DESK DIY, Yogya -- Sosok Kerto sebagai ibukota Kerajaan Mataram Islam di zaman Sultan Agung semakin jelas. Jalur perjalanan Sultan Agung dari Kotagede menuju Kerto yang melewati pinggir sungai Gajah Wong bisa dilacak dan digambar.
Kerto yang memanfaatkan tempuran sungai sebagai jalur transportasi lanjutan dan merupakan titik strategis untuk exit jika keadaan memaksa. Ada jalan cukup lebar menuju dermaga di tempuran tempat kapal kerajaan bersandar.
Sultan Agung sebagai raja ketiga Mataram Islam selain memakmurkan rakyat dengan menerapkan prinsip ngrejekeni dan mbarokahi juga giat melakukan kegiatan budaya dan sastra yang semangatnya adalah mengintegrasikan unsur budaya Jawa dan Islami sehingga bisa berkembang secara stabil dan menjadi landasan bagi harmoni kehidupan bersama di Mataram.
Baca Juga: PDIP Ajak Partai Demokrat Dukung Ganjar Pranowo
Setelah ini dirasa kuat Sultan Agung meneruskan misi utama kerajaan di Nusantara, yaitu mengusir penjajah yang datang dari Eropa.
Sultan Agung juga menyadari bahwa untuk mempertahankan eksistensi Mataram dia harus senantiasa melakukan konsolidasi kekuasaan dan konsolidasi kekuatan masyarakat bersama dengan para penguasa di wilayah Mataram.
Di tengah upaya konsolidasi kekuatan Mataram ini Sultan Agung dengan dibantu telik sandi yang jaringannya telah dibangun Ki Juru Mertani terus menerus mendeteksi keberadaan musuh-musuh baik yang berada di luar Mataram maupun yang berada di dalam kalangan dalam sendiri.
Ini yang membuat Sultan Agung senantiasa waspada.
Pembangunan kota Kerto sebagai ibukota kerajaan pun didesain sebagai kota pertahanan yang rapi dan berlapis.