Mudik Sebagai Ikhtiar Menuju Keseimbangan Hidup

13 April 2023, 14:07 WIB
Mudik berkumpul dengan keluarga dan menikmati makan bersama. /Foto : Pixabay

Catatan Mustofa W Hasyim

DESK DIY -- Manusia hidup memerlukan keseimbangan. Keseimbangan merupakan salah satu alat untuk mendewasakan diri sendiri.

Tanpa keseimbangan manusia akan menderita, gelisah, hidup cenderung kekanak-kanakan, mengalami disorientasi atau kehilangan arah hidup. Dalam bahasa orang teater ketidakseimbangan disebut absurd. Menurut kamus teater yang pernah saya baca absurd is out of harmony.

Nah kapan manusia keluar dari keseimbangan dan menjadi absurd hidupnya?

Ketika manusia kehilangan atau tidak memfungsikan hukum pasangan-pasangan dalam hidupnya. Dalam konteks mudik, hukum pasangan-pasangan ini mengandaikan ada masa silam dan masa depan. Ada leluhur atau nenek moyang dan ada anak cucu. Ada hulu ada hilir. Ada alam material ada alam spiritual.

Baca Juga: Benarkah Air Mineral yang Mengandung Fluorida Berbahaya? Simak Penjelasannya

Mengapa yang sibuk mudik dan seakan mewajibkan diri dan keluarga untuk mudik adalah mereka yang merantau?

Sebab merantau adalah meninggalkan masa silam untuk bekerja dan sibuk di tempat rantau demi masa depan. Penanda lahiriah yang dia tinggalkan adalah desa tempat dia dilahirkan dan mengalami masa kanak-kanak, mata air yang membasahi sawah dan desa berupa sumber, tuk, belik dilengkapi dengan saluran air berupa sek parit, selokan, sungai. Rumah, makam, surau atau masjid, dangau, lapangan berumput tempat mengembala hewan ternak sambil meniup seruling.

Juga para sahabat, teman sepermainan, orang tua, saudara, guru ngaji dan sekolah dasar dan menengah. Pasar desa dan hutan kecil tempat menjelajah di hari libur. Semua ini dia tinggalkan ketika mereka merantau di kota besar di dalam pulau atau di luar pulau.

Baca Juga: Sastra Mataraman, Sumber Kearifaan Jawa Masih Bisa Diakses tapi Pembaca dan Pengkaji Terbatas

Sibuk bekerja di hilir kehidupan, dipeluk cita-cita masa depan anak isteri dalam waktu lama kadang membuat mereka lelah jiwa raga, jiwa menjadi kurang seimbang. Ketika ada kesempatan atau peluang atau malahan tradisi mudik maka mereka menabung untuk mudik.

Untuk apa? Untuk mengunjungi masa silam mereka, sanak saudara di desa yang sepi tetapi terasa menentramkan. Mereka mudik untuk menuju udik atau hulu kehidupannya. Di desa, mereka datang lebih awal sehingga masih bisa menikmati akhir bulan Ramadhan, malam takbiran, shalat Id di lapangan desa atau di masjid lalu bersilaturahmi ke orangtua, saudara tua, kakek nenek kalau masih ada dan saling mengunjungi tetangga, dan bertemu kembali dengan teman sepermainan yang juga mudik, bertukar cerita lucu dan konyol pengalaman mereka di masa kecil, bertukar kabar gembira tentang sukses di rantau.

Ada yang memanfaatkan momentum mudik di hari-hari Lebaran untuk reuni alumni sekolah, alumni pengajian anak anak, reuni atau pertemuan Trah atau Bani. Lalu mencari kesempatan untuk berziarah ke makam leluhur memasuki alam spiritual.

Baca Juga: TJSL PLN EPI Bersama Warga Desa Buton Ubah Buah Mangrove Jadi Makanan Olahan

Kalau masih ada dana cukup, mereka berwisata di dekat desa atau di lokasi satu kecamatan atau kabupaten, yang di lokasi wisata pun mereka ada kemungkinan bertemu dengan bekas teman sekolah, bertemu dengan keluarga yang juga berwisata, kadang merasa lucu kalau ketemu mantan pacar yang pernah membuat patah hati.

Di saat mudik semua pengalaman pahit pun sebaiknya dicuci bersih dalam bentuk saling memaafkan. Kenangan tidak harus dilupakan tetapi dendam dan sakit hati wajib dihapus agar manusia bisa kembali cerah dalam memandang masa depan.

Setelah kenyang dengan pengalaman sosial, pengalaman psikologis, pengalaman kultural dan pengalaman spiritual seperti ini berarti seorang pemudik atau kelompok pemudik relatif sudah berada dalam keseimbangan hidupnya.

Baca Juga: Perbedaan Air Putih Biasa dan Air Mineral yang Harus Diketahui, Simak Penjelasannya

Dia atau mereka menjadi lebih tenang, damai, tenteram dan makin dewasa pribadinya. Dia atau mereka kembali ke tempat merantau dengan wajah cerah, gembira dan siap bekerja keras kembali untuk memenangkan masa depan mereka.

Dalam konteks ini sungguh berpahala pihak-pihak yang memfasilitasi mudik gratis, menyediakan rest area dengan fasilitas tempat ibadah dan toilet bersih, menyiapkan pos-pos pengamanan mudik di titik titik rawan macet atau lokasi yang rawan kecelakaan.

Saat mudik kembali ke tempat kelahiran dan saat pasca mudik menuju tempat merantau diperlukan persiapan dan sikap yang sama. Persiapan fisik dan kendaraan anti macet dilengkapi dengan berhati hati dan penuh pengendalian diri. Dengan persiapan yang prima seperti ini mudik menjadi bermakna dan bernilai sepenuhnya. ***

Editor: Mustofa W Hasyim

Tags

Terkini

Terpopuler