NU Tidak Boleh Digunakan Sebagai Alat Pemenangan Kandidat Presiden Dalam Pilpres

- 21 Januari 2024, 03:44 WIB
Diskusi Publik NU yang berlangsung di FISIPOL Universitas Gadjah Mada.
Diskusi Publik NU yang berlangsung di FISIPOL Universitas Gadjah Mada. /Foto : istimewa

DESK DIY - Jaringan Nahdliyin Pengawal Khittah NU (JNPK NU) menggelar diskusi publik tentang "Khittah 1926 dan Civil Society", Sabtu 20 Januari 2024.

Diskusi Publik NU yang berlangsung di FISIPOL Universitas Gadjah Mada, membahas arah perkembangan gagasan “Kembali ke Khittah 1926” di Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Gagasan ini adalah keputusan Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo, dengan dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan tokoh-tokoh lain sezaman, yang merupakan para penggerak penting Khittah NU pada masa itu.

Interpretasi atas gagasan “Kembali ke Khittah 1926” selalu dinamis, tergantung konteks waktu. Diskusi publik yang dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis NU yang berada dalam Jaringan Nahdliyin Pengawal Khittah NU (JNPK NU) ini dimaksudkan untuk menemukan makna paling ideal untuk konteks Indonesia dewasa ini, yang sejak tahun 1998 memutuskan untuk mengarus-utamakan demokrasi.

Baca Juga: Polda DIY Atensi Kasus Penculikan dan Penganiayaan di Yogyakarta

Dengan menimbang berbagai peristiwa yang berkembang belakangan, diskusi publik ini menghasilkan sembilan rekomendasi berikut:

1. Politik adalah bagian dari tujuan NU sebagai jam’iyah. Tidak mungkin dan tidak ada manfaatnya memisahkan urusan politik dari NU. Tapi urusan politik itu harus dikelola untuk kemaslahatan umum, bukan untuk mendukung kekuasaan atau kandidat tertentu. Dalam hal ini, NU harus menjaga kemandirian politik dan kemandirian ekonomi, agar perkembangan dan inovasi di jam’iyah ini tidak tergantung pada uluran tangan penguasa.

2. Khittah NU, yang menyatakan NU bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik, adalah rujukan moral sekaligus rujukan formal dalam tindakan politik NU. Khittah NU adalah bagian dari AD/ART NU. Penyelenggaraan NU tidak boleh menyimpang dari Khittah NU. Karena bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik, maka NU tidak boleh digunakan sebagai alat pemenangan kandidat presiden dalam pilpres.

3. NU harus menghindari politik transaksional yang bersifat jangka pendek, dan lebih fokus pada politik moral untuk memberi warna pada peradaban bangsa Indonesia yang lebih baik di masa depan. Peradaban ini dimulai dari penguatan moral, dan moral itu dilandasi oleh nilai ke-NU-an yang diwariskan oleh para muassis, di mana NU menjadi penengah dalam konfil-konflik politik yang muncul di negeri ini, dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk tidak menjadi bagian dari konflik politik manapun. Langkah-langkah politik NU harus didasarkan pada nilai-nilai keulamaan untuk diabdikan pada kepentingan ummat. Dengan cara itu, NU bisa terus memainkan peran sebagai bengkel kemanusiaan, untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa.

Baca Juga: DPD RI DIY Buka Posko Pengaduan Dugaan Pelanggaran Pemilu, Disampaikan ke Bawaslu 1x24 Jam

Halaman:

Editor: Chaidir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah