Perilaku Wisatawan Berubah, Siapkah Pelaku Wisata Mengantisipasi?

- 9 Mei 2023, 04:05 WIB
Pusat wisata Kota Yogyakarta.
Pusat wisata Kota Yogyakarta. /Foto : Pixabay

Catatan Ringan Mustofa W Hasyim

DESK DIY -- Liburan Lebaran kemarin memberi banyak pelajaran, kalau mau dan tidak menghabiskan waktu hanya
dengan mengeluh karena banyak pelaku wisata Yogya kecele.

Membayangkan mendapat lele dumbo
ternyata yang didapat uceng atau malah cethul. Maksudnya, membayangkan akan mendapat tangkapan
besar tetapi yang tertangkap ternyata sesuatu yang kecil-kecil. Tidak signifikan dengan harapan dan sebutan sebagai daur kunjungan wisata.

Melesetnya harapan pelaku wisata Yogya ini sangat mungkin berkaitan dengan perubahan perilaku wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Misalnya mereka mengantisipasi kemacetan transportasi di
jalan-jalan di tengah kota dengan sengaja masuk kota malam hari setelah jam sembilan atau sepuluh malam.

Baca Juga: Jumlah Medali SEA Games, Kamboja Belum Tertandingi. Pesilat Puspa Arumsari Balas Dendam

Cari hotel murah yang bisa dipakai rombongan. Kemudian berjalan-jalan sekadarnya di zona aman dari kejahatan jalanan lalu kembali ke hotel. Subuh, setelah mandi mereka cek-out hotel untuk ngebut ke luar kota sebelum jalan dalam kota macet.

Mereka berkunjung ke tempat luar kota, obyek wisata baru yang belum dikunjungi, melewati jalan baru atau jembatan baru yang viral lalu memanfaatkan jalur pansela (pantai selatan) untuk ke timur ke arah
Pacitan. Atau lewat jalur pansela ke arah barat lalu mencari tol ke arah pantura dan mereka yang berasal dari barat melaju ke arah barat lewat tol atau yang berasal dari arah timur mereka melaju lewat tol ke arah
timur.

Yang unik biasanya mobil mereka longgar tidak dibebani oleh oleh-oleh. Mereka memanfaatkan fasilitas online untuk memesan oleh-oleh, mentransfer dana dan mengarahkan pengiriman oleh-oleh itu ke tempat tinggalnya dengan alokasi waktu yang sama dengan waktu tempuh kepulangan mereka.

Baca Juga: MLDSPOT Stage Bus Jazz Tour 2023 Bakal Goyang Yogyakarta

Semua serba tepat waktu dan bisa menikmati wisata sesuai jadwal dan harapan mereka. Para wisatawan yang ingin serba praktis dan ringkas biasanya termasuk kelas ekonomi kuat sehingga bisa
melakukan aneka pilihan jalur transportasi, pola menginap di hotel dan obyek kunjungan mereka.

Kelompok inilah yang berubah perilakunya sebagai wisatawan. Tentu harus diakui jumlah mereka belum banyak. Yang masih melakukan kunjungan wisata ke Yogya
dengan cara biasa-biasa saja masih banyak. Mereka masih mau menikmati kemacetan Yogya, sedikit marah ketika ongkos parkir naik, mereka tidak takut pada potensi kejahatan jalanan karena mereka datang dengan rombongan besar naik bis.

Ketika siang hari mereka naik becak motor seperti konvoi menuju tempat menjual oleh-oleh dan menikmati suasana Yogya yang baru tanpa kakilima lalu mengunjungi
pantai atau kebun binatang yang menerapkan tarif Lebaran. Mereka mungkin mengubah cara makan dengan jauh hari memesan makanan matang di rumah makan atau restoran di luar kota lalu nasi kotak ini diambil waktu pulang dari pantai kemudian barang dibagi waktu malam atau sore.

Baca Juga: Tanah Diserobot Keluarga Pakde, Ahli Waris Almarhum Yemti Gugat ke PTUN Minta BPN Kembalikan Sertifikat

Mereka makan di Malioboro dan membuang kotaknya sebagai sampah di tempat itu.
Dengan demikian, ketika perilaku wisatawan berubah banyak atau berubah sedikit maka yang terjadi adalah; pertama Yogya tidak menjadi tujuan utama atau satu-satunya tujuan wisatawan.

Yogya mereka fungsikan sebagai lokasi transit, lengkap dengan berbagai narasi sebagai manusia wisatawan yang transit.
Dalam waktu pendek.

Kedua, naiknya kunjungan banyak wisatawan tidak berbanding lurus dengan naiknya pelaku wisata tingkat bawah. Saya mendengar keluhan pelaku wisata, “Banyak yang datang dan hilir mudik tetapi tidak
ada atau sedikit sekali yang membeli barang saya.”

Halaman:

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x