pangeran Mangkubumi sekaligus memecah belah para bangsawan pewaris kerajaan Mataram Islam.

Pada berikutnya, Sultan Hamengku Buwono II melawan Belanda dan Inggris juga berdasarkan nalar kritisnya bahwa orang asing itu tidak berhak menguasai Jawa, menguasai pantai utara lengkap dengan bandar-bandarnya yang menjadi lubang pernapasan perdagangan antara Mataram dengan dunia luar.

Halaman:

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x