Kondisi Alun-Alun yang Pernah Dimiliki Kerajaan Mataram Islam

- 10 Maret 2023, 08:38 WIB
Alun-alun utara Kraton Ngayogyakarta
Alun-alun utara Kraton Ngayogyakarta /Foto : Chaidir

DESK DIY -- Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh Ki Ageng Pemanahan atau Ki Ageng Mataram, bersama Ki Juru Mertani, Danang Sutawijaya dan dikawal oleh Sunan Kalijaga.

Mereka merintis kerajaan ini di tanah hadiah dari Sultan Hadiwijaya bernama Mentaok yang waktu masih berupa hutan dengan beberapa lokasi telah dibuka menjadi pemukiman, pasar, persawahan, dan jalan yang menghubungkan dengan dunia luar ke arah timur, barat dan selatan.

Usaha keras Ki Ageng Pemanahan memajukan tanah ini berhasil. Kemudian dilanjutkan oleh Sutawijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan meninggal tujuh tahun kemudian Sultan Hadiwijaya meninggal, Sutawijaya menyelamatkan tahta Pajang dari pemberontakan Arya Pangiri.

Baca Juga: Kalbe Bantu Akses Air Bersih untuk Warga Desa Boto Wonogiri

Pusat pemerintahan dipindahkan ke tanah Mataram yang kemudian menjadi ibukota kerajaan Mataram Islam. Ibukota kerajaan ini bernama Kotagede.

Sebagai raja Mataram Islam Panembahan Senopati kemudian diganti oleh Panembahan Anyakrawati, dilanjut oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Pada pemerintahan tiga raja awal kerajaan ini, ibukota kerajaan masih di Kotagede. Kemudian, Sultan Agung membuat istana baru di Kerta sebagai lokasi baru ibukota kerajaan Mataram Islam. Anak Sultan Agung, Sunan Amangkurat Satu yang menggantikan sebagai raja kemudian membangun dan memindahkan pusat pemerintahannya ke Plered.

Baca Juga: LPS dan Polri Perkuat Komitmen dan Sinergi Penegakan Hukum

Dari Plered, ibukota Mataram Islam pindah ke Kartasura dan dari Kartasura pindah ke Surakarta. Setelah itu terjadi palihan nagari atau kerajaan dibagi dua menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Di Surakarta muncul Kadipaten atau Puro Mangkunegaran. Di Yogyakarta muncul Kadipaten atau Puro Pakualaman. Dua kerajaan dan dua kadipaten ini bisa disebut sebagai pewaris kerajaan Mataram Islam yang pernah berjaya di era Sultan Agung.
Penataan ibukota kerajaan ini menggunakan pola catur gatra tunggal. Artinya ada empat lokasi wajib yang menjadi simbol aspirasi dan kepentingan di dalam kerajaan. Untuk kepentingan spiritual maka di ibukota kerajaan dibangun masjid. Untuk kepentingan komunikasi sosial ada alun alun. Untuk kepentingan politik kekuasaan dibangun kraton atau istana. Untuk menampung kepentingan ekonomi dibangun pasar.

Halaman:

Editor: Mustofa W Hasyim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x