DESK DIY -- Upaya keluarga ibu Hartirejo atau ibu Yemti (almarhumah) yang meminta kembalinya tanah warisan yang diduga diserobot pihak pakde dan keluarganya terus dilakukan.
Tanah warisan ibu kandung yang sudah 30 tahun lebih yang diduga diserobot pakde dan keluarganya, sudah pernah disidangkan di pengadilan negeri hingga kasasi namun putusannya ditolak dan gagal diminta kembali.
Putusan pengadilan negeri hingga kasasi dinilai oleh keluarga ibu Hartirejo banyak kejanggalan. Pasalnya sertifikat tanah warisan seluas 667 m2 atas nama Hartirejo yang dikeluarkan pihak BPN Sleman berstatus hukum kuat dan sah. Di samping itu pengadilan agama juga mengeluarkan putusan tentang seluruh nama ahli waris almarhumah Hartirejo.
Baca Juga: Kamboja Tetap Tangguh dalam Perolehan Medali SEA Games 2023, Indonesia Masih Posisi Ketiga
Pihak Ahli waris almarhumah Hartirejo terus melakukan upaya hukum, dan kini mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta untuk membatalan/mencabut putusan Kepala BPN Yogyakarta No 1/Pbt/BPN-34/I/2023 yang justru malah membatalkan sertipikat hak milik Penggugat.
Kuasa Hukum Penggugat Arif Affandi SH MHum menyatakan bahwa pihak penggugat sangat dirugikan, karena bukti kepemilikan SHM 14767/Caturtunggal/2015 Luas 667 M2 atas nama Ny Hartirejo/Yemti TS malah dibatalkan Kepala BPN DIY dengan dasar Putusan PN (2017), PT (2018) hingga Kasasi (2021) yang menolak gugatan perdata Penggugat.
"Padahal justru Tergugat keluarga Sihono/Satinah dan anak-anaknya yang tidak pernah bisa dan menunjukan alas hak dan bukti kepemilikan apapun, dan tanpa alas hak apapun Keluarga Pakde puluhan tahun menyerobot tanah. Ini sangat aneh, orang yang tidak punya bukti dan alas hak malah dimenangkan pengadilan," ujar
Arif Affandi SH MHum, Jumat (5/5/2023), usai Sidang di Lokasi.
Baca Juga: Mempertimbangkan Politik Kemanusiaan dan Hati Nurani
Ia menjelaskan, jual beli atas tanah tersebut yang berlokasi di Jalan Affandi Pelemkecut, dekat Jembatan Merah di Jalan Gejayan (Affandi), Depok Sleman antara ibunya, alm Hartirejo/Yemti TS (pembeli) dan Kartoredjo (penjual) sah secara hukum dan terjadi perpindahan hak ke ibu Hartirejo pada tahun 1959 (Leter C 337 an Yemti Tejo S).