Hilangnya Tradisi Jalan Pagi Anak-Anak Selama Ramadhan

- 29 Maret 2023, 05:39 WIB
Permainan tradisional memberi anak kesempatan beraktivitas di luar ruang.
Permainan tradisional memberi anak kesempatan beraktivitas di luar ruang. /foto: pixabay/dennies025

DESK DIY -- Ketika anak-anak masih libur Ramadhan selama tiga puluh hari muncul tradisi jalan jalan pagi selama Ramadhan.

Tahun 1960n sampai 1970an anak-anak Yogyakarta punya kesempatan untuk mengisi kegiatan positif selama bulan suci. Salah satunya adalah kegiatan jalan pagi sehabis berjamaah Subuh.

Di kawasan bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam, Kotagede misalnya, anak anak laki-laki dan perempuan keluar dari masjid dan musholla sehabis sholat Subuh untuk berjalan kaki mengelilingi kota.

Baca Juga: Memperbanyak Ruang Publik Salah Satu Solusi Pencegahan Kejahatan Anak

Uniknya, mbak-mbaknya masih mengenakan mukena putih waktu jalan pagi itu. Anak anak laki-laki harus menebak siapa si dia yang mengenakan mukena putih jika berpapasan atau ketika berjalan cepat mendahului mereka. Hanya berpedoman suara anak laki bisa menebak siapa dia.
"Ini mesti Mbak Nur," tebak anak laki laki ketika berpapasan dengan mbak mbak betmukena.

Mbak mbak itu tertawa berbarengan.
"Nur yang mana hayo, di kota ini ada lebih lima anak bernama Nur?" Salah seorang mbak-mbak memberi tebakan.

"Waduh, saya nggak tahu. Pokoknya Mbak Nur." Kembali anak anak perempuan itu tertawa bareng.
Karena ditertawakan, anak laki-laki itu jadi malu. Dia cepat cepat menjauhi rombongan mbak-mbak. Anak anak perempuan itu menyoraki.

Baca Juga: Seru ! Kaesang Didapuk Jadi Wasit Debat Keramas NET TV

Jarak yang mereka tempuh kadang dekat kadang agak jauh sampai ke dekat bekas jembatan kereta api Winong yang belum diperbaiki. Kalau jaraknya jauh mereka pulang kesiangan. Tapi nggak apa. Toh hari itu mereka libur sekolah.

Kalau bosan jalan kaki ada serombongan anak laki yang mengambil bola karet atau bal genjur. Mereka pergi main bola di lapangan Njambon yang sekarang menjadi perumahan Wirokerten. Permainan gayeng dengan resiko haus dan lapar. Anak anak tetap bertahan berpuasa. Mereka istirahat tiduran di lantai surau atau masjid yang dingin, lalu tertidur.

Kembali ke tradisi jalan kaki di jalan yang waktu itu masih sepi karena belum banyak kendaraan bermotor. Untuk menambah gayeng suasana ada serombongan anak memakai sandal dari kayu.

Baca Juga: Gamis Lebaran Model Turki Bikin Tambah Cantik dan Anggun

Di telapak sandal kayu diberi potongan batu untuk korek api. Waktu mereka berjalan menggoreskan batu korek api itu hingga menyala. Mereka berlomba berjalan cepat sehingga muncul percikan api dari bawah kaki.

Sambil berjalan cepat mereka tertawa tawa.
Itulah hiburan sederhana dan murah di bulan Ramadhan tempo dulu.

Setelah bulan Ramadhan anak sekolah tidak libur maka tradisi jalan kaki di pagi hari menghilang. Apalagi kemudian jalan-jalan di kota kecamatan itu diramaikan dengan hadirnya kendaraan bermotor yang membuat anak anak tidak nyaman berjalan kaki. ***

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x