Para Petinggi NU dan Muhammadiyah Bertemu Bahas Isu Strategis

- 25 Mei 2023, 22:15 WIB
Para pimpinan PBNU dan PP Muhammadiyah bertemu di kantor PBNU.
Para pimpinan PBNU dan PP Muhammadiyah bertemu di kantor PBNU. /Foto : muhammadiyah.or.id

DESK DIY, Jakarta -- Para petinggi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tingkat pusat berkumpul di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jl Keramat Raya No. 164, Jakarta Pusat, Kamis (25 Mei 2023).

Dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang hadir yaitu Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, Saad Ibrahim, Agus Taufiqurrahman beserta Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti dan Izzul Muslimin.

Sedangkan tim PBNU langsung dipimpin Ketua Umum Tanfidziah KH Yahya Cholil Staquf dan didampingi oleh Wakil Ketua Umum Amin Said Husni, Wakil Sekjen Suleman Tanjung, Najib Ascha dan Imron Rosyadi Hamid.

Baca Juga: Pengajian dan Pentas Seni Komunitas Seni Budaya Profetik di Bantul

Bagi PBNU dan PP Muhammadiyah menjalin komunikasi dilakukan sudah secara rutin
baik secara formal maupun non-formal. Pada pertemuan saat ini PP Muhammadiyah dengan PBNU sepakat mengembangkan kerja bersama dalam konteks keumatan, kebangsaan dan secara universal.

Haedar Nashir menyebutkan sekurangnya terdapat tiga agenda pengembangan kerja bersama antara Muhammadiyah dengan NU dalam waktu dekat. Pertama dalam konteks kepemimpinan moral, lebih-lebih menyongsong Pemilu 2024, Muhammadiyah dan NU mendorong terselenggaranya Pemilu yang demokratis. Serta berharap ada visi dan arah moral serta visi kebangsaan yang kokoh para calon.

“Sehingga kontestasi itu tidak sekedar politik kekuasaan semata-mata. Tapi visi kebangsaan apa yang mau dibawa yang diwujudkan berangkat dari pondasi yang diletakkan oleh para pendiri bangsa.” Tutur Haedar.

Baca Juga: Khalwat KH Buya Syakur Yasin Dengan Topo Ngalong, Berharap Doa Cepat Terkabul

Untuk itu, kepemimpinan moral sebagai istilah yang disepakati. Supaya bisa mengarahkan kontestasi, sehingga siapapun nanti yang terpilih sudah mengetahui baik maupun buruk — benar atau salah, serta benar dan salah dalam berpolitik. Dengan seperti itu, diharapkan Pemilu dan hasilnya tidak transaksional.

Muhammadiyah dengan NU, kata Haedar, sebagai organisasi nonpolitik praktis memiliki panggilan moral untuk hadir dengan tanpa merasa paling benar sendiri. Terkait itu, kedua organisasi masyarakat berbasis agama ini bisa menjadi wasit moral dalam kontestasi politik di negeri ini.

Pengembangan kerja bersama antara Muhammadiyah dengan NU yang kedua adalah mendorong terciptanya ekonomi yang berkeadilan. Di samping politik yang adil dan lain sebagainya. Ekonomi berkeadilan, imbuhnya, sebagai usaha untuk membebaskan, memberdayakan dan memajukan, sekaligus menyejahterakan umat.

Baca Juga: Menteri Bahlil Ungkap Investasi di IKN

“Itu juga harus menjadi concern juga dalam kontestasi politik ke depan. Agar tidak sekedar bagi-bagi kekuasaan, tapi yang paling penting ini Indonesia dengan rakyatnya yang 250 juta itu mau diapakan, agar lebih sejahtera. Karena saya pikir elitnya sudah lebih sejahtera,” kata Haedar dikutip dari laman muhammadiyah.or.id

Guru Besar Sosiologi ini menekankan, supaya kesejahteraan tidak hanya berada pada lingkaran elit, tetapi juga harus dirasakan oleh seluruh rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi fokus untuk segera direalisasikan.

Selanjutnya, pengembangan kerja bersama antara Muhammadiyah dengan NU yang ketiga sebagai gerakan keagamaan akan terus berkomitmen memandu umat agar menjadi cerdas, damai, bersatu dalam keragaman dan semakin maju kehidupannya. Muhammadiyah dan NU berada digaris terdepan dalam usaha memandu umat.

Baca Juga: Kisah Ilmu Hikmah Sunan Kalijaga dan Orong-Orong

Haedar memandang, antara Muhammadiyah dengan NU ini bagaikan dua sayap yang menerbangkan keislaman dan keindonesiaan. Pasalnya, alih-alih perbedaan yang tajam justru antara Muhammadiyah dengan NU ditemukan begitu banyak kesamaan.

“Kita ini di bolak-balik ya Islam. Maka dari itu kita terus mengelorakan Islam yg damai, mencerahkan dan memajukan,” ujar Haedar.

Terkait dengan itu, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf sepakat bahwa, isu strategis dalam konteks keumatan dan kebangsaan saat ini adalah penguatan ekonomi yang berkeadilan, politik dan kepemimpinan moral supaya tidak terjadi lagi pembelahan akibat hajatan lima tahunan.

“Kami setuju dengan yang disampaikan oleh Muhammadiyah tentang urusan ekonomi, politik, dan moral. Sebab saat ini publik kehilangan sosok yg ditiru untuk urusan moral," tutur Gus Yahya.

Baca Juga: DIY Raih Sertifikat 44 Warisan Budaya Takbenda, Tonggak Penting Lindungi Kekayaan Budaya

Bercermin dari fenomena ‘akrobat’ politik pada Pemilu 2019, yang mengakibatkan pembelahan dan itu dirasakan sampai sekarang, Gus Yahya menghendaki adanya politik yang tidak membawa-bawa agama sebagai ‘kendaraan’ untuk meraup suara.

Dia memandang, para politisi yang akan maju dalam pertarungan Pemilu 2024 baiknya menyampaikan gagasan tentang kebangsaan yang lebih visioner, supaya pemilu lebih produktif. ***

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x